1st Infrastructure Working Group (IWG) Meeting G20 - Manfaat Nyata Bagi Indonesia


Oleh: Angella Aprillia

Pembimbing: Slamet Rona Ircham

G20 atau Group of Twenty merupakan sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia yang terdiri dari 19 (sembilan belas) negara dan 1 (satu) lembaga Uni Eropa. G20 dibentuk pada tahun 1999 dengan tujuan untuk mendiskusikan kebijakan-kebijakan dalam rangka mewujudkan stabilitas keuangan internasional. Forum G20 memiliki posisi strategis karena secara kolektif merupakan representasi dari 85% (delapan puluh lima persen) perekonomian dunia, 80% (delapan puluh persen) investasi global, 75% (tujuh puluh lima persen) perdagangan internasional, dan 60% (enam puluh persen) populasi dunia.

Infrastucture Working Group

Baca juga: Indonesia sebagai Presidensi G20 2022: Peluang Besar??

Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 pada tahun 2022 mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger". Melalui tema tersebut, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022 telah dimulai salah satunya melalui pembahasan kelompok kerja infrastruktur atau Infrastructure Working Group (IWG) pada tanggal 20 Januari 2022. IWG merupakan salah satu kelompok kerja dalam jalur keuangan (finance track) G20 yang secara spesifik membahas mengenai agenda prioritas bidang infrastruktur. Pada pertemuan IWG pertama tersebut, Presidensi Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR sebagai IWG Presidensi Chair, menyampaikan 6 (enam) agenda prioritas IWG dalam Presidensi G20 Indonesia 2022, yaitu meningkatkan investasi infrastruktur berkelanjutan dengan mendorong partisipasi sektor swasta; menekankan peran infrastruktur dalam mendorong inklusi sosial dan mengurangi kesenjangan antar daerah; meningkatkan investasi infrastruktur digital dan penggunaan teknologi dalam infrastruktur; mendorong infrastruktur transformatif pasca COVID-19; menerapkan indikator Quality Infrastructure Investment (QII); dan memperbarui tata kelola Global Infrastructure Hub.

Penyelenggaraan IWG dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 merupakan momentum bagi Indonesia untuk mempromosikan investasi infrastruktur digital yang berkelanjutan, inklusif, adil, terjangkau, dan dapat diakses oleh semua negara untuk mendukung negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah. Indonesia mengambil peran kepemimpinan dalam pembahasan agenda infrastruktur yang bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan pembangunan prioritas nasional, terutama dalam penanganan perubahan iklim dan digital backbone, serta mendorong investasi infrastruktur yang berkelanjutan untuk menutup kesenjangan infrastruktur di daerah. Oleh karena kepentingannya tersebut, seluruh masyarakat Indonesia didorong untuk terlibat dan ikut serta dalam penyelenggaraan IWG dan menjadikan momentum ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kuat dengan kemampuan adaptasi yang tinggi.

Secara garis besar dapat dijabarkan bahwa hasil pertemuan IWG pertama berkaitan dan bermanfaat bagi kegiatan dalam negeri (domestik) Indonesia yang menekankan pada pentingnya peningkatan investasi infrastruktur yang berkelanjutan, penyediaan infrastruktur yang inklusif dan resilient, serta pemanfaatan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan jangka panjang guna membantu pemulihan ekonomi nasional. Kegiatan domestik Indonesia yang dimaksud antara lain dapat dijalankan dengan agenda integrasi investasi infrastruktur dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG), pembangunan infrastruktur di daerah, dan pembiayaan infrastruktur digital atau digital infrastructure financing.

Infrastruktur Berkelanjutan Melalui Penerapan ESG

Sebagai pemegang presidensi G20 tahun 2022, Indonesia mempunyai kepentingan untuk menyuarakan prinsip-prinsip investasi infrastruktur yang berkualitas melalui ketahanan yang lebih besar, kualitas yang lebih tinggi, dan keberlanjutan yang lebih baik dari sistem infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk memanfaatkan infrastruktur yang inklusif. Salah satu prinsip yang dimaksud adalah prinsip ESG dalam rangka mencapai 4 (empat) aspek utama masa depan pembangunan proyek infrastruktur, yaitu mendorong pembiayaan hijau; infrastruktur inklusif; ketahanan dan infrastruktur yang berkelanjutan; dan optimalisasi pemanfaatan teknologi.

