Oleh: Zaki Vernando
Pada pertengahan tahun 2019, Bapak Joko Widodo selaku Presiden Indonesia menyampaikan informasi bahwa ibu kota Indonesia akan dipindahkan ke luar Pulau Jawa. Lokasi ibu kota baru yang dipilih merupakan wilayah yang mencakup sebagian besar wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.
Tim Kolaborasi Pemenang Sayembara PUPR. Sumber: IKN.go.id
Ide untuk melakukan pemindahan ibu kota negara ini bukan lah tanpa sebab, bahkan sebenarnya ide tersebut sudah muncul dari beberapa presiden sebelumnya, seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Bapak Soekarno, yang mana pada tahun 1957 Presiden Soekarno menggagas pemindahan Ibu Kota Negara ke Palangkaraya, saat meresmikan kota tersebut sebagai ibukota Kalimantan Tengah. Ide melakukan pemindahan ibu kota negara juga pernah disampaikan oleh Presiden Kedua Republik Indonesia, Bapak Soeharto, yang mana pada 1997, Presiden Soeharto mengeluarkan Keppres Nomor 1 Tahun 1997 Tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai kota mandiri, halmana dimaksudkan untuk pusat pemerintahan. Selain kedua presiden yang disebutkan sebelumnya, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden keenam Republik Indonesia, pada 2013 juga menyampaikan beberapa skenario, yaitu:
Baca juga: Ibu Kota Negara Baru : Integrasi Infrastruktur dan Kelestarian Alam
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) ini sendiri merupakan bagian dari strategi untuk pemerataan pembangunan di Indonesia, yang selama ini sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa. Selain itu, IKN juga membantu kondisi Jawa/Jakarta yang telah mengalami tekanan yang sangat besar terhadap daya dukung lingkungan yang harus dijaga sustainabilitasnya.
Langkah pemerataan pembangunan sudah dilakukan selama ini seperti pembangunan Tol di Sumatera, jalan kereta di Sulawesi, jalan dan jembatan di Papua, serta pembangunan pelabuhan dan airport di berbagai bagian Indonesia
Pada Januari 2022, pemerintah kemudian mengumumkan ”Nusantara” sebagai nama ibukota baru Republik Indonesia. Setelah itu, Undang-Undang nomor 3 tentang Ibu Kota Negara (UU-IKN) pun disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
Pemindahan ibu kota ini bukanlah yang pertama kali bagi Pemerintah Indonesia. Sebelumnya pun sudah pernah dilakukan pemindahan ibu kota:
1. Yogyakarta
Pada 4 Januari 1946, Indonesia melakukan pemindahan ibu kota ke daerah Yogyakarta. Proses pemindahan ibu kota tersebut terjadi beberapa bulan setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan.
Pemindahan ini dilakukan karena kondisi Jakarta sebagai ibu kota negara pada saat itu semakin tidak aman, hal mana pasukan Belanda datang kembali ke Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu dan berhasil menduduki Jakarta. Hal ini kemudian membuat Presiden Soekarno dan wakilnya, Bapak Mohammad Hatta menerima tawaran dari Sultan Hamengkubuwono IX untuk memindahkan pusat pemerintahan sementara ke Yogyakarta.
2. Bukittinggi, Sumatera Barat
Pada 19 Desember 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II yang membuat kondisi Yogyakarta sebagai ibu kota negara Indonesia pada saat itu jatuh ke tangan Belanda. Hal ini membuat Presiden Soekarno kemudian memilih Bukittinggi sebagai Ibu Kota Negara Indonesia di masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Alasan pemilihan Bukittinggi sebagai Ibu Kota ini adalah karena di sana ada Sjafrudin Prawiranegara yang memang disiapkan untuk memimpin PDRI jika para pemimpin pemerintahan tertangkap. Selain itu, kondisi geografis daerah Bukittinggi yang dikelilingi oleh benteng alam berupa gunung dan lembah juga menjadi alasan karena tentu akan dapat melindungi Ibu Kota dan sekaligus menjadi pertahanan dari serangan militer musuh.
