Ibu Kota Negara Baru : Integrasi Infrastruktur dan Kelestarian Alam


Oleh: Dian Mayasari

Pembimbing: Intan Diati Al Yani

Mengapa Ibu Kota harus dipindah ke Kalimantan?

Pemindahan Ibu kota sebenarnya merupakan rencana yang sudah digagas sejak kepemimpinan Presiden Soekarno. Kemudian pada era pemerintahan Presiden Soeharto juga sempat ada wacana pemindahan ke Jonggol. Pada masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga ada wacana pemindahan tersebut dengan pertimbangan kemacetan dan banjir di wilayah Jakarta, namun semuanya belum sempat terealisasi. Barulah pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, rencana ini kembali dikaji secara seksama dan bahkan diagendakan dalam RPJMN 2020-2024.

Pada tahun 2045, Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran lima besar perekonomian terkuat di dunia dan memiliki pendapatan per kapita negara berpenghasilan tinggi.  Target ini dibangun berdasarkan 4 pilar utama yaitu, pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan (ekonomi inklusif 2045), serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Adapun upaya pemindahan Ibu Kota Negara ini merupakan salah satu strategi Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang diarahkan melalui akselerasi pembangunan kawasan timur Indonesia. Selama ini pembangunan Indonesia terpusat di Jakarta dan pulau Jawa, hal mana kondisi ini dinilai kurang baik untuk sustainabilitas ekonomi dan persatuan serta kesatuan bangsa (Kakanwil DJPB Kalbar, 2022). Kalimantan diharapkan dapat menjadi “pusat gravitasi” pengembangan perekonomian Indonesia tidak hanya mencakup wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah tapi juga melibatkan pengembangan di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan kajian studi kelayakan, pemilihan wilayah IKN yang terletak disebelah utara Kota Balikpapan atau sebelah selatan kota Samarinda dengan luas kurang lebih 256.142 ha dan luas perairan laut sekitar 68.189 ha, didasari beberapa pertimbangan utama yaitu:

  1. Letak yang strategis karena berada di tengah wilayah Indonesia dan sebagai jalur laut utama nasional dan regional;
  2. Infrastruktur penunjang seperti transportasi jalan, Sumber Daya Air, dan energi sudah ada dan relatif lengkap;
  3. Kota terdekat pendukung seperti Balikpapan dan Samarinda sudah ada dan berkembang;
  4. Lahan sudah tersedia dan dikuasai pemerintah; dan
  5. Minimnya risiko bencana alam.

Gambar 1 Peta Wilayah IKN

Sumber : Rencana Induk IKN

 

Bagaimana proyek bisa selaras dengan alam?

Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk mengurangi deforestasi sebagai salah satu upaya penurunan emisi karbon. Terbukti pada tahun 2019-2020 angka deforestasi netto kian menurun sekitar 75,03% hingga berada pada angka 115,46 ribu ha dibandingkan angka deforestasi tahun 2018-2019 yang sebesar 462,46 ribu ha (KLHK, 2021).  

Ketika wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan mencuat, banyak pihak khawatir akan mempengaruhi angka deforestasi. Hal itu sangat relevan karena Kalimantan merupakan salah satu paru-paru dunia yang terkenal dengan vegetasi hutan hujan tropis. Namun hal ini ternyata telah diperhitungkan oleh pemerintah. Rencana pembangunan IKN telah mempertimbangkan prinsip dasar lingkungan hidup sesuai rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dari Kementerian LHK tahun 2019. Seluruh data fakta, analisis, dan konsep rencana dari Rencana Induk IKN diverifikasi kesesuaiannya dengan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) di dalam dokumen KLHS dengan memperhatikan : (1) tata ruang; (2) proyeksi populasi; (3) keanekaragaman hayati; (4) ketahanan pangan; (5) infrastruktur air; (6) infrastruktur energi; dan (7) infrastruktur limbah. Kesesuaian ini kemudian diperdalam lagi pada kajian Master Plan IKN yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas tahun 2020.

Untuk memastikan tidak ada pengembangan tambahan di kawasan IKN sesuai dengan perencanaan dan untuk mencegah ledakan penduduk, pemanfaatan ruang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang.  Berbagai upaya seperti melestarikan alam, memulihkan kawasan bekas tambang, mendukung ketahanan pangan, dan menunjang sistem infrastruktur yang efisien, dirancang untuk memberikan manfaat secara langsung bagi penduduk IKN sehingga menjamin kelayakan hidup penduduk dan menghormati batas-batas lingkungan alam. Selain itu, Pemerintah juga menerapkan Key Performance Indicator dalam pengembangan IKN yaitu pengembangan harus mempertahankan adanya 65 persen kawasan hijau alami dan alokasi penggunaan kawasan hijau yang memiliki nilai guna bagi penduduk (seperti ekowisata dan ruang publik) dan dapat menjadi sumber nilai ekonomi dan rekreasi. 

Dalam pengembangan kawasan IKN, terdapat 3 konsep yang menjadi acuan yaitu :

1. Kota Hutan (Forest City)

Pembangunan IKN diarahkan dengan meminimalkan kerusakan ekosistem alami, merestorasi ekosistem hutan, penyediaan koridor hijau, penurunan emisi gas rumah kaca, pengelolaan Sumber Daya Air yang holistik, terintegrasi, dan menjaga kuantitas dan kualitas air, menerapkan pembangunan kawasan yang terkendali yang menjaga ekosistem dan kualitas lingkungan serta pelibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian alam.  

2. Kota Spons (Sponge City)

Konsep kota spons ini ditujukan untuk mengembalikan siklus alami air yang berubah karena pembangunan dengan cara membuka ruang terbuka hijau dan biru, desain fasilitas perkotaan yang ramah lingkungan, dan desain fasilitas perkotaan skala mikro (drainase, trotoar, bio-sengkedan, dan bioretensi) yang mendukung peningkatan kualitas ekosistem perkotaan dan keanekaragaman hayati.

3. Kota Cerdas (Smart City)

Dalam konsep kota cerdas, pemerintah merancang adanya nilai tambah digital atau teknologi dalam pengembangan beberapa inisiatif cerdas yang diprioritaskan dalam IKN.  Peluang digital ini diharapkan dapat mengoptimalkan manfaat dalam pembangunan IKN sebagai Ibu Kota Negara yang dinamis, inklusif, didukung oleh masyarakat, dan siap menghadapi masa depan.

Pada prinsipnya pengembangan kawasan/lingkungan IKN diarahkan pada integrasi koridor ekosistem secara regional agar terjaganya ekosistem hayati sesuai master plan IKN. Selain itu, prinsip dasar pengembangan IKN juga dapat menjaga kemungkinan buruknya dampak urbanisasi dan cuaca ekstrem yang dapat meningkatkan risiko terjadinya bencana, seperti banjir dan kekurangan air baku.

Apa manfaat yang diharapkan dapat diterima masyarakat?

Secara makro pemindahan IKN diharapkan dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat Indonesia diantaranya sebagai berikut :

1. memberikan akses yang lebih merata bagi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Dengan adanya pusat gravitasi baru Indonesia dengan letak yang strategis, diharapkan semua pembangunan dan penyebaran informasi dapat lebih merata.

2. mendorong pembangunan Kawasan Indonesia bagian Timur untuk pemerataan wilayah: 1) peningkatan PDB riil nasional; 2) peningkatan kesempatan kerja; dan 3) penurunan kemiskinan dan kesenjangan antar kelompok pendapatan.

Pembukaan kawasan baru tentunya membuka banyak kesempatan dan potensi pada banyak sektor. Efek multiplier positif inilah yang diharapkan dapat dirasakan masyarakat Indonesia baik dari sisi pembukaan lapangan kerja hingga potensi peningkatan pendapatan daerah.

