Tantangan Implementasi KPBU IKN dan Tantangan Pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara


Penulis: Putrida Sihombing

Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) digunakan untuk memberikan signifikansi pembangunan infrastruktur untuk layanan publik. KPBU digunakan sebagai salah satu mekanisme pembangunan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Selain bertujuan sebagai pengungkit (leverage) APBN, KPBU juga berfungsi sebagai skema yang mampu mengatasi gap funding pembangunan infrastruktur. Namun demikian, KPBU tidak luput dari berbagai permasalahan yang menjadi tantangan dalam implementasinya, termasuk dalam pembangunan IKN.

KPBU IKN

Artikel ini bertujuan untuk menganalisa tantangan implementasi skema KPBU tantangan pembangunan Ibu Kota Negara bernama Nusantara (IKN), serta dukungan pemerintah yang dapat diberikan terhadap pembangunan infrastruktur sebagai solusi atas tantangan-tantangan tersebut. Temulin Batjargal dan Mengzhong Zhang menyimpulkan terdapat beberapa tantangan dalam implementasi KPBU diantaranya:

1. Postur kelembagaan yang lemah

Nuhu, Mpambije, dan Ngussa dalam jurnal yang ditulis oleh Temulin dan Mengzhong menyampaikan bahwa KPBU diatur oleh peraturan perundang-undangan yang dipengaruhi oleh mekanisme tata kelola yang lemah.  Kelembagaan menjadi faktor fundamendal keberhasilan KPBU. Kelembagaan yang tidak didukung oleh lingkungan yang kondusif  dapat menyebabkan gagalnya KPBU. Lebih lanjut disampaikan oleh Ismail dan Harris berdasarkan hasil survey terhadap proyek-proyek KPBU di Malaysia, bahwa peraturan yang ditetapkan pemerintah mengenai KPBU justru memperlambat implementasi KPB. Mendukung pendapat Ismail dan Haris, Casady menyatakan bahwa kelembagaan KPBU dipengaruhi oleh kematangan tiga aspek yaitu legitimacy, trust, and capacity. Tiga aspek ini menjadi penting untuk berhasilnya KPBU. Casady memberikan saran untuk pemerintah yang berwenang mengatur KPBU, dapat menerapkan legitimacy, trust, and capacity dalam kelembagaan KPBU yang akan dibentuk. Penerapan tiga aspek diatas bukan hanya bertujuan untuk menguatkan kelembagaan KPBU, namun dapat meningkatkan pertumbuhan investasi terhadap proyek-proyek KPBU. Sehingga, untuk permasalahan yang pertama mengenai kelembagaan KPBU, dapat menerapkan tiga aspek yaitu legitimacy, trust, and capacity dalam kelembagaan yang mengimplementasikan KPBU.

2. Kerangka Politik dan Hukum yang Lemah

Huque menyoroti bahwa ketidakstabilan politik menjadi hambatan dan memberikan dampak negatif terhadap implementasi KPBU. Ketidakpastian akibat stabilitas politik yang dinamis seperti terjadinya perubahan kepemimpinan dapat berdampak pada kepentingan yang berbeda-beda dalam masing-masing kepemimpinan ketika proyek KPBU sedang berlangsung. Risiko politik menjadi salah satu risiko yang cenderung dihindari oleh swasta, karena dianggap dapat menghentikan pelaksanaan proyek-proyek KPBU. Kerangka hukum dan politik yang buruk dianggap sebagai salah satu tantangan paling penting dalam pelaksanaan KPBU. Kerangka hukum tidak cukup mendukung  keberlanjutan proyek KPBU. Sehingga, untuk mewujudkan keberlanjutan proyek KPBU, dianggap perlu menyusun rencana induk yang dapat memastikan keberlanjutan KPBU hingga tahap operasi dan mengecilkan potensi terpengaruh ketidakstabilan politik. Delic, Šašic, dan Tanovic menyampaikan bahwa reformasi KPBU memang berfokus pada kerangka hukum yang perlu menawarkan fleksibilitas pengaturan substansi KPBU. Dilanjutkan oleh Verhoest yang berpandangan bahwa kerangka hukum, komitmen politik dan kebijakan jangka panjang dianggap sebagai variabel utama yang dapat digunakan untuk mengarahkan proyek-proyek KPBU yang sukses.

