Mengapa Proyek KPBU Harus Memenuhi Kriteria ESG?


Oleh: Rahmat Mulyono

ESG

Pembangunan infrastruktur, selain memberikan manfaat meningkatnya kualitas pelayanan publik, juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat yang terdampak oleh pembangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam pembangunan infrastruktur muncul risiko lingkungan dan sosial. Apabila risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, terjadinya risiko lingkungan dan sosial dapat menghambat pembangunan infrastruktur tersebut sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pemenuhan kriteria environmental, social, and governance (ESG) dalam pembangunan infrastruktur akan membantu para pemangku kepentingan untuk dapat mengelola dampak dan risiko lingkungan dan sosial proyek, selain memberikan manfaat-manfaat lainnya. Artikel ini akan mengulas relevansi dan manfaat implementasi ESG dalam pembangunan infrastruktur dengan skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dan menjelaskan perlunya proyek KPBU untuk memenuhi kriteria ESG.

ESG

Ilustrasi Keadaan Sosial

Baca Juga: SDGs, ESG dan Infrastruktur

Sejarah ESG

Perkembangan ESG tidak lepas dari munculnya kesadaran bahwa investasi atau aktivitas bisnis tidak hanya untuk mencari keuntungan finansial semata, namun investasi tersebut memiliki dampak yang lebih luas terhadap masyarakat maupun lingkungan. Oleh karena itu, investor atau pelaku bisnis yang memiliki kesadaran akan dampak tersebut dapat memasukkan kriteria-kriteria nonfinansial tersebut dalam investasi atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, dana pensiun di Amerika Serikat yang dikelola oleh Electrical and Mine Workers Unions mulai menginvestasikan dananya pada sektor perumahan publik dan sektor kesehatan dengan harapan akan dampak yang lebih luas terhadap perbaikan kehidupan sosial masyarakat. Pergerakan politik, seperti protes anti perang Vietnam di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, protes terhadap politik apartheid yang melahirkan Comprehensive Anti-Apartheid Act pada tahun 1980-an, juga memengaruhi pelaku bisnis yang memiliki concern terhadap hak asasi manusia dalam hal memilih investasi, dengan menghindari investasi pada perusahaan atau negara yang melakukan pelanggaran hukum atau hak asasi manusia.

Investor selaku pemilik dana memiliki leveraging power untuk menentukan bagaimana dana investasi itu harus dikelola sesuai nilai/value yang diyakini terkait dampak investasi mereka terhadap lingkungan dan sosial, yang pada akhirnya mendorong perusahaan maupun pasar modal untuk memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam aktivitas bisnis. Pada awal tahun 1990-an, kesadaran ini makin diperkuat dengan isu perubahan iklim yang mulai menjadi perhatian global. Pada tahun 1992, dalam pertemuan pemimpin dunia di Rio de Janeiro disepakati United Nations Framework on Climate Change yang kemudian berkembang menjadi Kyoto Protocol pada 1997 dan Paris Agreement pada 2015. Di sektor pasar modal, tahun 1990-an juga ditandai dengan munculnya Domini Social Index (saat ini menjadi MSCI KLD 400 Social Index), yang menjadi pelopor indeks berbasis investasi berkelanjutan (sustainable investment).

Pada akhirnya, perhatian investor atas isu lingkungan dan sosial; ditambah dengan perhatian atas praktik tata kelola perusahaan yang baik; berkembang menjadi kriteria ESG. Dalam perkembangannya, muncul ESG ratings dan Sustainability Accounting Standards Board (SASB) yang bertujuan melakukan standardisasi pengukuran dan akuntansi keberlanjutan yang mencakup 77 industri. Masing-masing pasar modal kemudian mengembangkan indeks ESG yang menjadi acuan dalam berinvestasi pada bidang yang memenuhi kriteria ESG (ESG investing), misalnya S&P Dow Jones Sustainability World Index, SGX ESG Transparency Index, dan IDX ESG Leaders.

Standar ESG didefinisikan sebagai konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan/ investasi/bisnis yang berkelanjutan dengan tiga faktor utama, yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola. Segala bentuk aktivitas maupun pengambilan keputusan hendaknya dapat menerapkan secara penuh prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial dan tata kelola yang baik. Sesuai namanya, ESG terdiri atas tiga aspek yang menjadi pertimbangan pengambilan keputusan investasi atau aktivitas bisnis, yaitu lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance). Aspek E (environmental) berkaitan dengan bagaimana pertimbangan institusi dalam memposisikan diri terhadap isu lingkungan maupun konservasi sumber daya alam. Aspek S (social) berkenaan dengan pengelolaan hubungan sosial antara satu dengan lainnya. Sedangkan aspek G (governance) berkaitan dengan standar dalam menjalankan institusi sesuai prinsip tata kelola yang baik (good governance). Deskripsi ketiga aspek ESG dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1 Aspek-Aspek ESG

ESG

Sumber: Berbagai sumber, diolah.

 

Bagaimana Kriteria ESG Diterapkan?

Institusi yang menerapkan kriteria ESG pada umumnya memiliki kebijakan dan standar ESG yang menjadi panduan pelaksanaan operasional institusi tersebut. Rencana investasi atau kegiatan bisnis pertama-tama akan disaring menggunakan kebijakan dan standar ESG tersebut. Jika investasi atau kegiatan bisnis tersebut sesuai dengan kebijakan ESG, maka investasi atau kegiatan bisnis tersebut akan dilaksanakan berdasarkan panduan sesuai standar ESG.

Sebagai contoh, Bank Dunia memiliki Environmental and Social Framework (ESF). ESF Bank Dunia disusun berdasarkan Environmental and Social Policy for Investment Project Financing yang menjadi panduan Bank Dunia dalam aktivitas operasionalnya. Berdasarkan kebijakan tersebut; Bank Dunia akan melakukan due diligence atas usulan proyek yang akan dibiayai sesuai dengan karakteristik dan signifikansi risiko serta dampak lingkungan dan sosial proyek tersebut, menyepakati dengan peminjam kondisi-kondisi di mana Bank Dunia akan memberikan dukungan ke proyek yang dituangkan dalam Environmental and Social Commitment Plan (ESCP), dan memonitor kinerja lingkungan dan sosial proyek sesuai dengan ESCP dan Environmental and Social Standards (ESS). Proyek yang didukung oleh Bank Dunia melalui Investment Project Financing harus memenuhi ESS yang mencakup sepuluh standar sebagai berikut.

Gambar 2 Environmental and Social Standards Bank Dunia

Environmental and Social Standards Bank Dunia

Sumber: The World Bank Environmental and Social Framework, Bank Dunia, 2017, diolah.

 

Relevansi Pemenuhan Kriteria ESG pada Proyek KPBU

KPBU dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi yang memiliki karakteristik tertentu (infrastructure as an asset class). Pihak badan usaha sebagai investor yang menyuntikkan ekuitas maupun yang memiliki keahlian teknis untuk melaksanakan proyek, atau pihak pemberi pinjaman (lender) yang telah memiliki standar ESG akan lebih selektif dalam memilih proyek KPBU di mana mereka akan berpartisipasi. Apabila proyek KPBU tidak pada sektor yang sesuai dengan kebijakan atau standar ESG, investor atau lender dapat memilih untuk tidak berpartisipasi pada proyek tersebut. ESG investing semakin populer dengan didorong oleh investor millenial yang memiliki concern pada ESG dan investor jangka panjang yang tertarik pada kesinambungan dan kinerja jangka panjang; di samping adanya dukungan institusional yang semakin besar, misalnya dengan adanya ESG rating dan adopsi The Equator Principles. Portofolio ESG investing telah berkembang dengan pesat, di mana berdasarkan data yang dikutip Nasdaq dari The Financial Times, nilai portofolio ESG Exchange Traded Funds (ETFs) pada tahun 2021 telah mencapai USD54 miliar.

Peluang investasi oleh investor yang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan, sosial, dan tata kelola akan semakin mudah ditangkap oleh proyek KPBU apabila proyek tersebut sejak awal direncanakan dan disiapkan untuk memenuhi kriteria ESG. Pemerintah berperan sebagai enabler ESG investing melalui perannya sebagai regulator, maupun sebagai pihak yang menyediakan instrumen investasi dalam konteks KPBU.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi United Nations Framework Convention on Climate Change melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 dan Kyoto Protocol melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004. Indonesia juga turut menandatangani Paris Agreement dan mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Terkait dengan hak asasi manusia (HAM), UUD 1945 juga telah memuat pengakuan HAM melalui amandemen keempat. Di samping itu, sebagian besar instrumen pokok HAM internasional juga telah diratifikasi dalam beberapa undang-undang. Terkait dengan tata kelola, Indonesia juga telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, di samping telah memiliki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada, pada prinsipnya Indonesia telah memiliki enabling factors untuk penerapan ESG.

Terkait dengan KPBU sebagai salah satu bentuk investasi, untuk mendorong agar proyek KPBU disiapkan untuk memenuhi kriteria ESG, Kementerian Keuangan saat ini sedang menyiapkan kebijakan dan standar ESG. Kebijakan dan standar ESG tersebut akan diterapkan untuk pemberian fasilitas dan dukungan pemerintah yang disediakan oleh Kementerian Keuangan, antara lain fasilitas penyiapan proyek (project development facility/PDF), dukungan kelayakan (viability gap fund/VGF), dan penjaminan infrastruktur (infrastructure guarantee). Special mission vehicle Kementerian Keuangan juga didorong untuk menerapkan ESG. PT Sarana Multi Infrastruktur yang merupakan salah satu SMV dan pengelola platform SDG Indonesia One (SIO) bahkan telah memiliki dan menerapkan Panduan Perlindungan Lingkungan dan Sosial.

Manfaat ESG untuk Proyek KPBU

 Dengan memahami bagaimana kriteria ESG diterapkan dan relevansinya untuk proyek KPBU, maka potensi manfaat yang dapat diperoleh apabila proyek KPBU memenuhi kriteria ESG antara lain:

1. Pengelolaan risiko lingkungan dan sosial yang lebih baik

Pengelolaan risiko lingkungan dan sosial menjadi tujuan utama ESG. Standar ESG menjadi panduan dalam melakukan penilaian dampak lingkungan dan sosial dari pengelolaan infrastruktur. Standar ESG mengharuskan adanya due diligence atau assessment untuk menilai dampak dan risiko lingkungan dan sosial dari proyek yang akan dilaksanakan. Penilaian ini pada dasarnya selaras dengan perlunya kajian lingkungan dan sosial yang menjadi bagian dalam kajian prastudi kelayakan.

Penerapan ESG biasanya diikat atau melekat di dalam suatu perjanjian yang berisi kesepakatan mengenai risiko-risiko yang mungkin muncul, hasil penilaian risiko, dan langkah-langkah penanganan risiko apabila terjadi peristiwa risiko. Environmental and Social Management Plan (ESMP) dapat menjadi panduan yang jelas mengenai apa yang perlu dilakukan oleh para pihak. Dalam konteks KPBU, hal ini sejalan dengan contract management plan yang memiliki tujuan sama, yaitu memastikan para pihak menjalankan kewajibannya; termasuk dalam hal pengelolaan dampak dan risiko lingkungan dan sosial proyek.

Dengan adanya penilaian dampak dan risiko proyek sejak awal dan implementasi ESG yang diikat dalam perjanjian, maka risiko lingkungan dan sosial proyek akan lebih terkendali; yang pada akhirnya akan menurunkan risiko proyek. Penurunan risiko proyek akan meningkatkan kelayakan finansial dan bankability, sehingga proyek akan lebih mudah dan lebih murah dalam memperoleh pembiayaan.

2. Mempermudah perolehan pembiayaan

Investor, terutama investor internasional, pada umumnya telah memiliki kebijakan dan standar ESG. Investor-investor tersebut akan lebih berminat untuk berpartisipasi pada proyek KPBU yang telah disiapkan sesuai dengan standar ESG. Dengan demikian, proyek KPBU yang memenuhi standar ESG akan lebih mudah mendapatkan pembiayaan; baik yang bersifat ekuitas maupun pinjaman dari investor/lender karena telah sesuai dengan kebijakan dan standar ESG investor/lender.

3. Potensi pembiayaan yang lebih murah

Salah satu tujuan implementasi ESG adalah pengelolaan dampak dan risiko lingkungan dan sosial. Dengan pengelolaan risiko lingkungan dan sosial yang lebih baik, tingkat risiko proyek diharapkan dapat turun. Dengan menurunnya risiko, maka risiko kredit juga akan turun sehingga tingkat suku bunga pun dapat lebih murah. Suku bunga yang lebih murah akan berdampak pada peningkatan kelayakan finansial sehingga proyek KPBU menjadi semakin menarik minat investor. Dampak implementasi ESG terhadap penurunan biaya utang dibuktikan salah satunya melalui penelitian Florian Porzel pada tahun 2020.

4. Mewujudkan infrastruktur yang memenuhi prinsip-prinsip infrastruktur berkualitas dan mendukung Sustainable Development Goals (SDGs)

Quality Infrastructure Investment (QII) Principles diusung pada presidensi Jepang pada forum G20 pada tahun 2019. QII Principles terdiri atas enam prinsip di mana paling tidak lima di antaranya sangat berkaitan erat dengan ESG, yaitu prinsip 1, 3, 4, 5, dan 6 (Gambar 3). Prinsip-prinsip infrastruktur yang berkualitas tersebut telah diadopsi dalam penyiapan beberapa proyek KPBU yang disiapkan melalui PDF yang diberikan oleh Kementerian Keuangan. Prinsip-prinsip tersebut akan tetap dibawa dalam presidensi Indonesia pada G20 ada tahun 2022 yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”.

Gambar 3 Quality Infrastructure Investment (QII) Principles

Quality Infrastructure Investment (QII) Principles

Sumber: G20 Principles for Quality Infrastructure Investment, Global Infrastructure Hub, 2019, diolah.

 

Streamlining Proses KPBU dengan Implementasi ESG

Sebagaimana diuraikan di awal, penerapan ESG oleh pihak investor/lender dimulai sejak pemilihan investasi dan terus berlanjut sepanjang investasi tersebut. Di sisi lain, penyediaan infrastruktur dengan skema KPBU telah memiliki kerangka aturan yang jelas dalam perencanaan, penyiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjiannya. Proyek KPBU dapat direncanakan sejak awal untuk memenuhi kriteria ESG. Keselarasan dengan kriteria ESG dapat dikaji lebih dalam pada tahap penyiapan melalui penyusunan kajian prastudi kelayakan yang di dalamnya sudah termasuk kajian hukum dan kelembagaan, serta kajian lingkungan dan sosial. Pemenuhan kriteria ESG pada proyek juga dapat di-enhance melalui pemberian fasilitas dan dukungan pemerintah yang juga mensyaratkan penerapan ESG. Kementerian Keuangan saat ini sedang menyiapkan kebijakan dan standar ESG yang akan diterapkan untuk pemberian fasilitas dan dukungan pemerintah (PDF, VGF, dan penjaminan infrastruktur).

Selanjutnya, pada tahap transaksi, PJPK dapat mensyaratkan bahwa badan usaha yang dapat berpartisipasi dalam pengadaan badan usaha adalah yang telah memiliki kebijakan dan standar ESG dan mensyaratkan adanya komitmen awal pembiayaan dari lender yang kebijakan dan standar ESG. Perlu diperhatikan bahwa penerapan syarat ini juga harus mempertimbangkan aspek kompetisi yang adil. Proyek KPBU yang telah disiapkan untuk memenuhi kriteria ESG juga dapat dimintakan rating kepada lembaga pemeringkat sebelum dilelang sehingga proyek tersebut menjadi business case yang semakin menarik bagi investor yang concern dengan ESG. Pada akhir tahap transaksi, yakni perolehan pembiayaan, proyek KPBU diharapkan telah memenuhi kriteria ESG disyaratkan oleh lender sehingga proyek akan lebih cepat mencapai financial close.

Yang tak kalah penting adalah pada tahap pelaksanaan perjanjian; yang merupakan fase di mana risiko lingkungan dan sosial berpotensi terjadi, seiring dengan dilaksanakannya pembangunan dan operasi proyek. Dengan adanya standar ESG, maka sudah ada panduan yang jelas bagi para pihak dalam menghadapi risiko yang muncul dan bagaimana menanganinya.

Penutup

Implementasi kriteria ESG telah menjadi kesadaran global. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya dukungan institusional dan portofolio ESG investing yang nilainya signifikan. Proyek KPBU, yang merupakan salah satu bentuk investasi, berpeluang untuk menangkap potensi investasi dari institusi yang telah mengimplementasikan kebijakan dan standar ESG. Oleh karenanya, proyek KPBU sudah seharusnya direncanakan dan disiapkan untuk memenuhi kriteria ESG tersebut. Dengan memperhatikan pemenuhan kriteria ESG sejak awal, proyek KPBU diharapkan menjadi semakin menarik minat investor dan semakin mudah dan murah dalam memperoleh pembiayaan.

Referensi

Artikel dipubilkasikan pada tanggal 25 November 2021

Tags