Pembiayaan Investasi Infrastruktur Daerah yang Inklusif dan Berkualitas


Penulis: Muhammad Akbar
Pembimbing: Esti Ismiyati

Dampak pandemi Covid-19 terhadap infrastruktur adalah tertundanya sebagian besar aktivitas konstruksi. Tertundanya aktivitas konstruksi ini berdampak pada tidak terserapnya bahan baku domestik, menurunnya impor barang modal, dan hilangnya lapangan pekerjaan yang berkontribusi pada meningkatnya angka pengangguran, sehingga tidak ada manfaat ekonomi yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur tersebut.

Pembiayaan Investasi

Ilustrasi Infrastruktur Daerah

Di daerah dampak pandemi Covid-19 menciptakan resiko kesenjangan yang lebih tinggi, hal ini dapat dilihat dari ketidaksetaraan dan tingkat kemiskinan yang semakin memburuk, serta tingkat utang yang semakin meningkat. Jika dibiarkan dan tidak ditangani lebih baik, hal ini  akan mengancam kemampuan daerah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif pada jangka panjang.

Baca juga: Dampak Pandemi Terhadap Pembangunan Infrastruktur

Menurut Luky Alfirman, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan salah satu pengungkit yang paling efektif memberikan multiplier effect adalah pembangunan infrastruktur dalam acara webinar bertajuk Inovasi Pembiayaan Infrastruktur Daerah untuk Pemulihan Ekonomi.

Infrastruktur daerah yang inklusif

OECD (Organization of Economic Co-operation and Development) menyampaikan bahwa 60 persen dari investasi publik merupakan tanggung jawab pemerintah daerah di negara-negara G20. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih luas sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 juga mempertegas kewenangan pengelolaan keuangan daerah oleh gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah. Hal ini membuat pemerintah kabupaten dan kota memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menyediakan infrastruktur  publik dan pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

Pemerintah daerah diharapkan dapat mengimplementasikan skema pembiayaan inovatif mengingat keterbatasan APBD yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur di daerah.  Pembiayaan investasi infrastruktur tersebut juga harus berpedoman kepada inklusi gender dan sosial yang dapat memastikan bahwa semua orang di daerah mendapatkan  manfaat infrastruktur, terlepas dari gender, disabilitas, etnik, status sosial ekonomi, atau perbedaan lainnya.

Selain itu, dalam penanganan isu gender dan inklusivitas juga dapat dilakukan melalui pengadaan berbagai paket kebijakan pemerintah daerah karena menurut Laporan Bank Dunia dalam temuan awalnya mengemukakan bahwa penanganan isu gender dan inklusivitas dapat diperoleh melalui dorongan kebijakan dan regulasi yang memadai dari pemerintah. Melalui berbagai paket kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan lainnya sehingga dapat mengoptimalkan pembiayaan infrastruktur daerah yang inklusif.

Infrastruktur daerah yang berkualitas

Berdasarkan data dari World Economic Forum (2014), kualitas infrastruktur Indonesia secara keseluruhan berada pada peringkat ke-72 dari 144 negara yang di survei. Bandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menduduki peringkat ke-5, Malaysia di peringkat ke-20, bahkan Indonesia masih kalah dengan Laos di peringkat ke-66.

Untuk memperoleh infrastruktur berkualitas, infrastruktur harus dibangun berdasarkan tata kelola yang baik (good governance). Good governance dapat diperoleh apabila dalam sebuah pembangunan infrastruktur menerapkan perencanaan proyek yang akuntabel, transparansi dalam proses pengadaan, koordinasi yang baik antara pemangku kepentingan, menciptakan kompetisi yang tinggi dalam proses lelang, memperkuat kapasitas manajemen risiko, dan meningkatkan mekanisme dan standar dalam proses perizinan.

Infrastruktur yang berkualitas termasuk juga infrastruktur yang tangguh atau resilient infrastructure. Infrastruktur yang tangguh harus mampu menahan segala hantaman atau gangguan baik berasal dari alam maupun non-alam seperti bencana kemanusiaan, dan lain-lain. 

Selain itu Infrastruktur berkualitas juga harus memiliki prinsip berkelanjutan. Infrastruktur berkelanjutan merupakan pembangunan yang tidak hanya berfokus pada satu sudut pandang saja, tetapi juga memperhatikan semua aspek dari hulu ke hilir yang terdampak dari pembangunan infrastruktur tersebut. Untuk itu, infrastruktur yang akan dibangun harus memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan dari masyarakat sekitar. Konsep ini juga berkaitan dengan sistem infrastruktur yang dibangun, yaitu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat daerah. Dengan konsep pembangunan berkelanjutan, tidak ada lagi infrastruktur yang terbangun dengan mengabaikan aspek ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan di daerah.

