Optimalisasi Pengelolaan Sampah di Indonesia


Oleh: I Wayan Sutana

Berbicara mengenai sampah mungkin belum semua menyadari bahwa kita memproduksinya setiap hari. Sebagai gambaran dalam angka, mengacu hasil analisis atas data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diperkirakan bahwa setiap orang di Indonesia memproduksi sampah sebesar 0,68kg per hari (Tempo, 2021). Dengan asumsi tersebut dapat dibayangkan betapa besarnya produksi sampah harian yang dihasilkan oleh penduduk Indonesia yang saat ini jumlahnya sekitar 272 juta jiwa. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK sepanjang tahun 2020 timbunan sampah yang timbul di seluruh Indonesia mencapai 34,58 juta ton. Dari jumlah dimaksud yang terkelola adalah sebesar 19,52 juta ton atau hanya 56,44% sedangkan sisanya, 15,06 juta ton, belum terkelola. Dari timbunan sampah dimaksud sampah rumah tangga adalah yang tertinggi yaitu 38,2% dan berdasarkan komposisinya sampah yang muncul paling banyak berupa sisa makanan, sebesar 39,9%. Untuk itu, sudah selayaknya kita dapat mengurangi produksi sampah dan mengelola sampah yang timbul dengan efektif dan efisien untuk menjaga keberlangsungan hidup dengan keseimbangan alam yang lebih baik. Selain pendekatan yang masih parsial, kendala anggaran selalu menjadi masalah klasik penanganan sampah di Indonesia.

Pengelolaan Sampah

Ilustrasi Pengelolaan Sampah

Pengelolaan Sampah

Secara teknis, pengelolaan sampah di Indonesia saat ini masih banyak yang menggunakan pendekatan yang belum terintegrasi antara di sisi hulu dan hilir termasuk harmonisasi aspek teknis dan finansialnya. Beberapa daerah masih fokus pada penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau sisi hilir yang saat ini hampir semuanya melaksanakan prinsip open dumping. Hanya beberapa yang sudah mulai bermigrasi ke sanitary landfilling namun belum sepenuhnya memiliki strategi pengurangan atau penanganan sampah di sisi hulunya. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya timbunan sampah di TPA. Selain itu, tingkat reduksi volume sampah di TPA-TPA dengan mekanisme open dumping dan sanitary landfilling masih sangat rendah dibandingkan dengan teknologi-teknologi terbaru baik dari pendekatan thermal maupun non-thermal. Timbulan sampah di TPA bahkan mengakibatkan bencana yang menelan korban jiwa seperti kejadian longsornya TPA di Leuwigajah tahun 2005.

Dari aspek penganggaran, rata-rata komitmen anggaran yang disediakan oleh pemerintah daerah di Indonesia untuk pengelolaan sampah masih sangat rendah, rata-rata hanya sekitar 1% dari total APBD. Menurut kajian konsultan di Direktorat PDPPI (2021) komitmen anggaran untuk pengelolaan sampah semestinya ditingkatkan menjadi berkisar 3-5 % dari total anggarannya. Lebih lanjut, untuk membantu dari dimensi pembiayaan dan pendanaan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan, memberi perhatian khusus untuk sektor pengelolaan sampah melalui pemberian PDF untuk proyek-proyek pengeloaan sampah yang menggunakan skema KPBU yang mana saat ini sebagian besar masih fokus pada pengelolaan akhir (sisi hilir). Hal ini ditegaskan juga dalam Nota Keuangan 2022 yang telah menyatakan bahwa pengelolaan sampah sudah menjadi salah satu sektor prioritas yang akan didorong dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Baca juga: Apa Itu KPBU?

Skema KPBU dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu skema pembiayaan infrastruktur yang dalam rangka memberikan solusi tidak hanya terkait aspek pembiayaan tetapi juga untuk memastikan terciptanya layanan yang memadai dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Penerapan skema KPBU ini tentunya tetap memperhatikan payung hukum dalam sektor pengelolaan sampah di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah beserta peraturan turunannya. Proyek pada sektor pengelolaan sampah yang menggunakan skema KPBU ini diharapkan akan dapat menarik sumber pembiayaan dari market, dalam hal ini investor dan lembaga pembiayaan. Pembiayaan dari market ini merupakan salah satu penguatan dimensi finansial yang akan mempercepat tercapainya pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah. Selain itu melalui struktur kerjasama yang menekankan pada penyediaan layanan pengelolaan sampah, skema KPBU ini akan lebih memberi kepastian tercapainya layanan yang memadai dalam pengelolaan sampah sebagai hasil yang ditargetkan (outcome) dan tidak hanya fokus hanya pada terbangunnya proyek secara fisik atau keluarannya (output).

