Manfaat G20 untuk Investasi Infrastruktur di Indonesia


Sebuah Laporan dari Gelaran Keempat Infrastructure Working Group (IWG) Presidensi Indonesia

Oleh: Sevi Wening Perwitasari

Kota Yogyakarta menjadi perhentian terakhir gelaran Kelompok Kerja Infrastruktur (Infrastructure Working Group - IWG) pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.  Pada 14-16 September 2022, IWG keempat telah dilaksanakan secara hybrid, dimana perwakilan dari dua puluh negara anggota G20 dan para undangan (invited member) melakukan serangkaian diskusi dalam rangka menyusun deliverables (hasil kerja) bidang infrastruktur yang akan dibawa untuk mendapatkan persetujuan dalam Forum Menteri Keuangan dan Bank Sentral (FMCBG) pada bulan Oktober. Hingga putaran keempat, beberapa keluaran telah final, sementara beberapa topik masih dalam proses pemufakatan di antara para perwakilan negara peserta. Sebagai pemegang Presidensi, Indonesia mendorong berbagai agenda terkait infrastruktur untuk menjadi perhatian dan bagian penting dalam roadmap keputusan G20. Satu arah yang pasti, Presidensi Indonesia berusaha untuk terus mendapatkan dukungan internasional dalam isu-isu pemulihan dunia, termasuk dalam urusan pembangunan infrastruktur. 

Manfaat G20

Secara khusus, IWG sebagai salah satu kelompok kerja jalur keuangan (finance track) mendorong para negara anggota untuk bersinergi dan berdialog  menyusun saran kebijakan terkait pembangunan, pembiayaan, dan investasi infrastruktur yang berkualitas untuk mengamankan penyediaan layanan infrastruktur dasar yang inklusif, berkelanjutan, dan tangguh bagi semua. Hal ini juga merupakan bagian dari kelanjutan komitmen presidensi-presidensi sebelumnya yang telah membahas isu-isu pembangunan infrastruktur untuk menangani disparitas dan kesenjangan sosial di seluruh dunia. Namun demikian, program IWG saat ini disusun secara khusus untuk melihat kembali peran pembiayaan infrastruktur dalam pemulihan pasca pandemi. Dari situlah dapat dilihat bahwa untuk pulih bersama dan tumbuh lebih kuat, partisipasi swasta dalam pembangunan dan investasi infrastruktur menjadi penting.

Lantas apa manfaat dari gelaran ini bagi Indonesia? Forum G20 telah berperan nyata menjadi katalis dalam berbagai isu fiskal dan perekonomian. Dari sisi infrastruktur, setidaknya enam agenda utama menjadi sorotan dalam perjalanan kerja kelompok infrastruktur antara lain sebagai berikut.

1. Meningkatkan investasi infrastruktur yang berkelanjutan dengan memanfaatkan partisipasi sektor swasta

Dalam diskusi Kelompok Kerja Infrastruktur, para negara anggota memiliki satu garis besar pandangan yang melihat bahwa infrastruktur berdampak secara positif dalam pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan jangka panjang, termasuk setelah dunia menghadapi krisis COVID-19. Berangkat dari premis tersebut dan adanya kebutuhan partisipasi negara-negara di dunia untuk memenuhi target iklim global dan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, dorongan agar investasi infrastruktur disiapkan, didesain, dan dikelola secara berkelanjutan menjadi semakin tinggi. IWG yang berfokus di area pengembangan proyek dengan melihat perspektif investor kemudian bekerja sama dengan Global Infrastructure Hub, GIF/World Bank Group, dan OECD untuk menyusun kerangka kerja (framework) tentang cara terbaik memanfaatkan partisipasi swasta dalam peningkatan infrastruktur berkelanjutan. Sejak IWG pertama hingga IWG keempat, penyusunan kerangka kerja ini cukup dinamis dengan melibatkan banyak ahli, investor, MDBs, dan pelaku pembiayaan infrastruktur. 

Hingga akhirnya pada pertemuan IWG pada 15 September lalu, telah dikembangkan Kerangka Kerja dengan empat pilar utama yang penting bagi upaya mengungkit partisipasi swasta secara optimal dalam investasi infrastruktur yakni: i) Prioritas dan target infrastruktur nasional jangka panjang; ii) Definisi dan data infrastruktur berkelanjutan; iii) Lingkungan yang mendukung implementasi; dan iv) Inovasi keuangan dan teknologi. Keempat pilar utama tersebut akan diturunkan dalam beberapa rencana aksi yang kemudian akan difinalkan dalam pertemuan FMCBG di bulan Oktober. Meskipun penerapan kerangka kerja ini bersifat non-binding, kerangka ini diyakini dapat bermanfaat bagi anggota G20 dan terutama bagi negara berkembang untuk menyusun strategi kebijakan pengelolaan investasi yang komprehensif, dapat diimplementasikan dari sisi praktik maupun institusional dan berorientasi pada aspek keberlanjutan (sustainable). Hal ini juga dapat membantu Indonesia dalam menyusun rencana pembiayaan proyek dan investasi yang saat ini diarahkan untuk mengedepankan kreativitas, inovasi, dan optimalisasi pembiayaan hijau untuk pengelolaan fiskal yang berkesinambungan.

2. Meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan subnasional

Di agenda kedua ini, Kelompok Kerja Infrastruktur berupaya untuk menekankan pentingnya mengurangi ketimpangan sosial antar wilayah, yang berisiko meningkat akibat adanya pandemi. Ketidakmerataan dampak krisis dan kemampuan negara untuk mengatasinya, dapat mempengaruhi kemampuan perekonomian negara tersebut untuk mendorong pasar pembiayaan infrastruktur. Dukungan fiskal dan investasi menjadi kunci dalam pemulihan krisis tersebut, dan IWG kemudian memfokuskan eksplorasi pada dua tema prioritas hasil kerja yakni terkait dengan: i) integrasi inklusivitas sosial dan gender dalam pembangunan infrastruktur ekonomi; serta ii) mobilisasi pembiayaan untuk kawasan perkotaan dan regional, baik di negara maju maupun berkembang. 

Terkait dengan isu gender dan inklusivitas sosial, Bank Dunia telah menyusun laporan yang berisi temuan awal tentang isu gender dan pendekatan inklusif dalam partisipasi swasta pada pembangunan infrastruktur. Berdasarkan temuan awal, disampaikan bahwa penanganan isu gender dan inklusivitas memerlukan dorongan kebijakan dan regulasi yang memadai dari Pemerintah, agar dapat meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan lainnya. MDBs dapat berperan memberikan dukungan dan asistensi kepada Pemerintah, baik di sisi pembangunan kebijakan maupun di level proyek. Dengan demikian, Pemerintah dapat meningkatkan partisipasi swasta dan lender dalam pembangunan infrastruktur yang inklusif, misalnya melalui aturan pengadaan atau kebijakan lainnya. Hasil temuan ini direncanakan akan dipublikasikan dalam waktu dekat agar dapat memberikan perspektif dan manfaat bagi pemangku kepentingan di seluruh dunia, termasuk bagi Indonesia yang saat ini sedang mendorong inklusivitas dalam berbagai paket kebijakan.

Agenda prioritas kedua yakni mengenai pengembangan infrastruktur regional (subnational), yang merupakan kelanjutan dari topik yang telah diinisiasi Presidensi Italia di tahun 2021. IWG pada Presidensi Indonesia tahun 2022 lebih fokus mendorong pengembangan diskusi untuk dapat membangun perangkat kebijakan (policy toolkit) yang dapat mengoptimalkan pembiayaan investasi infrastruktur regional. Dibantu oleh ADB dan OECD, perangkat kebijakan disusun dengan memperhatikan praktek-praktek yang telah disusun sebelumnya serta memberikan keleluasaan bagi pengguna perangkat untuk menyesuaikan konteks kebijakan (di level nasional dan/atau subnasional) agar dapat meningkatkan inklusivitas investasi infrastruktur. Salah satu proyek yang menjadi milestone penerapan KPBU di Indonesia, proyek SPAM Umbulan, adalah satu dari beberapa studi proyek yang menjadi referensi dalam penyusunan toolkit ini. Lebih lanjut, perangkat ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat dalam optimalisasi dan eksplorasi skema-skema pembiayaan, melalui penyediaan lebih banyak case study yang dapat membantu memberikan referensi tentang implementasi berbagai pilar. Dengan demikian, setelah policy toolkit ini mendapatkan endorsement pada forum FMCBG, penerima manfaat termasuk Indonesia dapat memperoleh akses penggunaan referensi praktis yang dapat membantu perancangan kebijakan investasi publik yang merata di level subnasional.

