Pembiayaan Kreatif dalam UU HKPD (Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)


Penulis: Novian Dika Setya

Saat ini, kondisi infrastruktur layanan dasar sebagian daerah di indonesia masih kurang memadai sehingga membutuhan solusi atau terobosan dalam memenuhinya. Berkaitan dengan hal tersebut, artikel ini akan membahas bagaimana kondisi infrastruktur di daerah, mengapa hal tersebut bisa terjadi, serta alternatif penyelesaian berupa potensi pembiayaan kreatif di daerah dalam konteks Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

UU HKPD

Wawancara dengan Bapak Dudi Hermawan

Urgensi Percepatan Penyediaan Infrastruktur

Kondisi infrastruktur daerah di Indonesia saat ini masih belum memadai untuk memberikan layanan dasar yang optimal kepada masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan laporan pencapaian SDGs Indonesia tahun 2021 halmana untuk “Tujuan 1 Tanpa Kemiskinan”,  akses layanan dasar pada penduduk 40% ekonomi terbawah masih perlu ditingkatkan. Sebagai contoh, saat ini jangkauan layanan dasar air minum kepada masyarakat di indonesia masih rendah, yaitu hanya 4 dari 34 provinsi yang memiliki persentase masyarakat terlayani di atas 50%, dengan persentase tertinggi 60,37% di Provinsi Kalimantan Utara dan persentase terendah 8,4% di Provinsi Riau.

Persentase Penduduk Terlayani Air Minum

Berdasarkan Provinsi

Sumber: Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2022

Padahal, pemerataan penyediaan infrastruktur layanan dasar seperti air minum dan sanitasi, kesehatan, perumahan dan pemukiman merupakan hal yang fundamental dalam rangka menanggulangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan meningkatkan pemerataan kualitas hidup masyarakat. Berkaca dari hal dimaksud, percepatan penyediaan infrastruktur harus menjadi sesuatu yang bersifat urgen untuk segera dilaksanakan.

Baca juga: Sudah Sejauh Mana Layanan Akses Air Minum di Indonesia?

Kendala bagi Pemerintah Daerah dalam Menyediakan Infrastruktur

Sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren, pada prinsipnya pembangunan infrastruktur untuk layanan di daerah sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Namun demikian, dapat  dipahami bahwa terdapat kondisi dan karakteristik berbeda-beda yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan infrastrukturnya.

Salah satu kendala utama pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan infrastrukturnya adalah keterbatasan kapasitas fiskal. Sesuai data dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 193 Tahun 2022 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, hanya sekitar 29% dari keseluruhan Provinsi dan 25% dari keseluruhan kabupaten/kota yang memiliki kondisi kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi.

Keterbatasan kapasitas fiskal di atas diperburuk dengan kenyataan bahwa sebenarnya pemerintah daerah “sadar” akan adanya keterbatasan fiskal namun pada akhirnya tetap melakukan pengadaan barang/jasa tradisional dengan menunggu adanya “uang” di APBD mereka (termasuk di dalamnya mengharapkan dana-dana yang “gratis” seperti dana Transfer ke Daerah). Hal tersebut terjadi karena adanya pertimbangan bahwa tidak akan adanya beban untuk pemerintah daerah dan juga untuk menjaga hubungan baik dengan DPRD.

Dengan kondisi tersebut, maka penyediaan infrastruktur terlihat berjalan lambat atau tidak sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat di daerah. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah perlu memutar otak dan menggunakan cara-cara yang non tradisional untuk memenuhi kebutuhan infrastrukturnya.

Pembiayaan Kreatif Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur di Daerah

Salah satu cara non tradisional yang bisa dilakukan adalah melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang saat ini telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor  38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

Namun demikian, tidak semua Proyek KPBU sukses mencapai tahapan operasi, ada juga Proyek KPBU yang berhenti bahkan belum sampai transaksi. Ketidakberhasilan tersebut dapat disebabkan beberapa hal, namun utamanya dikarenakan adanya hambatan dari sisi kapasitas fiskal Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) di level pemerintah daerah dan kelayakan finansial proyek sehingga membutuhkan alternatif pembiayaan lain, dalam hal ini adalah melalui pembiayaan kreatif.

Pembiayaan kreatif merupakan terminologi yang relatif baru dalam pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Terdapat beberapa definisi pembiayaan kreatif sebagai berikut:

A set of financial solutions and mechanisms that create scalable and effective ways of channelling both private money from the global financial markets and public resources towards solving pressing global problems” (International Labour Organization),

“Mechanisms to raise funds and stimulate action, by private, public, and philanthropic actors, in support of international sustainable development in new and more efficient and scalable ways to solve social, economic, and environmental problems globally (Canada).