Lokasi ibu kota baru yang dipilih merupakan wilayah yang mencakup sebagian besar wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. Alasan pemilihan wilayah ini sebagai ibu kota baru tertuang dalam hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas, yaitu karena kecilnya resiko bencana alam di wilayah tersebut, lokasi yang berada di tengah-tengah Indonesia, lokasi di dekat kota Balikpapan dan Samarinda yang sudah berkembang, adanya lahan yang telah dikuasai oleh pemerintah, serta penduduk di daerah Kalimantan Timur yang sangat heterogen dari berbagai suku dan memiliki risiko yang kecil terhadap munculnya konflik.
Strategi pembangunan IKN dilakukan secara bertahap (5 tahap sesuai UU IKN) mulai tahun 2022 hingga 2045 yang akan dirinci dalam rencana induk detail dan komprehensif. Setiap tahapan ini akan menjaga kelestarian alam (hutan, flora-fauna, dan biodiversity), inklusivitas dari aspek penduduk dan pelaksanaan pembangunan IKN akan menjadi bagian dari kondisi alam dan hutan di Kalimantan yang harmonis.
Tahap I (2022-2024)
Fokus pembangunan untuk kompleks Istana Kepresidenan, Perkantoran Pemerintah, Perumahan ASN dan personil Hankam, serta Telekomunikasi, Energi/Kelistrikan, dan Simpul Konektivitas/Transportasi
Tahap II (2025-2029)
Fokus pembangunan di ranah infrastruktur dan lingkungan (Bandara, bendungan, sistem pengelolaan air limbah domestik, dll), pengembangan kawasan IKN, perluasan kawan (perkantoran, kawasan industri, hotel, universitas, dll), serta pertahanan (Kemhan, Polri, BIN, BSSN).
Tahap III (2030 – 2034)
Fokus pembangunan di ranah infrastruktur dan lingkungan (sistem angkutan umum, pengelolaan air, dll), pengembangan kawasan IKN, perluasan beberapa kawasan (perkantoran, kawasan bisnis, kawasan industri, hotel, universitas, dll), serta pertahanan (Kemhan, Polri, BIN, BSSN).
Tahap IV (2035-2039)
Fokus pembangunan di ranah infrasruktur dan lingkungan (Kereta Api Regional, ekspansi sistem pengelolaan air limbah, pembangunan solar farm, dll), pengembangan 4 kawasan (KIPP tahap 2A, IKN Barat, IKN Timur, dan Kawasan Utara), perluasan beberapa Kawasan (perkantoran, Kawasan bisnis, kawasan industri, hotel, universitas, dll), serta pertahanan (Kemhan, Polri, BIN, BSSN).
Tahap V (2040-2045)
Fokus pembangunan infrastruktur dan lingkungan (infrastruktur dan transportasi tahap akhir, pengembangan potensi bendungan multi guna,
Fokus pembangunan 2022-2024 adalah membentuk badan Otorita yang akan melakukan proses perencanaan, penganggaran, dan pembangunan - dengan bekerja sama dengan K/L terkait.
Pembangunan IKN ini merupakan salah satu proyek prioritas strategis yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Indikasi nominal kebutuhan pendanaan IKN yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 sebesar Rp466 triliun yang dibagi menjadi 3 (tiga) indikasi pendanaan, yaitu: APBN sebesar Rp90,4 triliun, Badan Usaha/Swasta sebesar Rp123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp252,5 triliun. Namun, perlu menjadi catatan bahwa angka yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 ini masih bersifat indikasi, seiring dengan perkembangan pembahasan perencanaan pembangunan IKN yang dilakukan oleh Bappenas dan kementerian sektor, angka kebutuhan pendanaan dan indikasi skema pendanaan tersebut masih ada kemungkinan untuk berubah, terlebih saat ini Pemerintah masih fokus kepada penanganan pandemi covid, dan konsolidasi fiskal nasional di tahun 2023.
