Belajar dari Lesotho: Membangun Rumah Sakit dengan Skema KPBU?


Penulis: Indra Gunawan
Pembimbing: Slamet Rona Irham

Lesotho merupakan sebuah negara yang menganut sistem monarki yang terdapat di tengah tengah negara Afrika Selatan. Lesotho merupakan salah satu negara yang mandiri walaupaun berada di tengah tengah negara Afrika Selatan. Jumlah Penduduk yang dimiliki oleh lesotho mencapai sekitar 1,9 Juta Penduduk dengan luas daerah sekitar 30.335 km2. Lebih dari 70 % Penduduk Lesotho hidup di daerah pedesaan atau pinggiran. Lesotho dikategorikan sebagai negara miskin dengan pendapapatan perkapita sekitar $296 (Data Tahun 2005) dengan hampir 50% penduduknya hidup dengan kemiskinan. Lesotho adalah sebuah negara yang terkurung daratan dan sepenuhnya dikelilingi oleh Afrika Selatan. Perekonomian Lesotho pada umumnya bergantung pada beberapa sektor utama, termasuk pertanian, pertambangan, manufaktur, dan remitansi dari pekerja Lesotho yang bekerja di luar negeri, terutama di Afrika Selatan. Karena Lesotho sepenuhnya dikelilingi oleh Afrika Selatan, negara ini memiliki tingkat ketergantungan ekonomi yang tinggi pada tetangganya tersebut. Perubahan dalam ekonomi Afrika Selatan dapat memiliki dampak besar pada Lesotho

Lesotho

Ilustrasi fasilitas kesehatan

Kondisi Infrastruktur Kesehatan Lesotho

Dengan kondisi negara yang masih dikategorikan sebagai negara berkembang dengan penduduk yang terbilang cukup banyak lesotho memiliki tugas yang sangat penting dalam penyediaan Layanan Kesehatan bagi penduduknya. Lesotho memiliki tingkat penularan HIV dan TBC yang terbilang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan kebutuhan atas infrastruktur kesehatan terutama Rumah Sakit sangat diperlukan untuk dapat menampung para pasien yang bisa meningkat sesuai dengan tingkat penularan penyakit.  Tingkat kesehatan menurun akan sangat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi karena dengan menurunya kesehatan akan membuat produktivitas menjadi menurun sehingga akan berdampak kepada proses ekonomi disuatu negara.

Pada tahun 2021, Lesotho adalah salah satu negara di Afrika yang memiliki tantangan besar dalam pengembangan infrastruktur kesehatan, termasuk infrastruktur rumah sakit. Beberapa rumah sakit utama di Lesotho termasuk Rumah Sakit Queen 'Mamohato Memorial (QMMH) di Maseru, ibu kota Lesotho, dan Rumah Sakit Ntlafatso Pelenyane di Leribe. Infrastruktur rumah sakit di Lesotho menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya sumber daya, fasilitas yang kurang memadai, dan masalah aksesibilitas terutama di daerah pedesaan. Kondisi jalan yang buruk dan medan yang sulit di beberapa wilayah Lesotho bisa membuat akses ke layanan kesehatan menjadi sulit. Di daerah pedesaan Lesotho, rumah sakit dan fasilitas kesehatan sering kali kurang dilengkapi dan kurangnya staf medis yang terlatih merupakan masalah serius

Bukan hanya terkait dengan kondisi infrastruktur fisik,  salah satu masalah utama yang dihadapi Lesotho adalah kekurangan sumber daya manusia dalam bidang kesehatan. Banyak tenaga medis, termasuk dokter dan perawat, yang bekerja di luar negeri untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan kekurangan tenaga medis di dalam negeri. Lesotho juga memiliki tantangan besar dalam hal kesehatan masyarakat, termasuk tingginya angka HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Pelayanan kesehatan di rumah sakit juga terkadang terbatas dalam hal perawatan. Pemerintah Lesotho, bersama dengan organisasi internasional dan badan bantuan, terus berupaya untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan di negara ini. Hal ini mencakup upaya untuk memperbaiki fasilitas kesehatan, meningkatkan pelatihan tenaga medis, dan memperluas akses ke layanan kesehatan dasar.

PPP Infrastruktur Kesehatan di Lesotho

Kebutuhan Rumah sakit merupakan hal utama dalam pelayanan Kesehatan di Lesotho. Kebutuhan Rumah sakit ini sudah melalui survei dan juga butuh beberapa Filter Clinic (Klinik Rujukan) atau biasa di Indonesia terdapat beberapa puskemas dan klinik yang merujuk pasien ke Rumah Sakit. Dalam membuat struktur dan implementasi PPP di Lesotho, IFC ditunjuk sebagai Project Advisor untuk membantu Penyiapan PPP di Lesotho. Kementerian Kesehatan Lesotho dan IFC membentuk suatu tim dalam menyusun kajian studi yang berisikan kondisi sistem Kesehatan esisting dan target standar pelayanan yang ingin dicapai. Hal yang paling diperhatikan dalam menyusun konsep PPP yang matang adalah bukan hanya fokues ke kontruksi dan operasinya tapi juga clinical services.

Tim IFC mulai melakukan market sounding untuk mengetahui seberapa besar minat swasta terhadap rencana proyek PPP Leshoto. Selain itu IFC juga membahas hal ini dengan Pemerintah dengan swasta untuk mengetahui hal- hal apa saja yang dapa dituangkan ke dalam kontrak. Semua hal dalam proposal yang diperlukan dalam menjamin kesuksesan proyek dituangkan kedalam RFP sehingga semua bidder yang nanti memenangkan tender proyek PPP ini tidak akan ada lagi melakukan negoisasi ketika sudah ditetapkan sebagai pemenang lelang.

Kekhawatiran terbesar Pemerintah Lesotho adalah Pemerintah takut kalau proyek PPP akan memiliki biaya yang sangat besar sehingga mereka tidak sanggup membiayai hal tersebut. IFC kemudian melakukan konsultasi dengan beberapa rencana bidder yang potensial untuk menanyakan apakah swasta dapat menyiapkan dan menjalankan proyek Rumah sakit dengan biaya seperti dengan biaya yang dikeluarkan Pemerintah. Ternyata jawaban dari pihak bidder dapat menyanggupi Penyiapan dan operasi Rumah sakit sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah setiap tahun. Terdapat 2 Potensial Bidder yang sesuai dengan skema PPP yang direncanakan yaitu Life Healtcare dan Netcare ltd.

Hal yang diinginkan Pemerintah bukan hanya penyediaan infrastruktur akan tetapi bisa fokus kepada penyediaan layanan Kesehatan yang sebaik-baiknya. Hal tersebut menjadi prioritas utama yang dituangkan ke dalam dokumen lelang proyek dimana para rencana bidder sudah mempersiapkan dokumen mereka dengan acuan tersebut. Pada dasarnya Pemerintah ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya dengan tingkat penngeluaran biaya yang sesuai dengan yang mereka keluarkan selama ini.

Terdapat 3 elemen yang dijadikan penilaian dalam proses lelang proyek PPP yaitu 1) Cakupan Pelayanan, 2) Jumlah Pasien 3) Rencana Pemberian Pelayanan. Life Healtcare dan Netcare, keduanya telah mengajukan proposal mereka terdapat perbedaan signifikan di alokasi risiko dimana Netcare siap menanggung biaya kontruksi sedangkan Life Healtcare pesimis terkait hal itu. Akan tetapi terdapat kekhawatiran terkait dengan kondisi politik Pemerintah dimana bisa terjadi potensi gagal bayar dari Pemerintah untuk pembayaran unitary yang diperjanjikan sebagai kompensasi Fasilitas Rumah sakit yang telah di bangun

Peranan Netcare dalam PPP Lesotho

Netcare merupakan suatu model pelayanan kesehatan yang dibuat untuk dapat melayani kesehatan masyarakat lesotho secara sustainable. Netcare dibentuk pada tanggal 21 Oktober 2011 merupakan suatu terobosan di bidang public private investment partnership (PPIP) dimana merupakan salah satu private entity yang menyediakan layanan di bidang kesehatan. Pada dasarnya netcare merupakan bentuk yang dirancang antara lesotho dan IFC dalam menyediakan Layanan Kesehatan yang memadai di lesotho dan dapat diterapkan diseluruh negara Afrika.

Walaupun masih terdapat beberapa potensi risiko politik yang dapat mempengaruhi PPIP, Netcare memiliki pandangan kedepan dengan memahami struktur hukum yang ada dilesotho. Cara ini terbukti ampuh dalam menjalankan dan menerapkan PPIP di lesotho. Netcare sendiri dalam mengikuti lelang membentuk suatu Konsorsium yang terdiri dari beberapa anggota. Konsorsium tersebut kemudian diberi nama Tsepong yang akan menjalin kontrak dengan beberapa Rumah Sakit dibawah menajemen NetCare.

 

Berdasarkan struktur diatas, Pemerintah akan melakukan perjanjian dengan konsorsium Netcare (Tsepong) dalam PPP Agreement.  Untuk membiaya proyek Netcare melakukan kerja sama dengan Nedbank, Barclays, and the Development Bank of Southern Africa (DBSA). Dimana DBSA akan menyepakati Lender Direct Agreement dengan Pemerintah dan ada juga Financing Agreement dengan Tsepong. Dari Tsepong sendiri akan menyusun perjanjian subtkontrak dengan RPP Lesotho, Netcare Hospital dan JJi.

Netcare pada dasarnya merupakan perusahaan private yang berfokus pada penyediaan layanan kesehatan. Penyediaan layanan Kesehatan itu terbagi kedalam beberapa bagian sektor bagian kesehatan yang saling berkesinambungan dalam pelayanan kesehatan di Lesotho. Peranan yang sangat signifikan dari Netcare adalah peranan dalam berbagai sektor kesehatan yang terintegrasi dengan beberapa perusahaan dibawahnya naungan netcare seperti Netcare Hospitals, Netcare Cancer Care, Netcare 911, Netcare Medicross Akeso Clinics National Renal Care, Netcare Plus, Netcare Education, Netcare Diagnostics dan ICAS South Africa.

Posisi netcare sebagai penyedia layanan kesehatan terutama rumah sakit terbilang cukup significant dengan memiliki lebih dari 120 Rumah sakit dengan total lebih dari 11.000 Kamar Tidur, 510 Operating teatres, dan 37 Farmasi. Netcare sendiri memiliki beberapa kompetitor dalam pelayanan kesehatan di lesotho mulai dari Life Healthcare, Clinix Health Group, Mediclinic, Mediclinic fixed fees, Cure Day Hospitals, Advanced Health, Public company, St Marks Clinic, Cure Day Hospitals, Basson & Jeske dan PMC. Berdasarkan Financial Overview tahun 2022, Pendapatan Netcare masih didominasi dari sektor rumah sakit dan bantuan emergency.  Hal ini disebabkan masih terdapat beberapa pasien Covid 19 yang menjadi pasien dominan dalam kebutuhan tersebut

Permasalahan Yang Dihadapi Lesotho

Meskipun lesotho telah berusaha menerapkan PPIP dibidang kesehatan, akan tetapi masih terdapat kendala yang dihadapi terutama pada realita kenyataan bahwa PPIP itu terbilang mahal dibandingkan dengan skema pendanaan bersumber dari APBN dan APBD. PPIP dengan tujuan pelayanan kesehatan disertai dengan SPM yang ingin dicapai ternyata mempunyai konsekuensi terhadap biaya besar yang harus dikeluarkan dalam biaya CAPEX dan OPEX. Terdapat peningkatan biaya dimana skema pendanaan lama dinilai lebih hemat dibandingkan dengan skema pendanaaan PPIP. Hal-hal yang menjadi penyebab mahalnya skema PPIP di Lesotho adalah:

  1. Perjanjian yang disusun tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dan adanya peraturan yang tidak fleksibel sehingga meningkatkan cost proyek.
  2. Kurangnya transparansi terkait dengan kontrak dan perikatan.
  3. Management Kontrak yang dinilai belum memadai.
  4. Naiknya cost yang terlalu tinggi membebani anggaran Kementerian Kesehatan sehingga Kementerian Kesehatan kesulitan untuk melakukan pembayaran sesuai perjanjian.

Meskipun Lesotho masih menghadapi sejumlah tantangan dalam membangun infrastruktur kesehatan yang efektif dan berkelanjutan, upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan mitra internasional telah membantu memperbaiki aksesibilitas, penanganan penyakit menular, dan kualitas layanan kesehatan bagi penduduk Lesotho. Peningkatan berkelanjutan dalam sektor kesehatan akan terus menjadi prioritas dalam pembangunan negara ini

Pembangunan Rumah Sakit dan Hal Yang Perlu Diperhatikan

Berkaca pada pengalaman Lesotho yang mengalami kesulitan dalam implementasi Infratruktur Kesehatan. Pembangunan Rumah Sakit tersebut hendaknya didasari pada demand yang terlihat dalam kebutuhan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan akan menjadi acuan dalam perhitungan besar dan kapasitas rumah sakit beserta lokasi yang sesuai. Dari data inilah akan dapat dirumuskan besaran biaya Kontruksi (Capex) dan biaya operasional (Opex).

Berita terkait: Kick Off Meeting Konsultan : Langkah Awal Penyiapan Proyek KPBU RSPTN Unpad Sudah Dimulai

Hal yang harus diutamakan dalam penyediaan layanan kesehatan adalah adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang jelas dan dapat diterapkan dengan baik. SPM ini tidaklah mudah terutama bagi negara negara yang masih dalam status negara berkembang. SPM merupakan standar yang digunakan dalam pelayanan minimum yang diberikan kepada penyedia layanan rumah sakit nanti. Pihak Swasta yang memberikan layanan rumah sakit harus memenuhi standar yang telah diberikan agar dapat memberikan layanan dengan Baik. SPM bertujuan untuk memastikan bahwa layanan publik yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga lainnya memenuhi standar tertentu yang memadai dan konsisten. SPM juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kualitas pelayanan publik dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat terpenuhi.

Beberapa standar yang wajib untuk dicapai adalah terkait dengan fasilitas manajemen, clinical services, dan kepuasan pelangggan. Semua standar ini menjadi suatu syarat minimum yang wajib dipenuhi. Jika terdapat suatu standar yang tidak dapat dicapai maka akan terjadi pengurangan pembayaran kepada Badan Usaha sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak yang sudah disepakati.

Pengalaman Lesotho Dalam Membangun Infrastruktur Kesehatan

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Lesotho adalah topografi dan geografi negara ini. Sebagian besar wilayahnya adalah pegunungan tinggi, yang membuat akses ke layanan kesehatan menjadi sulit bagi beberapa komunitas yang terisolasi. Pemerintah Lesotho telah berupaya untuk meningkatkan aksesibilitas dengan membangun jaringan jalan dan jembatan. Kurangnya tenaga medis, terutama di daerah pedesaan, adalah masalah serius di Lesotho. Banyak dokter dan perawat yang terlatih mencari peluang kerja di luar negeri, meninggalkan sistem kesehatan Lesotho dengan kekurangan tenaga medis. Pemerintah telah melakukan upaya untuk melatih lebih banyak tenaga medis lokal dan mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan mereka di dalam negeri. HIV/AIDS adalah masalah serius di Lesotho, dan ini telah memberikan beban yang besar pada sistem kesehatan. Negara ini telah melakukan upaya besar dalam pencegahan, pengobatan, dan dukungan kepada individu yang terinfeksi HIV/AIDS. Program-program kesehatan masyarakat telah digalakkan untuk mengatasi penyebaran penyakit ini. Pemerintah Lesotho telah berinvestasi dalam membangun dan memperbarui fasilitas kesehatan di seluruh negara. Ini termasuk rumah sakit, puskesmas, dan klinik-klinik desa. Peningkatan infrastruktur ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan.

Pemerintah Lesotho telah mengadopsi program jaminan kesehatan nasional yang bertujuan untuk memberikan perlindungan keuangan kepada penduduk dalam akses ke layanan kesehatan. Program ini membantu mengurangi beban finansial bagi masyarakat dalam mengakses perawatan medis. Lesotho telah bekerja sama dengan organisasi internasional dan pihak donor untuk mendukung upaya membangun infrastruktur kesehatan. Bantuan teknis dan finansial dari berbagai pihak telah membantu meningkatkan kapasitas dan kualitas sistem kesehatan Lesotho. Penggunaan teknologi kesehatan, seperti sistem informasi kesehatan elektronik, telah diperkenalkan untuk meningkatkan pengelolaan data, pemantauan pasien, dan efisiensi sistem kesehatan.

Bagaimana dengan Penyediaan Infrastruktur Kesehatan di Indonesia?

Pembangunan infrastruktur kesehatan yang memadai merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan akses masyarakat Indonesia terhadap layanan kesehatan yang berkualitas. Namun, seringkali ada berbagai masalah yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur kesehatan di Indonesia. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur kesehatan. Ini termasuk pendanaan untuk pembangunan rumah sakit, puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya. Melibatkan sektor swasta dalam pembiayaan, pembangunan, dan operasional infrastruktur kesehatan bisa menjadi solusi. Kemitraan ini dapat membantu memenuhi kebutuhan dana yang cukup untuk proyek-proyek besar. Dengan perencanaan yang matang dan berbasis data harus menjadi dasar dalam pembangunan infrastruktur kesehatan. Hal ini melibatkan pemetaan kebutuhan kesehatan, populasi yang dilayani, dan lokasi yang strategis.

Pemerintah harus dapat memastikan bahwa proyek-proyek infrastruktur kesehatan dikelola dengan baik, termasuk dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Manajemen yang efisien dapat menghindari penundaan dan pemborosan sumber daya.  Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan proyek infrastruktur kesehatan dapat membantu memastikan bahwa proyek tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan lokal dan dapat diterima oleh masyarakat setempat. Infrastruktur kesehatan juga perlu dibangun di daerah terpencil dan terisolasi. Ini dapat dilakukan melalui program subsidi atau insentif untuk tenaga medis yang bersedia bekerja di daerah-daerah sulit dijangkau. Pembangunan infrastruktur kesehatan yang berhasil memerlukan komitmen, koordinasi, dan perencanaan yang baik dari pemerintah dan berbagai pihak terkait.

Pemerintah Republik Indonesia sudah mematok 5% dari Belanja Negara (APBN) untuk  anggaran kesehatan yang merupakan cerminan bahwa Pemerintah berusaha menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses seluruh kalangan masyarakat. Bukan hanya melalui anggaran APBN, Kementerian Keuangan telah berusaha memberikan berbagai macam bentuk dukungan yang dapat diaplikasikan kepada proyek infrastruktur terutama proyek kesehatan dengan menerapkan pembiayaan kreatif yang dapat yang dapat menjadi solusi dari keterbatasan APBN. Pembiayaan kreatif ini bukan hanya untuk sektor infrastruktur tertentu tapi juga eligible untuk proyek sektor kesehatan. Melalui anggaran dan dukungan yang telah banyak di berikan oleh pemerintah hal ini diharapkan dapat memacu pelayanan kesehatan diindonesia dan dapat meningkatkan taraf hidup dan produktivitas seluruh kalangan sehingga meningkatkan ekonomi indonesia ke jenjang yang lebih tinggi.

Diterbitkan pada: 17 Oktober 2023