Pembiayaan investasi infrastruktur daerah

Dalam gelaran terakhir acara IWG ke-4 Presidensi G20 Indonesia 2022: Advancing Sustainable and Inclusive Infrastructure Investment di Yogyakarta, Luky Alfirman, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan mengemukakan bawah terdapat instrumen atau skema pembiayaan alternatif untuk meningkatkan pembiayaan investasi infrastruktur yang inklusif dan berkualitas di daerah selain dari APBD, salah satunya adalah melalui partisipasi swasta atau KPBU. 

Dalam pelaksanaannya sampai dengan tahun 2021 secara kumulatif telah terdapat 29 proyek KPBU yang mendapatkan dukungan pemerintah yang telah mencapai penandatanganan perjanjian KPBU. Adapun infrastruktur yang mendapatkan prioritas pelayanan PDF adalah sektor air/sanitasi, transportasi perkotaan, jaringan gas/jargas, perumahan, kesehatan/rumah sakit, dan pengelolaan sampah. Dari tahun 2011 sampai dengan 2021 sebanyak 41 proyek infrastruktur telah menerima fasilitas PDF.

Pada sub-nasional penggunaan skema KPBU dapat menjadi pertimbangan pemerintah daerah. Kepala pemerintahan suatu daerah dapat mengeksplorasi opsi penerapan skema pembayaran ketersediaan layanan atau availability payment sebagai solusi integratif bagi pemerintah daerah untuk mengatasi keterbatasan anggaran di daerahnya, sehingga dapat meningkatkan kemampuan fiskal daerah dan melakukan percepatan penyediaan layanan infrastruktur kepada masyarakat. Selain itu manfaat menggunakan skema KPBU akan mengurangi kebutuhan biaya operasional untuk pemeliharaan infrastruktur karena penerapan life cycle costing dari layanan yang akan diadakan tersebut telah diperhitungkan di awal.

Manfaat lain menggunakan skema KPBU adalah meningkatkan penggunaan anggaran yang lebih efektif dan tepat sasaran karena pada penerapannya skema KPBU menekankan pada penyediaan layanan, bukan pada pembangunan fisiknya. Selain itu pembayaran berbasis kinerja (performance based payment) kepada badan usaha yang berdasarkan standar spesifikasi output layananan yang telah disepakati diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di daerah. 

Di sisi sumber daya manusia, diharapkan setelah menggunakan skema KPBU akan adanya transfer teknologi, pengetahuan, dan inovasi dari badan usaha yang biasanya hanya dimiliki oleh badan usaha tersebut karena keunikan karakteristik pelayanan infrastruktur masing-masing. Skema KPBU juga memberikan kepastian waktu pada tahap konstruksi fisik yang resikonya ada di pihak swasta, bukan ditanggung pemerintah daerah yang umumnya ditemukan pada mekanisme pengadaan tradisional.

Dalam hal inklusivitas dan kualitas, penerapan skema KPBU sangat bergantung dari banyak pemangku kepentingan, masyarakat pun di dilibatkan agar tercipta layanan infrastruktur yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat. Infrastruktur yang akan dibangun juga tentu diperhatikan kualitasnya seperti pada tata kelola-nya (good governance), ketangguhan-nya (resilient), dan keberlanjutan-nya (sustainable). Hal-hal ini sangat diperhatikan seperti apa yang ada di dalam konsep QII (Quality Infrastructure Investment) yang mulai digaungkan untuk diterapkan di layanan infrastruktur skema KPBU.

Penutup

Dengan meningkatnya kewenangan pemerintah daerah (sub-national) mengelola anggaran belanjanya sendiri dan tanggung jawab pemerintah daerah yang harus mengisi kebutuhan infrastruktur daerah sendiri sebesar 60% dari kebutuhannya, alternatif pembiayaan melalui partisipasi swasta dapat menjawab kesenjangan pembangunan infrastruktur di daerah akibat pandemi Covid-19. Dengan hadirnya skema KPBU ini diharapkan menjadi salah satu alternatif yang dapat membantu pemerintah daerah untuk mewujudkan pembiayaan investasi infrastruktur yang inklusif dan berkualitas.

 

Sumber: