Pelaksana Fasilitas: Peranannya dalam Pelaksanaan PDF pada Proyek KPBU


Oleh: Idha Charlina dan Pansa Angga Riva

Project Development Facility (PDF) merupakan salah satu fasilitas yang diberikan Kementerian Keuangan untuk membantu PJPK dalam menyusun kajian prastudi kelayakan, dokumen lelang, dan mendampingi PJPK dalam pelaksanaan transaksi proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) hingga mencapai pembiayaan dari lembaga pembiayaan (financial close). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 180 Tahun 2022 tentang Fasilitas untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pasal 10 ayat (2), pelaksanaan fasilitas dapat dilakukan oleh:

  1. Menteri Keuangan didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dhi. Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur;
  2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui penugasan khusus; dan
  3. Lembaga Internasional melalui kerja sama dengan Menteri Keuangan.

Adapun tugas dari pelaksana fasilitas adalah sebagai berikut:

  1. Mengelola dan mengadministrasikan kegiatan untuk pelaksanaan Fasilitas, berupa pemberian asistensi dan/atau konsultasi kepada PJPK sesuai dengan jenis dan ruang lingkup Fasilitas yang disediakan, termasuk menyusun dan menyampaikan Keluaran.
  2. Menyusun tata kelola pelaksanaan Fasilitas untuk dituangkan dalam Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas, termasuk menyusun dan merancang Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas tersebut; dan
  3. Menjalin hubungan kerja yang harmonis dengan PJPK berdasarkan tata kelola pelaksanaan Fasilitas serta membangun kerja sama dan menjalankan koordinasi yang baik dengan pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan Fasilitas.

Pelaksana Fasilitas PDF

Baca juga: Pentingnya Peran PDF dalam Skema KPBU

Implementasi pemberian PDF pada proyek KPBU tidak terlepas dari peran penting Pelaksana Fasilitas yang mengawal proyek sejak tahap penyiapan hingga proyek tersebut mencapai financial close. Sebagaimana tercantum dalam PMK 180 Tahun 2020, Menteri Keuangan dapat menugaskan BUMN melalui penugasan khusus untuk menjadi Pelaksana Fasilitas. Hingga saat ini, terdapat 2 (dua) BUMN di bawah Kementerian Keuangan (SMV Kemenkeu) yang aktif menjadi Pelaksana Fasilitas untuk proyek KPBU yang mendapatkan PDF yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Dalam rangka pelaksanaan fasilitas, SMV Kemenkeu sebagai Pelaksana Fasilitas dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan penasihat keuangan proyek infrastruktur sebagaimana ketentuan dalam Peraturan OJK nomor 46/POJK.05/2020 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.

PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI)

PT SMI adalah BUMN pembiayaan infrastruktur yang didirikan pada tanggal 26 Februari 2009, dengan mandat menjadi katalis dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia, termasuk untuk mendukung pelaksanaan skema KPBU. Dengan mengemban visi menjadi katalis dalam percepatan pembangunan infrastruktur nasional, PT SMI menjalankan tiga misi yaitu sebagai berikut:

  1. Menjadi mitra strategis yang memberikan nilai tambah dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
  2. Menciptakan produk pembiayaan yang fleksibel.
  3. Menyediakan pelayanan berkualitas dengan tata kelola yang baik.

PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)

PT PII dibentuk pada tanggal 30 Desember 2009 sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas untuk memberikan penjaminan atas proyek infrastruktur pemerintah yang dikembangkan dengan skema KPBU. PT PII memiliki visi menjadi BUMN penggerak utama yang aktif dalam mempercepat pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia, dengan misi memastikan percepatan pemenuhan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dengan memberikan penjaminan dan nilai tambah bagi pembangunan infrastruktur yang:

  1. Memiliki dampak kemanfaatan yang paling besar kepada masyarakat Indonesia.
  2. Melindungi kepentingan Pemerintah dalam pemenuhan pembangunan infrastruktur melalui proses yang transparan dan akuntabel.
  3. Meningkatkan kepercayaan dari pihak investor dengan memberikan kenyamanan berinvestasi dan kepastian pembayaran atas klaim risiko kerugian suatu proyek infrastruktur yang dikerjasamakan.

PT Indonesia Infrastructure Finance (PT IIF)

PT IIF didirikan pada tanggal 15 Januari 2010 atas prakarsa dan inisiatif Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan Republik Indonesia (dimana PT IIF dibentuk sebagai anak perusahaan PT SMI, bersama Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan lembaga multilateral lainnya. Dengan visi menjadi pelopor katalisator untuk pembiayaan pengembangan infrastruktur di Indonesia, PT IIF memiliki misi sebagai berikut:

  1. Menjamin tercerminnya kepentingan pelaku investasi di dalam struktur kontrak dan konsesi.
  2. Mempelopori ketersediaan beragam instrumen pembiayaan yang tepat bagi proyek infrastruktur.
  3. Menjadi mitra bagi lembaga keuangan dan lembaga investasi nasional lainnya dalam menyalurkan dana masyarakat ke dalam pembangunan infrastruktur jangka panjang di Indonesia.

