Infrastruktur untuk Meraih Indonesia Merdeka


Oleh: Oksita Putrining Yansri

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa”.

Merdeka dalam Bahasa Sansesekerta maharddhika berarti kaya, sejahtera dan kuat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka artinya bebas dari penghambaan, penjajahan, dan lain-lain; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; atau leluasa.

Pada pidato peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1965, Presiden pertama Indonesia, Sukarno menyampaikan kata “Berdikari” atau Berdiri di atas kaki sendiri. Dalam pidato tersebut, ada tiga prinsip yang dikemukakan yakni berdaulat dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Salah satu bentuk kedaulatan dalam bidang politik, ekonomi dan kebudayaan adalah Merdeka Infrastruktur. Menurut Gregory Mankiw (2003) dalam Teori Ilmu Ekonomi, infrastruktur memiliki arti wujud modal publik (public capital) yang terdiri dari jalan umum, jembatan, sistem saluran pembuangan, dan lainnya, sebagai investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Secara umum, infrastruktur memiliki arti fasilitas untuk kepentingan umum. Contoh dari infrastruktur adalah jalan, jalan tol, stadion, jembatan, bendungan, terminal, jaringan listrik, dan sebagainya. Merdeka Infrastruktur memiliki arti bahwa setiap warga negara dapat memanfaatkan infrastruktur yang disediakan oleh negara. Merdeka infrastuktur ditandai dengan tercukupinya fasilitas umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Merdeka Infrastruktur

Ilustrasi Merdeka Infrastruktur

Menilik ke sejarah, Pemerintah konsisten melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan merdeka infrastruktur dimana salah satu cara yang ditempuh adalah mengalokasikan anggaran untuk belanja penyediaan infrastruktur. Pada masa Orde Baru, sektor infrastruktur merupakan pos terbesar kedua pada APBN dengan fokus pada pembangunan jalan yang mengalami peningkatan dari tahun 1979 sebesar 74% pada tahun 1980 dan jaringan irigasi terus mengalami peningkatan sebesar 14,9% hingga tahun 1985. Kedua fokus pembangunan infrastruktur pada saat itu bertujuan untuk menunjang usaha distribusi Pemerintah dalam investasi pertanian dan swasembada beras. Namun pembangunan infrastruktur tersebut harus terhenti ketika Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter pada masa itu menyebabkan Pemerintah kehilangan kemampuan untuk melakukan pendanaan tidak hanya pembangunan infrastruktur, namun lebih jauh pendanaan untuk pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur.

Setelah masuk ke dalam jurang resesi selama 9 bulan (tiga kuartal) yang berdampak pada anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hingga 80%, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan stabilitas perekonomian tanah air. Namun ada satu aspek penting yang luput dari perhatian Pemerintah sampai dengan masa kabinet Indonesia Bersatu yaitu pembangunan infrastruktur. Menyadari ketertinggalan infrastrtuktur hingga 20 tahun dari negara sahabat lainnya, Pemerintah saat itu gencar mengeluarkan berbagai kebijakan mulai dari realokasi anggaran pada bidang infrastruktur, belanja utang produktif, kemudahan akses regulasi dan perizinan untuk sektor industri, dan kebijakan lainnya yang menunjang percepatan pembangunan infrastruktur. 

Pada praktiknya, pembangunan infrastruktur tidak berjalan dengan mulus mengingat keterbatasan fiskal APBN yang ada, hingga akhirnya menuntut Pemerintah untuk mencari alternatif lain yaitu dengan skema pembiayaan kreatif, salah satunya adalah mendorong peran aktif swasta melalui skema KPBU. KPBU dalam penyediaan infrastruktur dan/atau layanannya untuk kepentingan umum mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. KPBU berfokus pada infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial dengan mengubah arah mindset pembangunan infrastruktur yang semula menyediakan bangunan fisik menjadi penyediaan layanan untuk masyarakat.

Lalu, dengan melihat pembangunan infrastruktur saat ini, apakah Indonesia sudah bisa dikatakan sebagai negara merdeka infrastruktur? Pada kondisi ini, Indonesia masih dalam tahap awal menuju merdeka infrastruktur, mengingat peringkat daya saing infrastruktur Indonesia pada tahun 2019 masih tertinggal di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Dalam Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis World Economic Forum, skor daya saing Indonesia berada di level 67,7 poin dari skala 0-100. Capaian tersebut membuat Indonesia berada di peringkat 72 dari 141 negara yang di survei dan urutan kelima di kawasan ASEAN. Pada studi lain yang dilakukan IMD World Competitiveness Ranking 2020, yaitu studi untuk menentukan bagaimana sebuah negara mengelola kompetensi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang dalam menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, menunjukan peringkat infrastruktur meningkat dari posisi 53 di tahun 2019 menjadi posisi 55 pada 2020. Peringkat infrastruktur yang tertinggi ialah basic infrastructure berada diperingkat 42 dan terendah terjadi di health and environment peringkat 58.

Dalam rangka meningkatkan daya saing infrastruktur Indonesia yang menjadi salah satu bentuk komitmen Pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp 417,4 triliun pada tahun 2021 yang merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun terakhir. Adapun fokus anggaran infrastruktur dialokasikan untuk pembangunan rumah susun dan rumah khusus, bendungan, jalan, jembatan, jalur kereta api, bandara, dan jaringan gas bumi untuk rumah tangga. Pada RAPBN 2022 alokasi anggaran infrastruktur mencapai angka Rp 384,8 triliun. Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk mendukung sejumlah penguatan pelayanan dasar serta mendukung peningkatan produktivitas melalui infrastruktur konektivitas dan mobilitas. Selain itu, anggaran tersebut akan digunakan untuk menyediakan infrastruktur energi dan pangan yang terjangkau, andal, dan memperhatikan aspek lingkungan, serta pemerataan infrastruktur dan akses teknologi informasi di Tanah Air. Melihat fokus sektor pembangunan infrastruktur, Pemerintah berupaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melaui peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, pangan, dan kebutuhan dasar lainnya.

Tentu saja upaya Pemerintah dalam pemenuhan infrastruktur tidak dapat tercapai tanpa peran aktif masyarakat. Sebagai warga negara, kita perlu mendukung dengan cara memenuhi kewajiban sebagai warga negara kepada negara, salah satunya yaitu dengan membayar pajak. Pajak yang dibayar akan dialokasikan untuk kepentingan rakyat, salah satunya untuk penyediaan infrastruktur. Hal penting lainnya yang dapat dilakukan masyarakat dalam rangka mendukung merdeka infrastruktur adalah menjaga infrastruktur yang telah dibangun oleh pemerintah dengan cara menggunakan infrastruktur sesuai peruntukannya dan tidak merusak infrastruktur yang telah tersedia. Dengan demikian, tidak hanya ‘badannya’ saja yang terbangun, namun juga masyarakat sebagai ‘jiwanya’ negara ikut serta bergerak dalam rangka kemerdekaan infrastruktur. Diperlukan kesinambungan antara Pemerintah dan masyarakat untuk menuju “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”.

“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.”