3. Meningkatkan Investasi Digital dan InfraTech

Agenda pembahasan ini merupakan kelanjutan dari Presidensi Saudi Arabia yang mengangkat isu InfraTech pada tahun 2020, dan dilanjutkan pada Presidensi Italia tahun 202,1 hingga Presidensi Indonesia saat ini. IWG pada tahun ini, telah menyusun cetak biru peningkatan pembiayaan dan pengembangan Infratech dengan dukungan dari GI Hub sebagai hasil dari putaran ketiga pertemuan IWG. Cetak biru ini diharapkan dapat menjadi milestone lanjutan dari diskusi-diskusi sebelumnya dan didesain untuk dapat memberikan informasi yang memadai tentang kemajuan Infratech, kemungkinan-kemungkinan adopsi InfraTech dan infrastruktur digital secara sektoral yang dapat mendorong inklusi sosial, serta alternatif-alternatif yang dapat meningkatkan pembiayaan InfraTech dan teknologi digital. 

Adapun pada pertemuan keempat ini, Kelompok Kerja Infrastruktur memfokuskan pembahasan terkait dengan kompendium studi kasus pembiayaan pembangunan infrastruktur digital. Dengan dukungan dari AIIB, yang juga telah mengadakan seminar tingkat tinggi tentang tren pembiayaan infrastruktur digital, pada putaran ini pendekatan dua arah dilakukan untuk menghasilkan pemilihan atas 10 studi kasus yang relevan dalam penyusunan kebijakan pembiayaan infrastruktur digital dan infraTech bagi negara berkembang dan negara anggota G20. Narasi tentang kebaruan dan inovasi pada sektor ini juga akan dimuat dalam Kompendium yang akan disahkan pada forum FMCBG. Isu spesifik terkait privasi dan cybersecurity juga menjadi salah satu perhatian dalam kompendium yang disusun. Dengan adanya hasil pertemuan ini, Indonesia dapat memanfaatkan hasil studi untuk melihat kembali susunan dan kerangka kebijakan pengembangan infrastruktur digital, termasuk skema-skema pembiayaan yang dapat dimungkinkan agar pemerataan akses teknologi, keamanan data, dan privasi pengguna layanan infrastruktur dapat terus ditingkatkan secara optimal. Replikasi atas studi yang telah dirangkum dalam kompendium juga dapat mendorong efisiensi dalam desain skema pembiayaan.

4. Memajukan Infrastruktur Transformatif Pasca COVID-19

Agenda ini secara khusus terkait dengan pemanfaatan Infra Tracker, sebuah alat ukur hasil Presidensi Italia yang dikelola melalui GI Hub. Pengukuran ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang jumlah investasi infrastruktur yang telah dikeluarkan oleh negara-negara anggota G20 pada lima sektor yang dinilai transformatif dan menilai hasil dari investasi yang telah dilakukan. Lima sektor yang termasuk dalam pelacakan Infra Tracker antara lain kelestarian lingkungan, inklusivitas, ketahanan, digital/InfraTech, dan R&D. Pada masa Presidensi Indonesia, Infra Tracker telah berkembang menjadi Infra Tracker 2.0 dan diskusi di IWG keempat diarahkan untuk memperoleh pertimbangan para anggota tentang perluasan sektor pelacakan ke infrastruktur sosial dan kesehatan serta tambahan penilaian tentang area investasi mana yang paling berdampak. Hal-hal tersebut akan dimintakan dukungan pada forum FMCBG agar program dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Dengan adanya kesinambungan Infra Tracker, Indonesia dan negara-negara anggota dapat memperoleh gambaran hasil investasi publik sehingga dapat melakukan prioritisasi investasi di tengah keterbatasan fiskal dengan berbasis data.

