Kebijakan ESG di Kemenkeu: Apakah hanya Greenwashing Belaka?


Penulis: Erin Astuti
Pembimbing: Aulia Ihsanin

Investasi Berbasis ESG

Salah satu perhelatan terbesar sepanjang sejarah, Presidensi G20 Indonesia, telah berhasil diselenggarakan di Bali pada tahun 2021-2022 lalu. Kedudukan sebagai Presidensi G20 membawa dampak yang begitu besar dan nyata bagi Indonesia. Berbagai agenda pembahasan dan kesepakatan berhasil didapatkan dari acara tersebut. Salah satunya adalah agenda pembahasan pembangunan sustainable infrastructure and social inclusivity yang semakin mendorong Indonesia untuk memperhatikan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam penyediaan infrastruktur.

Kini, dalam kondisi pasca pandemi COVID-19 dan ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, awareness global untuk bergerak ke arah pembangunan infrastruktur yang lebih memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance (ESG)) semakin nyata. Demikian halnya di Indonesia. Dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) tahun 2022, Indonesia memperkuat komitmen terkait penanggulangan perubahan iklim melalui peningkatan target Net Zero Emission menjadi sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri (unconditional) atau 43,2% dengan dukungan internasional (conditional) di tahun 2030.

Baca juga: Peran KPBU dalam Mendorong Transportasi Massal Guna Mewujudkan Net Zero Emission

Kedua hal tersebut menandai bahwa terdapat kebutuhan investasi infrastruktur yang “hijau” selaras dengan meningkatnya potensi dana-dana “hijau” yang ada.

ESG

Ilustrasi ESG Investment oleh Sustainability Academy

Apa kontribusi Kementerian Keuangan?

Dalam konteks penyediaan infrastruktur, Kementerian Keuangan memiliki beragam skema dan instrumen dukungan fiskal. Tulisan ini mengulas terbatas pada Dukungan Pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Di tahun 2022 lalu, Kementerian Keuangan menegaskan komitmen kontribusinya pada upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) melalui peluncuran ESG Framework dan Manual termasuk implementasinya pada Dukungan Pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur KPBU.

Sebelum membahas lebih lanjut terkait kebijakan ESG di Kementerian Keuangan, mari kita bahas sekilas tentang ESG. Sebagian dari rekan pembaca mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah itu.

Jadi, Apa itu ESG?

Mengutip dari Li, et. al. (2021), prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) adalah suatu sistem kerangka kerja yang mencakup faktor lingkungan (Environmental), sosial (Social), dan tata kelola (Governance). ESG biasanya menjadi standar dan strategi yang digunakan oleh para investor untuk mengevaluasi perilaku dan kinerja keuangan suatu perusahaan di masa depan. Dalam proses analisis investasi dan pengambilan keputusan, tiga faktor dasar ESG tersebut (lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance)) menjadi poin utama yang harus dipertimbangkan.

Apa pula ESG Framework dan Manual?

ESG Framework dan Manual merupakan panduan yang jelas bagi semua pemangku kepentingan tentang “siapa” yang melakukan “apa”, khususnya dalam proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Pengembangan Framework dan Manual ESG ini telah dimulai pada awal tahun 2020. Pengembangannya dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dibaca dan digunakan oleh para pemangku kepentingan terkait, mulai dari pemilik proyek (dhi. disebut Penanggung Jawab Proyek Kerjasama/PJPK), investor, pemberi pinjaman, hingga Kementerian Keuangan sendiri sebagai regulator serta Special Mission Vehiclesnya (SMV) sebagai kepanjangan tangan dalam memberikan Dukungan Pemerintah.

Unduh: ESG Framework dan Manual

ESG Framework dikembangkan untuk mendorong penyelarasan indikator kinerja infrastruktur dengan tujuan keberlanjutan. Dengan begitu, PJPK serta mitra swasta akan dapat memantau dan mengakui kontribusi mereka terhadap agenda pembangunan berkelanjutan. Selaras dengan ESG Framework, ESG Manual disusun dalam rangka memberikan panduan tentang penerapan ESG Framework untuk memastikan penyediaan infrastruktur memberikan dampak ekonomi yang positif. ESG Manual juga memberikan panduan untuk meminimalkan dampak negatif pada aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Dalam pengembangan ESG Framework dan Manual ini, Kementerian Keuangan didukung oleh United Nations Development Program (UNDP) dan World Bank. Selama pengembangannya, Kementerian Keuangan juga bekerja sama dengan organisasi internasional dan SMVs-nya (PT SMI, PT PII, dan PT IIF) serta secara rutin berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait. ESG Framework dan Manual juga telah dibandingkan dengan prinsip dan pedoman yang berlaku secara internasional agar dapat diimplementasikan dalam pemberian Dukungan Pemerintah. Selain itu, ESG Framework dan Manual juga telah disusun dengan mempertimbangkan konteks Indonesia/lokal agar dapat ditindaklanjuti dengan lebih baik.

Bagaimana ESG Framework dan Manual Berdampak pada Upaya Pencapaian SDGs?

Kementerian Keuangan mengawal perwujudan sustainable infrastructure melalui proses penyiapan dan pemberian Dukungan Pemerintah dalam proyek KPBU. Dalam proses pemberian Dukungan Pemerintah, Kementerian Keuangan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance (ESG)). Bagaimana konkritnya? Salah satunya adalah dengan penerapan ESG pada proses bisnis pemberian Dukungan Pemerintah. Proses bisnis ini dibangun sehingga dapat memastikan proyek-proyek yang mendapat Dukungan Pemerintah dari Kementerian Keuangan memiliki kontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Dalam proses penyiapannya, proyek akan dievaluasi dengan ESG Manual yang telah dikembangkan. Dengan proses evaluasi tersebut, Kementerian Keuangan akan memastikan bahwa risiko-risiko terkait ESG di proyek infrastruktur telah teridentifikasi. Identifikasi risiko ini akan mengoptimalkan hasil infrastruktur yang dipersyaratkan oleh standar ESG oleh sektor swasta yang hanya berfokus pada pengukuran dampak positif infrastruktur. Setelah risiko teridentifikasi, ESG Manual juga akan memberikan panduan strategi untuk meminimalkan risiko tersebut dengan kegiatan mitigasi yang dilakukan pada awal proyek. Dengan begitu, potensi risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam penyediaan infrastruktur dapat dikelola sejak proses penyiapan proyek.

Mengingat hal ini merupakan langkah baru dalam pembiayaan infrastruktur di Indonesia, Kementerian Keuangan akan mengimplementasikan ESG secara bertahap. Dimulai dengan proyek KPBU yang mendapatkan Project Development Facility (PDF) sebagai percontohan (pilot project). Kemudian dilanjutkan dengan proyek KPBU yang mendapatkan Dukungan Pemerintah. Selama proses implementasi ini, Kementerian Keuangan akan melakukan proses peninjauan sehingga dapat menentukan tindak lanjut dari penerapan ESG dalam proyek infrastruktur.

Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Kementerian Keuangan menyadari bahwa di tengah kampanye penerapan ESG dalam proyek-proyek infrastruktur, terdapat isu dan tantangan yang menghadang. Apa itu? Ya, Fenomena Greenwashing.

Mengenal Fenomena Greenwashing

Perolehan pembiayaan infrastruktur khususnya dari para investor/financier yang berorientasi pada investasi yang lebih “hijau” menjadi lebih sulit jika implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) hanya sekadar “greenwashing” atau pada level “pelabelan” sebagai “green” saja. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa fenomena greenwashing menjadi salah satu tantangan ekonomi hijau ke depan. Beliau juga menyampaikan bahwa di berbagai negara di Eropa pencataan green economy tidak kredibel atau manipulatif. Hal ini dikarenakan standar ESG yang masih relatif baru sehingga banyak pihak yang melakukan greenwashing.

Bagi pemilik proyek, praktik greenwashing dapat mengancam reputasi pemilik proyek. Sedangkan dari perspektif investor, greenwashing menyebabkan tidak tercapainya tujuan investasi dari investor. Investor dapat dengan tidak sadar dan tidak langsung ikut mengambil peran dalam pembohongan publik bahkan perusakan lingkungan.

Begitu besarnya dampak dari greenwashing. Lalu sebenarnya apa sih greenwashing itu?

Greenwashing

Ilustrasi Greenwashing oleh Keep Gaia Wild

Mari Berkenalan dengan Greenwashing!

Greenwashing sendiri merupakan sebuah istilah pada green campaign di mana perusahaan menyampaikan green brand image perusahaan kepada publik, seperti misalnya menerapkan proses produksi yang ramah terhadap lingkungan padahal perusahaan sedang memanipulasi opini publik.

Mengutip dari De Silva Lokuwaduge & De Silva (2022), dalam konteks lingkungan, greenwashing didefinisikan sebagai sebuah pengungkapan dan klaim yang berpotensi menyesatkan. Greenwashing menjadi sebuah istilah yang mencakup berbagai tindakan yang membesar-besarkan dan salah dalam mengartikan konsep “green”.

Greenwashing juga merupakan tindakan pemasaran yang dirancang untuk menciptakan kesan yang baik tentang perusahaan atau produk suatu perusahaan. Parahnya lagi, hal tersebut dilakukan untuk menyesatkan dan menipu investor dan pelanggan dengan menggunakan istilah-istilah seperti “clean energy”.

Jadi pada prinsipnya, istilah greenwashing merupakan sebuah terminologi yang menggabungkan kata “green” atau hijau dengan “whitewash”, yang berarti membuat klaim yang salah atau tidak tepat terkait produk, jasa, dan/atau praktik yang diklaim sebagai ramah lingkungan.

Menurut Yu, et. al (2020), terdapat 3 (tiga) jenis greenwashing yang dibahas dalam literatur, yaitu sebagai berikut:

  1. Memanipulasi pengungkapan untuk meningkatkan valuasi perusahaan. Dengan melakukan itu, perusahaan melebih-lebihkan kinerja lingkungannya serta mengaburkan kinerja lingkungan yang buruk dengan mengungkapkan data lingkungan dalam jumlah besar untuk menyesatkan pemangku kepentingan mereka.
  2. Pengungkapan selektif untuk menyesatkan investor. Perusahaan secara selektif melaporkan informasi lingkungan yang positif tetapi menyembunyikan informasi lingkungan yang negatif. Dalam keadaan lain, perusahaan mengungkapkan informasi pribadi hanya kepada sekelompok investor terpilih.
  3. Greenwashing tingkat produk. Perusahaan melebih-lebihkan manfaat lingkungan dari suatu produk untuk meningkatkan penjualannya.

Selain istilah greenwashing, terdapat juga istilah greenwashers yang merujuk pada perusahaan yang tampak sangat transparan dan mengungkapkan data Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam jumlah besar tetapi berkinerja buruk dalam aspek ESG.

Dalam konteks proyek infrastruktur dapat kita pahami bahwa greenwashing adalah upaya pemilik proyek untuk memberikan kesan bahwa proyek infrastrukturnya telah menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan memberikan dampak yang positif pada aspek-aspek ESG. Padahal sebenarnya tidak demikian atau bahkan sebaliknya, proyek tersebut memberikan dampak yang buruk kepada ketiga aspek ESG tersebut dan merugikan masyarakat.

Lalu, Apakah ESG di Kemenkeu bagian dari Greenwashing?

Pada prinsipnya tidak ada satu kebijakan, produk, maupun instrumen yang dirancang hanya sebagai upaya greenswashing. Tahap implementasinya yang akan menentukan apakah kebijakan yang telah disiapkan menjadi kebijakan yang kontributif atau hanya greenwashing.

Dalam konteks penerapan ESG pada proyek infrastruktur dengan skema KPBU, terdapat 2 (dua) faktor utama yang akan menentukan apakah ESG di Kementerian Keuangan bagian dari Greenwashing atau tidak.

Pertama, Komitmen PJPK untuk mengimplementasikan ESG sebagaimana ESG Framework dan Manual. Sebagai pemilik proyek, komitmen PJPK dalam mengimplementasikan aspek ESG menjadi poin krusial. PJPK sangat diharapkan tidak hanya menggunakan ESG sebagai strategi “pemasaran” untuk meningkatkan citra proyeknya, melainkan harus benar-benar mengintegrasikannya ke dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek.

Pengintegrasian aspek ESG pada proyek (terutama yang memperoleh Fasilitas dan Dukungan Pemerintah) dilakukan dengan berpedoman pada ESG Framework dan Manual yang telah diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Keduanya membantu PJPK dalam melakukan tahapan identifikasi risiko ESG, langkah mitigasinya, serta mekanisme komunikasi dan koordinasi yang sebaiknya dilakukan. Dokumen tersebut juga sekaligus memberikan petunjuk teknis agar PJPK dapat memenuhi kewajiban terkait aspek lingkungan dan sosial sebagaimana ketentuan yang berlaku dan juga mendorong PJPK untuk proaktif dalam penilaian aspek ESG untuk memperoleh pembiayaan proyek.

Lebih dari itu, ESG Framework dan Manual ini akan membantu dan memandu PJPK untuk menyelaraskan kebutuhan investasi “hijau”-nya dengan ketersediaan dana investor yang concern dengan aspek ESG. PJPK akan dipandu untuk dapat meningkatkan kualitas proyeknya, memaksimalkan manfaat dan mencegah dampak negatif proyeknya, hingga meminimalisasi, memitigasi, dan mengelola dampak negatif dari proyeknya yang tidak dapat dihindari.

Dengan komitmen PJPK yang kuat dalam implementasi ESG sebagaimana ESG Framework dan Manual, pencapaian sustainable infrastructure menjadi semakin nyata. Proyek infrastruktur tidak hanya akan berlabelkan ESG tetapi juga benar-benar berkontribusi dalam pencapaian tujuan yang berkelanjutan.

Kedua, Keseriusan dan konsistensi Kementerian Keuangan dalam mengawal proses implementasi ESG sesuai ESG Framework dan Manual. Dalam tahap awal pemberian Dukungan Pemerintah, Kementerian Keuangan menjadikan aspek ESG sebagai bagian dalam proses evaluasi. Selain itu, Kementerian Keuangan juga dapat memberikan rekomendasi perbaikan atas aspek ESG pada proyek dalam hal dibutuhkan. Hal ini dilakukan tentu saja dengan berpedoman pada ESG Framework dan Manual yang telah diterbitkan.

Keseriusan dan konsistensi Kementerian Keuangan dalam mengawal proses implementasi ESG yang sesuai ESG Framework dan Manual ini akan meningkatkan akuntabilitas terkait kontribusi Kementerian Keuangan dalam pengarusutamaan aspek ESG pada proyek-proyek infrasruktur khususnya yang dilaksanakan dengan skema KPBU. Harapannya, proses penyiapan proyek KPBU menjadi lebih baik dan menghasilkan manfaat lingkungan, sosial, dan tata kelola yang lebih tinggi.  Lebih dari itu, harapannya proyek KPBU menjadi lebih mudah memperoleh pembiayaan dan lebih menarik minat investor.

Untuk mengetahui bagaimana kedua faktor tersebut berjalan, ESG Framework juga telah memberikan arahan bahwa implementasi ESG pada produk Dukungan Pemerintah perlu dilakukan review untuk kepentingan perbaikan maupun untuk memperoleh rekomendasi bagaimana implementasinya secara lebih luas.

Penutup

Dengan langkah-langkah konkrit di atas, diharapkan Dukungan Pemerintah dapat diberikan dengan pedoman penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang jelas. Selain itu, stakeholder (khususnya pemilik proyek/PJPK) memahami keharusan penerapan aspek ESG, dan investor menjadi lebih percaya untuk berinvestasi ke sektor infrastruktur yang dinyatakan menerapkan ESG. Lebih dari itu, dengan penerapan prinsip ESG diharapkan dapat meningkatkan jumlah proyek infrastruktur yang rendah emisi dan inklusif yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas belanja APBN.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Kementerian Keuangan telah menyusun kebijakan/tools yaitu ESG Framework dan Manual sebagaimana penjelasan di atas yang dirancang tentu saja bukan hanya untuk sekedar greenwashing belaka. Tetapi benar-benar menjadi panduan dalam mengimplementasikan aspek ESG dalam proyek-proyek infrastruktur khususnya yang dilaksanakan dengan skema KPBU.

Kementerian Keuangan juga terus membangun strategi dan langkah antisipasi agar kebijakan ESG yang diambil tidak berakhir pada praktik greenwashing. Pertama, melalui rencana penyusunan kerangka hukum implementasi ESG pada produk Dukungan Pemeritah. Kedua, transparansi terkait informasi investasi dan laporan implementasi ESG sebagaimana diharuskan dalam ESG Framework. Ketiga, membangun kapasitas internal dan pemangku kepentingan terkait ESG melalui program capacity building ESG, serta penguatan fungsi evaluasi dan review penerapan ESG.

Kementerian Keuangan juga terus berupaya untuk mengembangkan dan memperbaiki implementasi ESG di masa depan dan memperkuat perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dukungan dari para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat akan menjadi kunci dalam memperkuat implementasi ESG di Kementerian Keuangan. Dengan melanjutkan upaya untuk menerapkan ESG yang efektif, Kementerian Keuangan dapat membantu membangun masa depan yang lebih baik lagi bagi lingkungan dan generasi yang akan datang. Salam Hijau!

Referensi

  1. De Silva Lokuwaduge, C. S. and de Silva, K. 2022. ESG Risk Disclosure and the Risk of Green Washing. AABFJ, 16 (1), 146-159.
  2. Kalimasada, Bening. 2022. ESG atau Greenwashing? Bagaimana Cara Membedakan Keduanya?. https://mirekel.id/esg-atau-greenwashing-bagaimana-cara-membedakan-keduanya/.
  3. Kerangka Kerja Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) pada Dukungan dan Fasilitas Pemerintah untuk Pembiayaan Infrastruktur.
  4. Li, Kai Wang, Toshiyuki Sueyoshi, and Derek D. Wang. 2021. ESG: Research Progress and Future Prospects. Sustainability 2021, 13, 1-28. https://doi.org/10.3390/su132111663.
  5. Manual Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan.
  6. Yu, Ellen Pei-Yi, Bac Van Luu, and Catherine Huirong Chen. 2020. Greenwashing in environmental, social and governance disclosures. Research in International Business and Finance, 52, 1-23. https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2020.101192.