3. Mekanisme berbagi risiko dan tanggung jawab

Pembagian risiko adalah salah satu alasan implementasi KPBU antara pemerintah dengan swasta. Menurut Huque, tantangan pembagian risiko yang mungkin timbul setelah perjanjian KPBU menjadi hal yang dipertimbangkan oleh swasta. Perjanjian KPBU yang tidak mengatur secara jelas pembagian risiko, tanggung jawab, perselisihan, dan pembagian keuntungan dapat menyebabkan KPBU yang gagal. Walwyn dan Nkolele menekankan bahwa alokasi risiko yang efektif adalah faktor keberhasilan utama utama bagi KPBU. Carbonara dan Pellegrino menyampaikan bahwa mengelola risiko dalam KPBU membutuhkan perumusan antara dua pihak (pemerintah dan swasta) serta spesifikasi mekanisme implementasinya. Dengan alokasi risiko yang efektif, para pihak dapat mengidentifikasi faktor risiko proyek serta melakukan manajemen terhadap faktor risiko sebagai salah satu bentuk pengelolaan risiko.  

Berdasarkan tiga tantangan dalam implementasi KPBU untuk menyediakan infrastruktur diatas, dapat disimpulkan bahwa pertama, tantangan kelembagaan dapat diselesaikan dengan membentuk kelembagaan yang mengandung legitimacy, trust, and capacity sebagai aspek-aspek yang aktif turut bekerja di dalam kelembagaan KPBU. Kedua, kerangka politik dan hukum yang lemah, dapat menggunakan rencana induk sebagai pedoman bagi proyek KPBU untuk memastikan keberlanjutan proyek-proyek KPBU. Ketiga, alokasi risiko yang dapat dibagi atau dialokasikan tanggungg jawab nya secara proporsional atara pemerintah dengan swasta.

KPBU dengan serangkaian tantangan implementasinya digunakan sebagai salah satu skema penyediaan infrastruktur dalam rangka pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara Indonesia yang dipindahkan ke Kalimantan. Kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara disahkan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dengan argumentasi bahwa Pemerintah  berpandangan  pemindahan  Ibu  Kota  Negara berdasarkan pada kebijakan dan perekonomian terpusat di pulau jawa sehingga kesenjangan antar pulau di Negara Republik Kesatuan Indonesia harus diratakan. Terlebih, berdasarkan hasil kajian menyimpulkan bahwa kemampuan DKI Jakarta sudah tidak dapat lagi berperan sebagai Ibu Kota Negara. Pemindahaan Ibu Kota Negara ke IKN memiliki tantangan-tantangannya tersendiri, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pertimbangan Ekonomi

Biaya pembangunan IKN sangatlah besar untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan perumahan dan utilitas. Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pembangunan di IKN perlu dioptimalisasikan dengan mengedepankan keterlibatan swasta. Leverage terhadap APBN perlu dilakukan dengan menggunakan skema-skema penggabungan pendanaan dari sumber lainnya selain APBN. Salah satunya adalah dengan menggunakan KPBU atau skema pembiayaan kreatif lainnya dalam pembangunan infrastruktur.

2. Penyediaan Infrastruktur

Penyediaan infrastruktur untuk menyelenggarakan pemerintahan juga menjadi prioritas diantaranya jaringan transportasi, sistem komunikasi, dan area pemukiman. Jika dikontekstualisasikan dengan pembangunan infrastruktur di IKN, saat ini tengah dilakukan penyediaan infrastruktur vital yakni penyediaan jaringan komunikasi yang akan dilakukan melalui mekanisme penugasan kepada salah satu badan usaha milik negara. Sedangkan penggunaan skema KPBU yang saat ini sedang berproses adalah penyediaan infrastruktur rumah hunian yang diprakarsai oleh badan usaha.

3. Kerangka hukum

Sebagai negara yang menganut asas legalitas dalam penerapan hukumnya, Indonesia memiliki beban untuk membentuk kerangka hukum dalam rangka menunjang segala aspek penyelenggaraan pemerintahan. Asas kepastian dan menempatkan hukum sebagai dasar bertindak menjadi problematika khusus dalam menghadapi fleksibilitas kebijakan. Sehingga, jika dikontekstualisasikan pemindahan IKN, dalam prosesnya kerangka hukum UU IKN dan turunannnya pun mengalami hal ini, saat ini telah diundangkan perubahan UU IKN yang akan disertai dengan perubahan terhadap regulasi-regulasi turunannya.

Berdasarkan penjelasan tantangan implementasi KPBU dan tantangan pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dapat dilakukan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan dalam mendukung penggunaan KPBU untuk penyediaan Infrastruktur di IKN?

Setelah UU IKN diundangkan, Kementerian Keuangan terlibat dalam penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (PP Pendanaan). Dalam PP Pendanaan diatur salah satu skema penyediaan infrastruktur yaitu KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan lbu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. Lebih lanjut pengaturan KPBU IKN diatur oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Bappenas dan LKPP.  