5. Menyusun Indikator Investasi Infrastruktur yang Berkualitas

Prinsip-prinsip Investasi Infrastruktur yang Berkualitas (Quality Infrastructure Investment), yang selama ini populer dengan istilah QII, nyatanya telah menjadi bagian penting dari hasil forum G20. Melalui IWG Presidensi Indonesia, pekerjaan untuk mendorong optimalisasi penerapan prinsip-prinsip QII dengan menyusun indikator-indikator pemenuhan prinsip QII dalam pembangunan infrastruktur telah dilakukan. Sejak pertemuan IWG pertama, rencana penyusunan indikator QII ini diarahkan agar bersifat non-binding, tidak preskriptif, dan dapat disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan negara masing-masing. Didukung oleh IFC, telah disusun dan dipublikasikan Kompendium Indikator QII sebagai hasil dari pertemuan IWG ketiga. Pada pertemuan keempat ini, diskusi diarahkan untuk mengeksplorasi aplikasi indikator QII pada proyek-proyek infrastruktur yang telah ada termasuk berdialog terkait pengembangan dari sisi metodologi. Salah satu proyek yang akan dijadikan pilot dalam eksplorasi penerapan standar QII ini adalah proyek KPBU di Indonesia yakni proyek Perkeretaapian Makassar-Parepare. Berdasarkan hasil diskusi, India sebagai pemegang Presidensi G20 tahun 2023, juga telah menyampaikan dukungannya untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada masa Presidensi mereka. Dengan perkembangan ini, Indonesia yang saat ini telah menerapkan prinsip QII dalam penyiapan infrastruktur skema KPBU berpeluang memetik manfaat nyata melalui penggunaan indikator sebagai ukuran kualitas dalam pemberian fasilitas penyiapan proyek.

6. Memperbaharui Tata Kelola Global Infrastructure Hub

Sejak didirikan pada tahun 2014, GI Hub terus berkembang dengan berbagai mandat dari G20 yang menjadikan GI Hub sebagai salah satu partner utama dalam penyelesaian isu-isu global yang menjadi agenda G20, terutama terkait dengan infrastruktur. Mandat GI Hub akan berlangsung hingga akhir 2024, dan oleh karenanya diskusi tentang peningkatan tata kelola yang berkelanjutan bagi GI Hub menjadi penting. Hingga putaran keempat IWG, telah disusun skenario-skenario optimalisasi tata kelola GI Hub baik dari sisi legal, pendanaan, hingga isu-isu independensi. Laporan akhir dan rekomendasi direncanakan untuk disampaikan pada forum FMCBG untuk mendapat persetujuan.

Baca juga: Global Infrastructure Hub (GIH) dan Penyediaan Infrastruktur

Dari berbagai agenda pembahasan di IWG keempat, terlihat bahwa Presidensi G20 Indonesia pada tahun ini membawa cukup banyak manfaat, terutama dari sisi pengembangan kebijakan pembiayaan infrastruktur. Peran nyata G20 telah membantu para pengambil kebijakan untuk mendapatkan perspektif global dalam upaya perolehan investasi infrastruktur yang optimal dan kualitas layanan yang berdaya saing bagi publik. Meskipun pandemi telah memberikan dampak yang signifikan bagi fiskal Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia, ketahanan global masih mampu membawa harapan pertumbuhan ekonomi di masa depan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur tetap tidak dapat ditinggalkan di tengah adanya kebutuhan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Diharapkan dengan hasil kerja IWG, dukungan dari forum FMCBG, dan langkah konkret dalam penyusunan dan implementasi kebijakan negara-negara anggota G20, dapat mewujudkan cita-cita pembangunan dan pemulihan serta pertumbuhan ekonomi yang lebih tangguh.

 

Referensi: