Hubungan antar Komponen dalam Studi Penyiapan Proyek KPBU


1. Penyediaan Infrastruktur di Indonesia

Pembangunan infrastruktur saat ini telah menjadi agenda prioritas nasional. Dalam dokumendokumen RPJMN, Renstra, dan RKP telah disebutkan target, kebutuhan investasi, dan pendanaan infrastruktur selama tahun 2015-2019.Kebutuhan total investasi untuk pembangunan infrastruktur 2015-2019 yaitu sebesar 4.796 triliun rupiah. Alokasi kebutuhan total investasi tersebut bersumber dari APBN sebesar 29,88 persen, APBD sebesar 11,37 persen, BUMN sebesar 22,23 persen, dan swasta sebesar 36,52 persen. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan swasta mampu untuk berkontribusi untuk menutupi kesenjangan pendanaan infrastruktur selama 2015-2019. Oleh karena itu, Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi salah satu skema yang diharapkan untuk dapat berkontribusi di dalam pembangunan infrastruktur.

Dalam penyediaan infrastruktur, terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu yang berdasarkan supply driven dan demand driven. Penyediaan infrastruktur secara tradisional atau yang umum dilakukan yaitu menggunakan pendekatan supply driven. Dalam hal ini, berarti Pemerintah menyediakan infrastruktur sebagai bagian dari kewajiban penyediaan layanan umum (public service obligations) agar masyarakat dapat menjalankan kehidupan sosial ekonomi mereka. Sedangkan pendekatan demand driven berarti penyediaan infrastruktur didasarkan atas adanya kebutuhan atau permintaan dari calon pengguna atau konsumen. Pendekatan demand driven biasanya muncul untuk proyek-proyek yang diinisiasi oleh swasta atau berpeluang untuk dikerja samakan dengan pihak swasta.

Dengan berkembangnya kebutuhan penyediaan layanan infrastruktur, maka Pemerintah dihadapkan pada 2 tantangan utama yaitu: 1) penyediaan dana untuk membangun dan mengoperasikan dan 2) meningkatkan efisiensi penyediaan layanan infrastruktur. Untuk itulah Pemerintah mengembangkan opsi penyediaan (delivery options) yang dapat memberikan solusi terhadap kedua tantangan tersebut. Salah satu opsi adalah melalui KPBU. Perlu ditegaskan disini bahwa KPBU merupakan implementasi dari kewajiban penyediaan layanan umum oleh Pemerintah sehingga hanya layanan yang wajib disediakan Pemerintah yang dapat di-KPBUkan. Karena merupakan kewajiban Pemerintah, ini juga berarti bahwa KPBU dapat menggunakan dana publik (APBN/APBD) baik sebagian maupun keseluruhannya. Sedangkan pelibatan Swasta atau Badan Usaha didasarkan pada nilai manfaat (value for money - VfM) dari keterlibatannya dalam penyediaan layanan umum tersebut.

2. Penyediaan Infrastruktur melalui Skema KPBU

KPBU, dalam pengertian yang lebih luas, telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1970-an, terutama untuk infrastruktur jalan tol. Meskipun skema KPBU telah dilakukan sejak lama, namun penyediaan infrastruktur dengan melibatkan badan usaha swasta belum berkembang dengan baik di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari masih minimnya kontribusi investasi swasta dalam penyediaan infrastruktur, yaitu hanya sekitar 10 persen per tahun selama kurun waktu 2007-2012 (Asian Development Bank, 2017, Meeting Asia’s Inrastructure Needs). Kondisi ini sebagian disebabkan pemahaman tentang KPBU yang masih rancu dan terbatas. Sedangkan hambatan lain adalah lemahnya proses perencanaan dan penyiapan proyek.

Untuk meningkatkan investasi swasta dalam penyediaan infrastruktur, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah reformasi dari sisi peraturan dan kelembagaan. Dari sisi peraturan, Pemerintah telah melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 Tahun 2005 tentang Kerja sama Pemerintah Swasta menjadi Perpres No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha. Dari sisi kelembagaan, telah dibentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk memberikan penjaminan sehingga meningkatkan kelayakan proyek dan PT Sarana Multi Inrastruktur (PT SMI) untuk mendorong pendampingan penyiapan dan pendanaan proyek. Selain itu, telah dibentuk juga Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) sebagai PPP Unit yang ada di dalam Kementerian Keuangan yang mengelola berbagai dukungan Pemerintah, termasuk dukungan penyiapan proyek KPBU.