Kementerian Keuangan mengatur dukungan pemerintah untuk KPBU IKN melalui PMK 220/2022 tentang Dukungan Pemerintah untuk KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif dalam rangka Penyediaan Infrastruktur di IKN. Berikut merupakan dukungan pemerintah yang diberikan untuk KPBU IKN:

1. Project Development Facility (PDF)

PDF menjadi salah satu gerbang untuk dukungan pemerintah lainnya diberikan kepada proyek-proyek KPBU IKN. PDF atau yang dikenal juga dengan Fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi merupakan fasilitas yang terdiri atas Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan (FPPSP) dan Fasilitas Pengembangan Proyek (FPP). PDF yang terbagi menjadi dua ini hanya berlaku bagi proyek KPBU IKN, berbeda dengan PDF yang diberikan kepada proyek KPBU lainnya (KPBU Reguler) yang hanya diberikan berupa fasilitas penyiapan dan pelaksanan transaksi.

Fasilitas PPSP merupakan Fasilitas yang di design khusus untuk membantu OIKN dalam menguatkan struktur kelembagaan dan regulasi di IKN serta memetakan skema pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur di IKN. Fasilitas ini diberikan untuk jangka waktu 10 tahun kepada OIKN. Saat ini Fasilitas PPSP telah digunakan oleh OIKN dengan output kajian kerangka kelembagaan dan tata kelola OIKN serta kajian model bisnis peyelenggaraan infrastruktur di IKN. Sedangkan FPP diberikan untuk membantu OIKN melakukan review terhadap letter of intent atau review proses penerbitan letter to proceed kepada badan usaha ketika mengajukan prakarsa penyediaan infrastruktur melalui KPBU IKN. Saat ini OIKN telah mengajukan permohonan FPP untuk beberapa proyek KPBU IKN sektor perumahan yang diprakarsai oleh badan usaha kepada Kementerian Keuangan.

Jika dikontekstualisasikan dengan tantangan implementasi KPBU yang sebelumnya disampaikan, bahwa salah satunya adalah postur kelembagaan yang lemah dan kerangka regulasi yang lemah pula. Melalui dukungan pemerintah yang diberikan oleh Kementerian Keuangan berupa Fasilitas PPSP kepada OIKN dapat menjadi solusi untuk menguatkan kelembagaan dan kerangka regulasi yang akan diimplementasikan oleh OIKN. Dalam rangka memberikan keberlanjutan dalam pembanguan infrastruktur melalui KPBU IKN, PDF yang diberikan kepada proyek KPBU IKN (FPP) diberikan hinga 2 tahun masa operasi.

2. Penjaminan Pemerintah

Penjaminan Pemerintah dapat meningkatkan ketertarikan dan minat investor dalam berinvestasi di IKN, karena proyek KPBU IKN dijamin oleh pemerintah. Penjaminan infrastruktur untuk proyek KPBU IKN diberikan berupa penjaminan bersama-sama yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Penjaminan infrastruktur dilakukan terhadap risiko infrastruktur yang berbeda dalam satu proyek KPBU IKN (risk sharing) atau risiko yang sama pada proyek KPBU IKN (amount sharing). Dalam hal terjadi peristiwa-peristiwa pada proyek KPBU IKN selama berlakunya Perjanjian KPBU IKN yang dapat memengaruhi secara negatif terhadap investasi Badan Usaha Pelaksana (BUP) dan/atau badan usaha yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga, pemerintah mengambil peran melalui klaim penjaminan yang dapat diajukan oleh BUP. Penjaminan infrastruktur merupakan upaya pemerintah untuk mengelola dan manajemen risiko yang berpotensi muncul ketika proyek KPBU telah masuk masa konstruksi. Acuan alokasi risiko untuk proyek KPBU disusun oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang terdiri atas risiko lokasi; risiko desain, konstruksi dan uji operasi; risiko sponsor; risiko finansial; risiko operasional; risiko revenue; risiko politik; risiko kahar; dan risiko kepemilikan asset.

3. Dukungan Kelayakan (Viability Gap Fund)

Selain memberikan PDF sebagai fasilitas untuk memastikan proyek KPBU disiapkan secara bankable dan penjaminan infrastruktur untuk memberikan kenyamanan berinvestasi, Pemerintah pun telah menyusun suatu pengaturan terhadap proyek-proyek yang memerlukan dukungan untuk meningkatkan affordability proyek berupa VGF (viability gap fund). VGF diberikan kepada proyek sebagai upaya untuk menurunkan premium risk proyek ketika masa konstruksi, sehingga dapat mendorong keikutsertaan pihak swasta atau badan usaha pada proyek KPBU IKN. VGF bertujuan mewujudkan layanan yang berkualitas, tepat sasaran, dan tepat waktu di IKN. VGF berupa kontribusi fiskal yang bersifat finansial diberikan oleh Menteri Keuangan terhadap:

  • porsi tertentu dari seluruh biaya konstruksi Infrastruktur yang tidak mendominasi biaya konstruksi Infrastruktur.
  • biaya konstruksi proyek KPBU IKN meliputi biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi, biaya perpajakan, dan biaya lainnya terkait konstruksi.
  • biaya lainnya tidak termasuk biaya pengadaan lahan.

4. Pemanfaatan BMN

Selain VGF yang berupa kontribusi fiskal dari Menteri Keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan investor untuk berkontribusi dalam pembangunan IKN melalui KPBU IKN berupa pemanfaatan BMN. Dukungan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang diberikan untuk proyek KPBU IKN yang implementasinya berkaitan dengan PMK 139/2022 tentang Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi untuk Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN. PMK 130/2022 merupakan regulasi yang ditujukan untuk optimalisasi BMN yang berada di DKI Jakarta pasca pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN. BMN di DKI Jakarta yang dapat dikelola diharapkan dapat berkontribusi untuk pembangunan di IKN. Pemanfaatan atau pemindahtanganan BMN menjadi dukungan pemerintah bagi badan usaha yang hendak melakukan pembangunan infrastruktur melalui KPBU IKN (skema bundling).

5. Pemrosesan Dokumen Availability Payment

Dukungan pemerintah lainnya yang diberikan oleh Kementerian Keuangan berupa konfirmasi dokumen Availability Payment yang bersifat final. Availability Payment sebagai salah satu metode pengembalian investasi pada proyek KPBU IKN dilakukan dengan dua skema yaitu Availability Payment bersumber dari APBN atau sumber lain yang sah. Availability Payment digunakan dalam rangka meminimalkan risiko pengembalian investasi BUP proyek KPBU IKN. Selain meminimalkan risiko pengembalian investasi kepada BUP, penggunaan Availability Payment pun bertujuan untuk mengoptimalisasikan penggunaan anggaran OIKN selaku PJPK (value for money). Sumber dana AP yang dapat berasal dari APBN atau sumber lain yang salah dilakukan dengan ketentuan bahwa Availability Payment dapat digabungkan dengan skema pengembalian investasi lainnya serta penyediaan dana Availability Payment dapat diperhitungkan dari penerimaan atau hasil pendapatan proyek KPBU IKN dari sumber lainnya. Penggunaan Availability Payment sebagai skema pengembalian investasi diajukan terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan konfirmasi final namun pembayaran Availability Payment tetap dilakukan oleh OIKN atau PJPK.

6. Penyedia Pembiayaan Infrastruktur (Standby Lender)

Selain memberikan penugasan kepada badan usaha milik negara yang berada di lingkungan kementerian keuangan untuk melaksanakan PDF, Kementerian Keuangan pun dapat memberikan penugasan untuk menjadi penyedia pembiayaan infrastruktur. Penugasan terhadap badan usaha milik negara ini berperan menjadi katalisator pembiayaan Penyediaan Infrastruktur IKN melalui skema KPBU IKN dalam rangka percepatan pemenuhan pembiayaan (financial close) serta memberikan kontribusi sebagai penasihat atau konsultan keuangan. Pendampingan dalam tahap penyiapan penyedia pembiayaan infrastruktur dapat memberikan analisis terhadap struktur proyek dan struktur pembiayaan proyek dan memberikan rekomendasi terhadap struktur proyek dan struktur pembiayaan proyek.

Dukungan pemerintah berupa PDF dapat menjadi solusi bagi OIKN untuk menguatkan kelembagaan serta kerangka regulasi sehingga dapat beraktivitas sedini mungkin. Kemudian, dukungan pemerintah lainnya berupa penjaminan infrastruktur, VGF, pemanfaatan BMN, pemrosesan dokumen availability payment serta kehadiran penyedia pembiayaan infrastruktur pada proyek-proyek KPBU dapat menjadi solusi bahwa pemindahan Ibu Kota Negara dapat dilakukan dengan menarik minat swasta untuk berkontribusi membangun IKN. Dukungan pemerintah yang diberikan kepada proyek KPBU IKN mengacu pada rencana induk dan perincian rencana induk. Perencanaan pembangunan IKN dilakukan melalui 80% keterlibatan swasta dapat terselenggara. Melalui dukungan pemerintah yang diberikan kepada proyek KPBU IKN dapat menjadi solusi terhadap tantangan implementasi KPBU IKN serta pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN yang juga menantang.

 

Referensi

  • Review of key challenges in public-private partnership implementation, Temulin Batjargal dan Mengzhong Zhang, Journal of Infrastructure, Policy and Development, Volume 5 Issue 2, 2021
  • Farida, Indonesia’s capital city relocation: A perspective of regional planning, Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 9 No.3 2021
  • Kaufmann, Daniel and Kraay, Aart dan Mastruzzi, Massimo, Governance Matters VIII: Aggregate and Individual Governance Indicators, World Bank Policy Research Working Paper No. 4978, 2009).
  • Acuan Alokasi Risiko Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Tahun 2022 oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 Tahun 2022 tentang Dukungan Pemerintah untuk KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif

Diterbitkan pada 28 November 2023

Tags