3. mengubah orientasi pembangunan dari Jawa-sentris menjadi Indonesia-sentris

Menyadari banyak potensi yang selama ini belum dimanfaatkan di wilayah Indonesia bagian Timur, diharapkan dengan munculnya pusat gravitasi nusantara yang baru dapat juga mengoptimalkan pembangunan dan pertumbuhan daerah lain di luar Jawa Bali sehingga lebih merata.  

4. ketersediaan lahan yang luas dengan kawasan hijau yang lebih dominan dari wilayah terbangun

Adanya master plan IKN memungkinkan adanya pengembangan kawasan yang terkendali. Konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan komitmen dalam pelestarian ekosistem hingga restorasi lahan, menjadi koridor dalam pembangunan IKN.  

5. mengurangi beban Pulau Jawa dan Kawasan Perkotaan Jabodetabek.

Dengan pindahnya pusat pemerintahan ke Kalimantan, diharapkan beberapa masalah sosial seperti kemacetan dan kepadatan penduduk berkurang.

Penutup

Penyediaan layanan infrastruktur yang berkualitas, ramah lingkungan, berkelanjutan serta mendorong pemerataan pembangunan kini menjadi suatu tuntutan bagi pemerintah terlebih lagi dalam upaya pemulihan pasca pandemi Covid 19. Pada pertemuan Infrastructure Working Group (IWG) G20 tanggal 20 s.d. 21 Januari 2022, isu sustainabilitas infrastruktur dan pengurangan kesenjangan daerah menjadi dua dari 4 (empat) agenda prioritas yang diangkat untuk dibahas selain isu digital dan Infratech Investment serta transformasi pasca Covid 19. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen melanjutkan agenda Presidensi G20 Jepang 2019 yaitu operasionalisasi prinsip Quality Infrastructure Investment (QII) untuk memastikan adanya peningkatan nilai dan kualitas layanan infrastruktur serta adanya manfaat nyata dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. 

Baca juga: Skema KPBU, Apa Perannya dalam Mendukung Pembangunan IKN?

Sejalan dengan agenda Indonesia di forum internasional, secara konsep master plan pemindahan IKN ini akan menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam mengatasi kesenjangan antar daerah, meningkatkan penggunaan teknologi dalam infrastruktur, hingga mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga memudahkan investasi swasta masuk ke negara berkembang. Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia juga mulai menerapkan standar Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam penyediaan infrastruktur dengan skema KPBU untuk memastikan kesinambungan dan kualitas dari penyediaan layanan infrastruktur. Isu lingkungan, ketahanan bencana, dan pelibatan publik dalam pengembangan IKN akan menjadi hal pokok yang dikawal dalam penerapan standar ESG ini. Implementasi infrastruktur IKN yang memperhatikan kesinambungan dan kualitas layanannya diharapkan dapat menjadi sinyal positif untuk pulih dari kondisi pandemi sesuai dengan slogan kita “recover together, recover stronger”.

 

Referensi 

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Lembaran Negara RI Tahun 2022 Nomor 41. Sekretariat Negara. Jakarta.

Aprillia, Angella. 2022. 1st Infrastructure Working Group (IWG) Meeting G20-Manfaat Nyata Bagi Indonesia. https://kpbu.kemenkeu.go.id/read/1139-1337/umum/kajian-opini-publik/1st-infrastructure-working-group-iwg-meeting-g20-manfaat-nyata-bagi-indonesia. Diakses pada 26 Mei 2022.

Oktaviant, Herlina. 2022. Gelaran Pembahasan Kelompok Kerja Infrastruktur (Infrastruktur Working Group) Forum G20 Resmi Dimulai. http://kpbu.kemenkeu.go.id/read/1135-1308/umum/kajian-opini-publik/gelaran-pembahasan-kelompok-kerja-infrastruktur-infrastructure-working-group-forum-g20-resmi-dimulai , diakses pada 26 Mei 2022.