Dalam perkembangannya, pengelolaan sampah di Indonesia sudah mulai menyadari pentingnya aspek pembiayaan sehingga pendekatan skema KPBU sudah mulai diterapkan, namun lingkupnya masih di sisi hilir. Dilihat dari perspektif hulu dan hilir, sisi hulu pengelolaan sampah adalah pada tahap pengurangan sampah sampai dengan penanganan sampah di tahap pemilahan dan pengumpulan. Selanjutnya pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir termasuk sisi hilir pengelolaan sampah memperhatikan Peraturan Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 dan Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017. Adapun beberapa Proyek Pengeleloaan Sampah dengan skema KPBU di Indonesia diantaranya Proyek Tempat Pembuangan dan Pemprosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo, Proyek TPPAS Regional Legok Nangka, TPPAS Regional Piyungan dan TPPAS Jatibarang. Dari proyek-proyek dimaksud, Proyek TPPAS Lulut-Nambo dapat dinyatakan yang sudah berhasil memperolah pemenang lelang namun masih dalam proses untuk dapat masuk kedalam tahap konstruksi. Untuk Proyek TPPAS Regional Legok Nangka dalam proses lelang Badan Usaha sedangkan Proyek TPPAS Regional Piyungan dan TPPAS Jatibarang saat ini dalam proses penyiapan Final Business Case (FBC) untuk dapat ditransaksikan.

Memperhatikan bahwa sinergi pengelolaan sampah dari hulu dan hilir perlu tetap terjaga baik itu dari aspek teknis maupun finansialnya, maka Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan mendorong penggunaaan skema KPBU dalam pengelolaan sampah terintegrasi dengan menjadikan sektor pengelolaan sampah sebagai salah satu sektor prioritas yang akan diberikan dukungan Project Development Facility (PDF) dalam kurun waktu 2020-2024. Tentunya PDF selain memastikan aspek bankabaility proyek, dalam sektor pengelolaan sampah khususnya, juga sangat mengutamakan sinergi sisi hulu dan hilir untuk dapat mewujudkan layanan pengelolaan sampah yang memadai dalam rangka mencapai Indonesia Bersih Sampah. Meskipun proyek yang diusulkan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) untuk memperoleh PDF adalah pemrosesan akhir, dengan semangat keseimbanan hulu dan hilir lingkup PDF akan mencakup hal-hal yang perlu diperhatikan PJPK dari aspek teknis dan juga pembiayaan disisi hulu sehingga beroperasinya proyek KPBU di hilir sejalan dengan semangat di hulu dan berjalan secara harmonis.

Baca juga: Fasilitas Penyiapan Proyek

Lebih lanjut, melalui lingkup PDF yang lebih luas ini Pemerintah Pusat mendorong terciptanya layanan infrastruktur pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip-prinsip Quality Infrastructure Investment (QII). QII merupakan prinsip-prinsip yang disepakati dalam G20 yang perlu diperhatikan dalam upaya mewujudkan investasi pada pembangunan infrastruktur yang berkualitas melalui hal-hal yang dapat menarik sumber-sumber pembiayaan dalam menutup kekurangan pembiayaan infrastruktur, membangun aset infrastruktur yang berkelas dan dapat memaksimalkan dampak positif dari pembangunan infrastruktur sesuai dengan kondisi yang dihadapi masing-masing negara. Pemerintah pada prinsipnya dapat merumuskan kebijakan untuk mewujudkannya QII dengan memastikan aspek-aspek penting dari setiap prinsip serta perlunya memobilisasi pembiayaan dan mengelola kewajiban terkait mengingat pentingnya mobilisasi dari sumber keuangan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang berkualitas terutama dalam skala besar (OECD, 2020).

Berdasarkan kajian konsultan Direktorat PDPPI di tahun 2021 terkait Integrasi Pengelolaan Sampah di Hulu terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan enam (6) prinsip QII melalui PDF dalam pengelolaan sampah ini. Prinsip pertama, “Memaksimalkan dampak positif infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan”. Prinsip ini dapat diwujudkan melalui kegiatan peningkatan value chain sampah dan diharapkan investasi infrastruktur yang diaplikasikan menghasilkan infrastruktur yang berkualitas dengan memaksimalkan nilai positif untuk kegiatan ekonomi, sosial, serta dampak lingkungan. Prinsip kedua, yaitu: “Meningkatkan Efisiensi Ekonomi dalam Pandangan Biaya Siklus Hidup”, melalui integrasi pengelolaan sampah di hulu dan hilir maka akan mewujudkan efisiensi biaya siklus hidup melalui teknologi yang inovatif serta keberlanjutan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut, terkait dengan lingkungan, tentunya pengelolaan sampah perlu mempertimbangkan prinsip ketiga, yaitu “Mengintegrasikan Pertimbangan Lingkungan dalam Investasi Infrastruktur”, dengan memperhatikan dampak lingkungan dalam siklus proyek serta investasi yang dinyatakan secara transparan untuk semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah dari hulu sampai hilir. Kemudian, terkait dengan risiko tentunya pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah dari hulu ke hilir perlu memenuhi prinsip keempat QII, “Membangun Ketahanan Terhadap Bencana Alam dan Risiko Lainnya” melalui penerapan manajemen risiko atas bencana pada saat membangun infrastruktur termasuk seperti apa mekanisme pembiayaan dan asuransi atas bencana yang memadai dan hal ini akan mendorong infrastruktur yang memiliki ketahanan bencana (disaster resilience) yang memadai. Selanjutnya, prinsip kelima QII, yaitu, “Mengintegrasikan Pertimbangan Sosial dalam Investasi Infrastruktur” yang harus diperhatikan adalah layanan pengelolaan sampah dapat dinikmati semua warga tanpa terkecuali, prinsip inklusivitas serta memberikan kesempatan kerja yang sama bagi warga untuk berkontribusi dalam proyek-proyek pengelolaan sampah dimaksud. Terakhir, adalah prinsip “Memperkuat Tata Kelola Infrastruktur”, dimana merupakan prinsip keenam QII yang perlu dipastikan dalam membangun kepercayaan dari market dimana proses pengadaan badan usaha harus transparan dan tentunya yang terpenting memastikan tidak adanya praktek korupsi. Tata kelola yang baik tentunya perlu menjadi perhatian yang khusus bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang masih berjuang dalam memberantas korupsi.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat ditegaskan kembali bahwa PDF tidak hanya dimaksudkan untuk berhasil menyelesaikan kajian FBC proyek-proyek pengelolaan sampah secara parsial tetapi turut aktif dalam mewujudkan QII dalam menyediakan layanan pengelolaan sampah secara terintegrasi. Hal ini akan dapat menarik minat pasar domestik maupun internasional untuk dapat mengisi kesenjangan pembiayaan infrastruktur, dengan ini maka proyek-proyek pengelolaan sampah dapat diwujudkan untuk memberikan layanan pengelolaan sampah yang memadai dan berkelanjutan dalam upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Pemetaan aspek-aspek intervensi PDF terutama di sisi hulu dalam mewujudkan QII adalah langkah awal untuk memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kelestarian lingkungan dan pengurangan emisi karbon dalam jangka panjang sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement. Selanjutnya terkait hal-hal yang lebih mikro khususnya untuk aspek teknis perlu diperhatikan pihak-pihak atau stakeholders di sisi hulu dan bagaimana stakeholder management yang perlu dibangun untuk mewujudkan visi dan misi PDF khususnya di sektor pengeloaan sampah yang berkualitas secara efektif dan efisien. Dalam hal tertarik, pembaca dapat menyimak tulisan berikutnya terkait dengan hal tersebut yang rencananya akan diterbitkan pada bulan berikutnya.

 

Referensi:

  • Direktorat PDPPI (2021), Integrasi Pengelolaan Sampah di Hulu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dengan Pengolahan Sampah TPA Regional Piyungan Yogyakarta melalui Skema KPBU Tinjauan Sektor Sampah.
  • Direktorat PDPPI (2021), Tinjauan Sektor Pengelolaan Sampah.
  • OECD (2020), OECD Compendium of Policy Good Practices for Quality Infrastructure
  • Investment, www.oecd.org/finance/oecd-compendium-of-policy-good-practices-forquality-
  • infrastructure-investment.htm.
  • KLHK (2021), Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
  • Tempo (2021), Satu Orang Indonesia Hasilkan 0,68 Kilogram Sampah Per Hari, Juga Sampah Plastik,  https://tekno.tempo.co/read/1460843/satu-orang-indonesia-hasilkan-068-kilogram-sampah-per-hari-juga-sampah-plastik.
  • Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
  • Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
  • Peraturan Presiden No 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Samapah Sejenis Sampah Rumah Tangga.