Prinsip ESG semakin populer digunakan oleh para investor tingkat global maupun regional, dan juga nasional dengan diperkenalkannya keuangan berkelanjutan (sustainable finance), dimana prinsip ESG menjadi salah satu pertimbangan dasar dalam pengambilan keputusan investasi. Prinsip ESG merujuk pada 3 (tiga) faktor sentral pengukuran dampak keberlanjutan dalam pengambilan keputusan investasi. Ketiga faktor sentral tersebut adalah lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik.

Pertama melalui faktor lingkungan, investor mempertimbangkan bagaimana perusahaan bekerja dengan cara yang ramah lingkungan. Kinerja perusahaan yang ramah lingkungan dapat tercermin dalam pengelolaan limbah yang tidak menganggu lingkungan dan penggunaan energi yang seminim mungkin. Kedua melalui faktor sosial, investor mempertimbangkan bagaimana perusahaan mengelola hubungan kerja dengan para stakeholder (karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat). Hubungan kerja yang baik antara perusahaan dan para stakeholder-nya, antara lain tercermin melalui penyediaan fasilitas kerja yang nyaman sesuai kebutuhan karyawan dan penerapan pendekatan customers relation management yang menganggap pelanggan sebagai mitra perusahaan. Dan ketiga melalui faktor tata kelola yang baik, investor mempertimbangkan bagaimana perusahaan membangun kepemimpinan yang mampu menjalankan prinsip tata kelola yang baik. Prinsip tersebut dapat diwujudkan perusahaan melalui tindakan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif.

Dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19 saat ini, Pemerintah semakin menyadari pentingnya menawarkan investasi yang lebih menarik dan iklim usaha yang meningkat kepada para calon investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur dalam negeri. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk mempertimbangkan alternatif proyek infrastruktur dalam mengelola dampak dan mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam investasi infrastruktur.

Pembangunan Infrastruktur di Daerah

Infrastruktur berperan penting dalam mencapai dampak ekonomi yang maksimal, positif, dan berjangka panjang, khususnya dalam konteks recovery dari pandemi COVID-19 saat ini. Pandemi COVID-19 telah menciptakan dan memperlebar kesenjangan antar daerah yang lebih tinggi dalam hal akses pembiayaan dan layanan penting, yang disebabkan oleh dampak krisis yang tidak merata. Ketimpangan dan tingkat kemiskinan telah memburuk di banyak negara dan tingkat utang yang telah meningkat tajam mengakibatkan akses yang tidak setara oleh kelompok rentan dan daerah yang kurang terlayani terhadap dukungan fiskal dan investasi yang diperlukan untuk pulih dari krisis. Untuk mengatasinya, sangat penting bagi sektor publik dan swasta untuk meningkatkan inklusi sosial dengan memobilisasi investasi infrastruktur inklusif secara efektif. Lebih lanjut, fokus juga perlu diarahkan kepada infrastruktur berkelanjutan, yang dapat secara signifikan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan jangka panjang untuk membantu pemulihan COVID-19 serta memenuhi target iklim global pada tahun 2030 dan 2050.

Sebagai salah satu upaya mengakselerasi perekonomian di daerah, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 5 Januari 2022. UU HKPD memuat agenda reformasi terkait pemulihan dan keberlanjutan ekonomi nasional, dimana daerah memiliki peran strategis dalam mendukung reformasi perekonomian nasional dengan menjaga momentum pemulihan jangka pendek dan jangka menengah.

Agenda reformasi yang dimaksud mencakup reformasi struktural melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pembukaan lapangan kerja yang berkualitas; reformasi fiskal melalui penganggaran yang mengarah kepada zero-based budgeting, pendekatan spending better, perpajakan, dan pembiayaan yang inovatif; dan reformasi sektor keuangan melalui penguatan fundamental daya tahan sektor keuangan nasional, peningkatan daya saing pasar keuangan domestik sebagai tujuan investasi sektor keuangan, dan penyegaran regulasi yang dapat beradaptasi dengan perubahan arsitektur sektor keuangan. Selain itu, reformasi juga dapat dilakukan dengan memperkuat sistem kesehatan dalam menghadapi potensi living with endemic, mendorong pemulihan daya beli masyarakat, serta mengeliminasi scarring effect.

UU HKPD mendorong pemerintah daerah untuk bekerja lebih optimal dalam memberikan layanan publik, serta meningkatkan harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelayanan publik yang lebih optimal diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur di daerah untuk meningkatkan akses masyarakat kepada pelayanan dasar dan meningkatkan produktivitas serta daya saing. Sedangkan peningkatan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwujudkan melalui sinergi fiskal nasional, sehingga target-target pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi dapat lebih mudah dicapai dengan cara yang lebih efektif dan efisien.