Menindaklanjuti RPJMN 2020-2024 mengenai rencana proyek IKN, dalam UU IKN, disebutkan bahwa sumber pendanaan pembangunan IKN akan terdiri dari APBN dan non APBN. Dimana untuk sumber APBN akan dibahas dalam penyusunan APBN, dan berfokus pada infrastruktur dasar dan kompleks pemerintahan utama. APBN juga digunakan untuk menjadi katalis untuk menarik dana swasta dalam pembangunan IKN secara hati-hati dan akuntabel. Sedangkan sumber non APBN tetap dibuka dalam rangka mendukung pendanaan pembangunan IKN dengan maksud untuk mengurangi beban APBN untuk membangun IKN.
Dalam lampiran II UU IKN mengenai skema pendanaan IKN, skema-skema yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur dan/atau layanannya untuk kepentingan umum mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Berikut beberapa kisah-kisah sukses proyek dengan menggunakan pembiayaan KPBU:
1. Proyek Palapa Ring
Proyek Palapa Ring adalah proyek pembangunan jaringan tulang punggung serat optik nasional (broadband) yang dimaksudkan sebagai tulang punggung (backbone) bagi sistem telekomunikasi nasional yang menghubungkan semua Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Proyek ini merupakan proyek KPBU pertama dalam sektor telekomunikasi sekaligus proyek KPBU pertama yang menggunakan skema availability payment dengan Menteri Kominfo sebagai PJPK nya. Masa konsesi proyek 15 tahun setelah COD. Proyek ini terdiri atas 3 (tiga) paket, yaitu:
Proyek Palapa Ring dapat dikatakan cukup sukses dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek. Komitmen PJPK dalam hal ini Menteri Kominfo menjadi faktor utama kesuksesan Proyek. Tim KPBU memiliki akses langsung kepada Menteri Kominfo, sehingga debottlenecking dalam setiap tahapan proyek bisa diselesaikan dengan cepat melalui kebijakan/respon yang tepat. Ketersediaan dana USO sebagai sumber pembayaran AP Proyek juga turut memberikan daya tarik yang cukup besar bagi pihak swasta karena adanya kepastian pengembalian investasi proyek.
2. Proyek SPAM Umbulan
Mata air Umbulan yg terletak di Kota Pasuruan merupakan salah satu sumber air yang berkualitas di dunia. Pemanfaatan mata a ir ini sudah dimulai sejak Pemerintahan Hindia Belanda dan kembali dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1988. Pada tahun 2000, Proyek ini mulai disiapkan melalui skema KPS (KPBU) dan ditetapkan menjadi showcase project KPS (KPBU) pada tahun 2010 dengan nama Proyek SPAM Umbulan.
Proyek ini melewati 5 kabupaten/kota di Jawa Timur sehingga nilai investasi Proyek mencapai Rp. 4,495 miliar, dengan Gubernur Jawa Timur sebagai PJPK nya. Masa konsesi proyek adalah 25 tahun setelah COD. Proyek ini adalah proyek pertama yang mendapatkan Dukungan Kelayakan (VGF).
Proyek ini juga mendapatkan Fasilitas Penyiapan Proyek (PDF) dari Kementerian Keuangan dalam penyiapan prastudi kelayakan dan dan pendampingan transaksi hingga mencapai financial close.
Skema KPBU ini merupakan alternatif pendanaan bagi penyediaan infrastruktur untuk meningkatkan belanja modal dengan kerja sama antara publik dan private sector. Dalam pembangunan IKN, skema KPBU ini menjadi salah satu skema pembiayaan yang diprioritaskan, hal mana skema yang dapat dilaksanakan di antaranya:
Melalui skema KPBU ini, diharapkan dukungan untuk pembangunan IKN menjadi semakin maksimal kedepannya.
Melalui skema KPBU ini, diharapkan dukungan untuk pembangunan IKN menjadi semakin maksimal kedepannya.