“berbagai skema pembiayaan yang bersumber dari dana swasta maupun dana dari para pemangku kepentingan non pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Barang Milik Negara” (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 Tahun 2022 tentang Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara Pembiayaan kreatif)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, pada prinsipnya komponen pembiayaan kreatif adalah kombinasi dari dana dari swasta, organisasi non pemerintah, dan dana publik/pemerintah.

Pembiayaan Kreatif di Daerah dalam konteks Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pada tahun 2022, pemerintah pusat telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang mengatur beberapa hal sebagai berikut:

  1. pemberian sumber Penerimaan Daerah berupa Pajak dan Retribusi;
  2. pengelolaan TKD;
  3. pengelolaan Belanja Daerah;
  4. pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan
  5. pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.

Dalam rangka pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, sesuai pengaturan dalam UU HKPD, pemerintah daerah dapat melakukan pembiayaan utang daerah yang terdiri dari Pinjaman Daerah (konvensional atau syariah), Obligasi Daerah, dan  Sukuk Daerah.

Melalui UU HKPD dimaksud, pemerintah pusat juga telah mendukung pelaksanaan pembiayaan kreatif di daerah mengingat UU HKPD dimaksud telah memberikan koridor hukum bagi pemerintah daerah untuk dapat melakukan pembiayaan kreatif. Dalam UU HKPD, pembiayaan kreatif telah diatur pada BAB VII pasal 167 terkait Sinergi Pendanaan yang didefinisikan sebagai sinergi sumber-sumber pendanaan dari APBD dan selain APBD dalam rangka pelaksanaan program prioritas nasional dan/atau daerah yang dilakukan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur dan/atau program prioritas lainnya sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan daerah. Sinergi pendanaan tersebut pada prinsipnya bersifat opsional dan diatur untuk mendorong pemerintah daerah dalam melakukan pembiayaan kreatif.

Pendanaan dari APBD dapat berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Transfer ke Daerah (TKD), dan/atau Pembiayaan Utang Daerah sedangkan pendanaan selain dari APBD dapat berupa kerja sama dengan pihak swasta, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau pemerintah daerah lainnya. Dalam rangka mendukung Sinergi Pendanaan dimaksud, Pemerintah Pusat juga dapat menyinergikan dengan belanja kementerian/lembaga dan/atau tugas pembantuan.

Tantangan dan Insentif Pelaksanaan Pembiayaan Kreatif bagi Pemerintah Daerah

Sama halnya dengan skema KPBU, pembiayaan kreatif pun tidak lepas dari adanya tantangan dalam implementasinya. Berdasarkan pengalaman pada proyek-proyek KPBU, secara umum, beberapa hal yang mungkin dapat menjadi tantangan dalam implementasi pembiayaan kreatif di daerah adalah sebagai berikut:

No

Potensi Tantangan

Keterangan

1

Kesiapan Lahan

Ketersediaan, kondisi, dan lokasi lahan yang sesuai dengan infrastruktur yang akan dibangun. 

2

Aspek Lingkungan dan Sosial

Kondisi lingkungan dan masyarakat yang akan terdampak atas adanya infrastruktur.

3

Kepastian Hukum Pelaksanaan Proyek

Landasan hukum atas penyelenggaraan layanan infrastruktur.

4

Komitmen Kepala Daerah

Komitmen kepala daerah untuk melakukan skema pembiayaan kreatif termasuk melakukan pembayaran dari APBD atas kewajiban yang muncul atas layanan infrastruktur.

5

Dukungan DPRD

Dukungan DPRD dari sisi politis untuk melancarkan pelaksanaan skema pembiayaan kreatif untuk layanan infrastruktur.

6

Transisi Eksekutif dan Legislatif

Adanya periode transisi pada saat terdapat peralihan Kepala Daerah dan/atau DPRD yang dapat mempengaruhi kelanjutan pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya.

7

Pemahaman Pemangku Kepentingan

Kurangnya pemahaman dari sisi pemerintah daerah dan DPRD terkait skema pembiayaan kreatif.

8

Kapasitas Fiskal PJPK

Kurangnya kapasitas fiskal PJPK untuk melaksanakan pembayaran atas kewajiban yang muncul atas layanan infrastruktur.

9

Proyek yang tidak menarik bagi swasta

Proyek tidak layak secara finansial sehingga tidak menarik bagi swasta.