Dalam APBN tahun 2022, Pemerintah telah menetapkan alokasi belanja negara sebesar Rp2.714,2 triliun dan pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 triliun. Dari total tersebut, sebesar Rp769,6 triliun atau sekitar 28,35% (dua puluh delapan koma tiga puluh lima persen) dari belanja negara dialokasikan untuk Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Dengan adanya UU HKPD, alokasi anggaran TKDD diharapkan dapat lebih dioptimalkan agar masyarakat di daerah dapat merasakan manfaat dari APBN.

Digital Infrastructure Financing dan InfraTech

Secara umum, infrastruktur digital memungkinkan terjadinya ketahanan ekonomi global pada tahun 2020 yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan lebih lanjut dan inklusi sosial di masa depan. Pandemi COVID-19 yang dihadapi dunia telah mempercepat proses digitalisasi dan otomatisasi yang memungkinkan komunikasi dan kegiatan-kegiatan lainnya tetap bisa berjalan tanpa adanya kontak fisik, melalui konektivitas digital (jaringan broadband dan 4G/5G) dan integrasi teknologi dalam infrastruktur. Selain itu, perubahan iklim dan urbanisasi yang cepat menambah tekanan dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kemampuan negara untuk menghadirkan “infrastruktur untuk tahun 2050”. Untuk mencapai hal-hal tersebut, diperlukan transformasi dalam bagaimana cara sebuah infrastruktur dikembangkan, dibiayai, dan disampaikan, dan InfraTech memiliki peran untuk memainkan transformasi ini.

InfraTech memiliki potensi untuk membantu tercapainya prioritas infrastruktur jangka panjang, antara lain menjembatani kesenjangan investasi infrastruktur, memungkinkan kesiapsiagaan terhadap pandemi, dan memungkinkan mitigasi dan adaptasi iklim. Pertama, InfraTech menarik investor swasta dengan data dan transparansi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan dan penurunan biaya overruns selama konstruksi dan operasi, dimana potensi ini sangat penting bagi negara berkembang untuk menutup kesenjangan investasi di wilayahnya. Kedua, InfraTech memungkinkan infrastruktur menjadi lebih tahan terhadap bencana dan pandemi di masa depan dengan memastikan pengoperasian infrastruktur yang berkelanjutan, melalui penerapan pada fase peringatan, manajemen, dan pemulihan. Ketiga, penggunaan teknologi (baik digital maupun non digital) mendukung kemampuan infrastruktur untuk menghilangkan karbon.

Di Indonesia sendiri, pandemi COVID-19 menjadi momentum terbukanya tabir kondisi infrastruktur digital Indonesia, yang mana dapat dikatakan bahwa Indonesia tertinggal dalam melakukan transformasi digital. Sebagai contoh, saat anak-anak harus belajar secara daring (online), masih banyak lokasi di Indonesia yang ternyata tidak memiliki jaringan internet yang memadai. Dari total 83.218 desa/kelurahan di Indonesia, 12.548 di antaranya belum terjangkau sinyal 4G dan mayoritasnya adalah desa/kelurahan di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah menyatakan bahwa COVID-19 tidak boleh menghambat kelanjutan pembangunan nasional khususnya infrastruktur digital, melainkan harus mengakselerasi transformasi digital melalui migrasi aktivitas masyarakat dari ruang fisik ke ruang digital.

Kesimpulan

Pertemuan IWG pertama pada tanggal 20 Januari 2022 telah menjadi pembuka rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022. Dimana hasil pertemuan IWG pertama tersebut menekankan pada pentingnya investasi infrastruktur berkelanjutan, infrastruktur inklusif dan resilient, dan pemanfaatan teknologi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang diyakini dapat memberikan manfaat bagi kegiatan domestik Indonesia.

Momentum Indonesia sebagai pemegang presidensi saat ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk menduniakan dan mempromosikan 6 (enam) agenda prioritas pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui beberapa fokus kebijakan. Fokus kebijakan yang dimaksud, antara lain berupa pembangunan infrastruktur di daerah untuk menghilangkan gap, penerapan prinsip ESG dan indikator QII dalam investasi infrastruktur, serta peningkatan investasi kepada infrastruktur digital dan peningkatan adopsi InfraTech.