Baca juga: Dasar Hukum Skema KPBU

Terdapat tiga tahap di dalam proses KPBU, yaitu perencanaan, penyiapan, dan transaksi. Tahap penyiapan menjadi salah satu kunci utama dalam penyelenggaraan proyek KPBU. Keluaran atau output pada tahap penyiapan adalah dokumen pra studi kelayakan. Pra studi kelayakan terdiri atas beberapa kajian, diantaranya adalah kajian hukum dan kelembagaan, teknis, ekonomi dan komersial, lingkungan dan sosial, risiko, kebutuhan dukungan dan atau jaminan Pemerintah, sampai kajian masalah yang memerlukan tindak lanjut. Kajian-kajian tersebut sangat penting untuk dapat menentukan keberlanjutan proyek ke tahap berikutnya.

Terhambatnya pembuatan dokumen pada tahap penyiapan dapat membuat proyek menjadi semakin lama dan tidak menentu serta tidak dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Selain itu, sangatlah penting untuk memastikan kualitas substansi studi proyek berupa hubungan logis antar komponen proyek yang ditunjang dengan validitas dan akurasi data.

3. Kerangka Studi Penyiapan Proyek KPBU

Praktek umum dalam penyiapan proyek-proyek investasi publik atau proyek Pemerintah adalah fokus pada aspek teknis dan biaya modal (CAPEX) sedangkan rencana pemanfaatan serta biaya operasional (OPEX) sering diabaikan. Selayaknya semua proyek investasi publik menggunakan pendekatan whole lifecycle costs yang mencakup semua biaya-biaya (CAPEX, OPEX dan cost of fund) yang diperlukan selama masa manfaat proyek. Dengan demikian, Pemerintah mendapatkan gambaran menyeluruh tentang pengeluaran terkait proyek. Ini dapat membantu Pemerintah dalam memastikan keberlangsungan (sustainability) penyediaan layanan, mengidentifikasi potensi pemanfaatan dan pendapatan (jika ada), bahkan dapat digunakan sebagai basis pengadaan (procurement), seperti halnya yang sudah digunakan untuk skema berbasis ketersediaan layanan (Availability Payment).

Pendekatan whole lifecycle costs ini juga dapat menjadi masukan dalam perhitungan value for money untuk menetapkan prioritas proyek dan juga skema penyediaan layanan, apakah dilakukan melalui pengadaan konvensional Pemerintah, KPBU ataupun skema lainnya.

Gambar 1 di bawah ini menyajikan dua komponen besar dalam penyusunan proyek KPBU. Komponen pertama (berwarna biru) merupakan komponen dasar yang melekat pada setiap proyek Pemerintah. Sedangkan komponen kedua (berwarna kuning) merupakan komponen terkait pengembangan KPBU atau opsi penyediaan lainnya. Kerangka tersebut menggambarkan keterkaitan antar komponen dalam penyusunan proyek KPBU. Berikut adalah penjelasan mengenai komponen tersebut dan hubungan di antaranya:

Studi Penyiapan Proyek KPBU

4. Komponen Dasar Penyiapan Proyek Investasi Publik

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan adalah kajian tentang dasar kebutuhan atau permintaan dari sisi kuantitas dan kualitas dalam jangka waktu tertentu, yang terkait dengan keberlangsungan kegiatan atau proyek. Analisis kebutuhan menjadi hal yang sangat penting, yang nantinya akan digunakan di dalam analisis ekonomi dan keuangan. Analisis kebutuhan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan suatu investasi di bidang infrastruktur serta menetapkan lingkup dan ukuran hasil dari suatu proyek.

Analisis kebutuhan disarikan dalam bentuk spesifikasi output (lokasi, kapasitas/besaran, kualitas, waktu dan keterjangkauan harga) untuk menentukan solusi teknis yang sesuai. Mengingat pentingnya analisis kebutuhan ini, perlu dipastikan validitas dan akurasi input baik yang berupa data sekunder maupun data primer. Data sekunder seharusnya didapatkan dari lembaga seperti BPS maupun penyedia data yang kredibel lainnya sedangkan data primer melalui kegiatan survey seperti RDS (real demand survey) dengan metodologi dan sampling yang memadai.

Kajian Teknis dan Estimasi Biaya

Solusi teknis adalah berbagai pilihan cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi dalam analisis kebutuhan, baik yang mencakup komponen rekayasa maupun non rekayasa yang relevan dengan proyek. Solusi teknis bertujuan untuk menetapkan rancangan desain awal yang nantinya menjadi dasar dari biaya proyek serta digunakan untuk analisis lanjutan dalam analisis ekonomi dan keuangan. Solusi teknis ini mencakup pilihan teknologi, desain teknis, kapasitas, kebutuhan operasional, prakiraan biaya investasi, dan biaya operasional. Solusi teknis selayaknya menawarkan solusi biaya terendah selama siklus hidup proyek (whole lifecycle costs) dengan mempertimbangkan dampak sosial lingkungan. Solusi teknis tersebut pada akhirnya akan merefleksikan biayabiaya yang diperlukan dan biaya tersebut akan menjadi input dari analisis ekonomi maupun keuangan.

Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan bertujuan untuk menganalisis dampak lingkungan dari suatu proyek, baik pada tahap pra konstruksi, konstruksi, dan operasi. Selain itu juga, termasuk perkiraan biaya yang timbul dari pengelolaan dan pengawasan dampak negatif lingkungan. Analisis lingkungan ini mengacu pada peraturan-peraturan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia. Untuk proyek-proyek infrastruktur biasanya menggunakan AMDAL untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Analisis Ekonomi (Biaya dan Manfaat Sosial)

Analisis ekonomi digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya negara yang bersifat langka digunakan dengan bijaksana dan efektif. Konsep yang digunakan yaitu opportunity cost. Ini diperlukan untuk menguji apakan suatu proyek memiliki kesinambungan ekonomi di mana pemakaian uang dan sumber daya publik digunakan secara efektif dan tepat waktu. Perhitungan keekonomian proyek berbicara tentang biaya dan manfaat untuk konsumen maupun masyarakat. Pendekatan di dalam melakukan analisis ekonomi meliputi skenario dengan dan tanpa proyek, menggunakan harga bayangan,harga konstan, biaya sumber daya, diskonto sosial, perhitungan imbal hasil ekonomi (EIRR), nilai bersih ekonomi saat ini (ENPV), rasio manfaat dan biaya (BCR), serta parameter lainnya.

Analisis ekonomi akan terkait dengan komponen-komponen analisis KPBU, seperti dukungan Pemerintah dan analisis keuangan. Proyek infrastruktur yang memiliki manfaat publik yang besar (EIRR tinggi) membuka peluang bagi pemberian dukungan Pemerintah. Sedangkan ENPV menjadi batas besaran dukungan yang dapat diberikan.

5. Komponen Terkait Potensi Kerja Sama (KPBU)

Analisis Keuangan

Analisis keuangan diperlukan untuk melihat potensi imbal hasil (return) proyek secara finansial. Untuk proyek-proyek yang akan dikerja samakan melalui skema KPBU, indikasi imbal hasil dapat memberikan gambaran mengenai tingkat profitabilitas, kebutuhan dukungan Pemerintah dan modalitas yang paling efisien untuk digunakan. Pemodelan keuangan harus dimulai dengan kondisi apa adanya, tanpa berbagai bentuk dukungan, sehingga dapat diketahui posisi imbal hasil proyek terhadap ekspektasi mitra swasta. Jika potensi imbal hasil sangat rendah dibandingkan keinginan investor, maka kemungkinan kebutuhan dukungan akan sangat besar dan perlu diperhitungkan kembali VfM penggunaan skema KPBU berbasis pembiayaan swasta.

Beberapa parameter dalam analisis keuangan adalah imbal hasil investasi proyek (FIRR), nilai bersih saat ini (NPV), imbal hasil ekuitas (ROE), pengembalian dan rasio kecukupan pengembalian hutang (DSCR), serta biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) sebagai tarif diskonto keuangan. Indikator tersebut sangat penting yang dapat menampilkan informasi mengenai kelayakan, profitabilitas, kesinambungan, dan risiko keuangan proyek. Pemodelan keuangan bersifat iteratif atau harus dilakukan berulangkali dengan mempertimbangkan:

  • jumlah dan proyeksi kebutuhan serta kemampuan membayar yang diturunkandari analisis kebutuhan;
  • biaya-biaya sesuai dengan hasil kajian teknis;
  • batas maksimal dukungan Pemerintah yang diturunkan dari analisis ekonomidalam bentuk ENPV;
  • besaran dan bentuk dukungan Pemerintah;
  • skema atau modalitas kerja sama.

Bentuk Kerjasama

Secara teoritis terdapat banyak bentuk kerjasama antara Pemerintah dan swasta, mulai dari bentuk sederhana seperti kontrak jasa sampai dengan privatisasi. Terkait dengan KPBU di Indonesia, adanya kewajiban pengalihan kepemilikan pada akhir masa kerjasama yang menyebabkan privatisasi bukanlah bagian dari skema KPBU. Bentuk yang umum digunakan adalah Build Operate Transfer (BOT) atau Build Own Operate Transfer (BOOT). Bentuk BOOT dengan sumber pendapatan dari pengguna (user payment) merupakan bentuk kerja sama yang dominan di Indonesia, karena Pemerintah masih mengalami kesenjangan pembiayaan inrastruktur. Namun demikian, saat ini Pemerintah mulai menggalakkan penggunaan skema Availability Payment (AP) dengan sumber pendapatan dari Pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan memberikan fleksibilitas dari sisi anggaran.