 

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, dalam UU HKPD, pembiayaan kreatif telah diatur melalui Sinergi pendanaan yang dimaksudkan untuk mendorong dan memberikan insentif bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembiayaan kreatif. Insentif dimaksud diberikan dalam bentuk belanja K/L dan/atau tugas pembantuan untuk mendanai sebagian infrastruktur yang diusulkan. Lebih lanjut, dengan adanya UU HKPD sebagai dasar hukum, pemerintah pusat juga akan lebih nyaman dalam memberikan sosialisasi kepada daerah, termasuk sosialisasi untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas.

Sebelum menyelenggarakan sinergi pendanaan, pemerintah daerah perlu membuat dokumen perencanaan atas infrastruktur-infrastruktur yang akan dibangun, termasuk usulan pembiayaannya yang dapat terdiri dari APBD, selain APBD, dan belanja kementerian/lembaga dan/atau tugas pembantuan. Dokumen perencanaan tersebut akan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah untuk kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan membahas dokumen perencanaan dimaksud dengan K/L terkait di tingkat pemerintah pusat seperti Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, dan K/L teknis terkait. Dalam hal disetujui, peserta rapat akan menandatangani berita acara sebagai komitmen K/L terkait untuk mendanai sebagian infrastruktur yang diusulkan. Hal dimaksud diharapkan dapat memberikan insentif dan menarik pemerintah daerah untuk melaksanakan pembiayaan kreatif.

Selain menyediakan insentif, pemerintah pusat dhi. Kementerian Keuangan juga memberikan edukasi berupa sosialisasi kepada pemerintah daerah terkait UU HKPD. Sosialisasi ini merupakan hal yang penting mengingat terdapat aturan-aturan baru di dalam UU HKPD, salah satunya terkait sinergi pendanaan melalui skema pembiayaan kreatif. Melalui edukasi tersebut, pemerintah daerah diharapkan dapat memahami maksud dan tujuan dari skema pembiayaan kreatif serta memahami bagaimana skema pembiayaan kreatif dapat membantu menyelesaikan permasalahan infrastruktur di daerah. 

Lebih lanjut, Kementerian Keuangan bersama-sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas juga dapat melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi sesuai kewenangan masing-masing. Pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berupa kunjungan lapangan dan pengecekan penganggaran kewajiban pemerintah daerah di dalam APBD terkait pembayaran kewajiban kepada investor.

(Pengaturan detail terkait Sinergi Pendanaan di atas akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (RPP HKFN) yang saat ini sedang dalam proses penetapan dan Peraturan Menteri Keuangan sebagai turunan dari UU HKPD)

Penutup

Kondisi infrastruktur di sebagian besar daerah saat ini masih dalam kondisi yang kurang memadai, sementara banyak daerah mempunyai keterbatasan fiskal dalam mencukupi kebutuhan infrastruktur tersebut. Sebagai salah satu solusi, pemerintah pusat telah mendorong penggunaan pembiayaan kreatif di daerah untuk mengadakan infrastrukturnya.

Dalam rangka mendorong pelaksanaan pembiayaan kreatif di daerah, Pemerintah Pusat telah memulai inisiatif melalui pengaturan mekanisme Sinergi Pendanaan di dalam UU HKPD sebagai salah satu jalan bagi daerah untuk menyelesaikan permasalahan infrastrukturnya.

Meskipun menjadi tanggung jawab pemerintah daerah masing-masing, skema pembiayaan kreatif tidak bisa dilepas begitu saja karena skema tersebut merupakan hal baru dan memiliki beberapa tantangan dalam implementasinya. Untuk itu, pemerintah pusat memberikan insentif berupa belanja K/L teknis terkait, edukasi berupa sosialisasi, dan pendampingan berupa pemantauan dan evaluasi terkait pelaksanaan pembiayaan kreatif dalam rangka mendorong terwujudnya target pembangunan infrastruktur nasional. 

 

Sumber:

  1. Kementerian PPN/Bappenas (2022), Laporan Pelaksanaan Pencapaian TPB/SDGs Tahun 2021.
  2. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2022), Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2022.
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
  4. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193 Tahun 2022 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 Tahun 2022 tentang Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara.
  7. https://setkab.go.id/ihwal-urusan-pemerintahan-umum/
  8. https://www.ilo.org/empent/areas/social-finance/WCMS_747999/lang--en/index.htm#:~:text=The%20ILO%20understands%20innovative%20finance,towards%20solving%20pressing%20global%20problems.
  9. https://www.un.org/sites/un2.un.org/files/innovative_fincancing_14_march.pdf
  10. Wawancara dengan Bapak Dudi Hermawan-JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Madya-Ketua Tim Reguler Pembiayaan Daerah.

 

Wawancara dengan Bapak Dudi Hermawan