Pemilihan modalitas kerja sama ini sangat terkait dengan kajian risiko, analisis keuangan, serta aspek hukum. Dalam KPBU, risiko-risiko harus diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dialokasikan kepada pihak yang paling mampu mengelola dengan biaya terendah. Risiko yang penting dalam KPBU biasanya yang terkait dengan ketersediaan dan perolehan tanah, repatriasi laba, konstruksi dan operasi infrastruktur, kelayakan komersial atau pasar infrastruktur, dan kepastian hukum. Analisis risiko tersebut menentukan modalitas mana yang akan dipilih dan selanjutnya diperhitungkan dari sisi keuangannya.

Dukungan Pemerintah

Dukungan Pemerintah dimaksudkan untuk menarik sektor swasta agar berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur yang sebenarnya tidak akan menarik bagi mereka akibat profitabilitas rendah dan/atau risiko-risiko tinggi. Dukungan Pemerintah dapat dalam bentuk fiskal maupun non fiskal. Secara ringkas bentuk dukungan Pemerintah dapat dilihat pada tabel di bawah.

Dukungan Pemerintah dalam bentuk fiskal pada proyek-proyek KPBU sebaiknya diminimalkan, hal tersebut untuk mengurangi beban investasi Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah dapat berkonsentrasi untuk proyek-proyek yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara komersil. Dukungan Pemerintah dalam bentuk fiskal lebih diarahkan pada kelayakan keuangan marginal dan memerlukan subsidi, layak dari sisi keuangan tetapi berisiko, serta kelayakan marginal dan mempunyai risiko-risiko yang dapat dimitigasi melalui berbagai dukungan Pemerintah.

Sebagai konsekuensi pelibatan pihak lain dalam kewajiban Pemerintah untuk penyediaan layanan umum, maka perlu adanya kepastian hukum yang menjamin hak serta kewajiban para pihak yang terlibat dalam KPBU. Selain aspek hukum yang menyangkut legalitas proyek yang dikerja samakan, perlu dipastikan status hukum yang menyangkut kewenangan bekerja sama oleh pemilik proyek (PJPK), legalitas bentuk kerja sama, hak atas pendapatan atau pengembalian investasi serta kepastian dihormatinya perjanjian kerja sama. Semua aspek tersebut harus sudah dibahas dalam kajian hukum proyek KPBU.

6. Langkah ke Depan

Dalam upaya mempercepat penyediaan infrastruktur dan layanan publik lainnya, khususnya melalui skema KPBU, maka beberapa langkah penting yang dapat dilakukan di antaranya:

  • Membangun pemahaman kerangka logis penyiapan proyek KPBU: para pemangku kepentingan perlu memahami alur logika dari jalannya suatu proyek KPBU dan hubungan antar komponen proyek. Membangun pemahaman logis dapat dibantu dengan penerapan standar atau pedoman yang dapat digunakan secara luas dalam penyiapan proyek. Standar atau pedoman ini dapat dijadikan bagian dari peraturan terkait KPBU yang berlaku.
  • Meningkatkan kapasitas PJPK dan Konsultan: PJPK dan konsultan berperan sangat penting dalam tahap penyiapan proyek KPBU karena nantinya mereka yang akan menyusun kajian terkait studi kelayakan. Untuk itu, perlu peningkatan pemahaman mereka mengenai komponen kajian dan hubungan antarkomponen dalam studi penyiapan proyek. Adanya standar atau pedoman terkait dengan kerangka logis penyiapan proyek akan memudahkan PJPK dan konsultan untuk mempersiapkan proyek-proyek KPBU dengan baik.
  • Melibatkan pasar (market engagement) sejak awal: pengembangan proyek yang berpotensi untuk dikerjasamakan perlu melibatkan pasar sejak awal. Pasar yang dimaksudkan adalah mitra potensial yang memiliki kapasitas sesuai dengan proyek yang sedang dikembangkan, yang diharapkan akan berpartisipasi dalam proses lelang dan pelaksanaan proyek. Ini dimaksudkan agar ada komunikasi informasi dan umpan balik dalam penyusunan dokumen studi khususnya terkait dengan teknologi serta skema kerja sama (modalitas KPBU). Dengan demikian keluaran dari proses penyiapan ini sudah mencerminkan keinginan pasar dan memiliki peluang keberhasilan yang besar pada saat lelang dan pelaksanaan.