PT SMI mendapat penugasan untuk menjadi Pelaksana Fasilitas pada proyek KPBU Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Semarang Barat, proyek KPBU Rumah Susun Karawang Spuur dan proyek KPBU Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Sampah Spesifik Regional Sumatera. Dalam pelaksanaan PDF pada proyek dimaksud, PT SMI melakukan kerja sama dengan PT IIF. Sementara PT PII bekerja sama dengan PT IIF pada proyek KPBU Rumah Susun Cisaranten. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan sinergi SMV dengan perusahaan pembiayaan infrastruktur dalam mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Dalam pelaksanaan PDF, terdapat beberapa hal-hal yang dianggap menjadi tantangan yang dapat berdampak pada keberhasilan suatu proyek dari perspektif para Pelaksana Fasilitas. Selain tantangan, terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Pelaksana Fasilitas untuk mensukseskan suatu proyek yang dapat menjadi lesson learned bagi seluruh pemangku kepentingan PDF.

Kekuatan (strength) dan Peluang (opportunity) Pelaksana Fasilitas dalam Pelaksanaan Pemberian PDF

Masing-masing Pelaksana Fasilitas memiliki keunggulan dan peluang-peluang khusus yang dapat dimanfaatkan guna mendukung pelaksanaan tugasnya, diantaranya:

  1. PT SMI sebagai BUMN memiliki fleksibilitas dalam hal penganggaran yang menerapkan prinsip penganggaran korporasi sesuai persetujuan pemegang saham. Selain itu, dari sisi regulasi pengadaan konsultan, terdapat peraturan internal perusahaan yang dilandaskan asas kompetitif, sehingga proses pengadaan lebih cepat dan fleksibel karena dapat membentuk panel konsultan yang memiliki reputasi baik dan kredibel yang dapat ditunjuk segera sehingga dapat mempersingkat proses pengadaan konsultan. PDF memberikan peluang kepada PT SMI untuk mengembangkan produk pembiayaan yang telah ada untuk digunakan atau dikombinasikan dengan produk pembiayaan lainnya guna mendukung pembangunan proyek infrastruktur. PT SMI memiliki produk seperti pinjaman daerah dan program Corporate Social Responsibility (CSR), SDG Indonesia One (SIO) yang dapat dikombinasikan dengan PDF untuk mendukung pembangunan infrastruktur.
  2. Dari sisi kelembagaan, PT PII sebagai BUMN memiliki fleksibilitas khususnya dalam mengelola operasional perusahaan. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang cukup banyak menjadi salah satu peluang bagi PT PII untuk turut mendukung pelaksanaan percepatan PSN melalui penugasan sebagai Pelaksana Fasilitas. PT PII memiliki produk utama yaitu penjaminan pemerintah yang dapat meningkatkan kepastian partisipasi dan pembiayaan swasta bagi pembangunan infrastruktur Indonesia.
  3. Menurut PT IIF, pengalaman dan pemahaman terhadap KPBU baik dalam aspek kelembagaan, regulasi hingga pembiayaan yang dimiliki oleh PT IIF dan SMV Kemenkeu, dalam hal ini PT SMI dan PT PII, menjadi keunggulan dalam melaksanakan tugas sebagai Pelaksana Fasilitas. Kolaborasi dengan PT IIF dalam pelaksanaan PDF pada proyek KPBU melalui penunjukan langsung PT IIF sebagai penasihat transaksi menjadikan proses pengadaan lebih cepat, efektif dan efisien. Bagi PT IIF, dengan ikut terlibat dalam pelaksanaan PDF dan menjadi lender pada proyek KPBU dapat meningkatkan brand recognition PT IIF.

Tantangan yang Dihadapi Pelaksana Fasilitas dalam Pelaksanaan Pemberian PDF

Dalam implementasinya, terdapat beberapa tantangan yang ditemukan dalam proses pelaksanaan PDF yang cukup beragam dan dapat menghambat keberlangsungan proyek. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan untuk dapat menjadi lesson learned bersama kedepan.

  1. Menurut PT SMI, tantangan yang ditemukan diantaranya terkait dengan kinerja dimana PT SMI memiliki Key Performance Indicator (KPI) yang harus terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Kinerja terkait penyerapan anggaran PDF menjadi salah satu hal yang sulit untuk dikendalikan mengingat capaiannya dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berkaitan erat dengan keberlanjutan dari proyek tersebut. Terdapat output Pelaksana Fasilitas yang penyelesaiannya dipengaruhi oleh faktor eksternal yang cukup tinggi sehingga membutuhkan waktu yang panjang dalam penyelesaian output dimaksud. Hal tersebut akan mempengaruhi KPI, penyerapan anggaran termasuk sustainability PT SMI dalam pelaksanaan PDF. Selain itu, terdapat risiko reputasi, dimana proyek yang telah melalui tahap penyiapan hingga mencapai financial close mengalami kendala pada tahap operasi dan adanya kemungkinan terjadi risiko legal atas hal-hal yang dilakukan dalam menghadapi kendala tersebut yang dapat berdampak pada reputasi korporasi. Pemahaman para pemangku kepentingan terhadap KPBU yang kurang serta ekspektasi akan KPBU yang cukup tinggi, menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Sebaiknya tidak menganggap KPBU sebagai “obat” dalam pembangunan infrastruktur. KPBU merupakan skema pembiayaan yang membutuhkan komitmen fiskal dari PJPK. Ekspektasi dari pemangku kepentingan perlu dikelola dengan baik dan perlu ditegaskan bahwa KPBU merupakan skema yang cukup kompleks sehingga timeline proyek tidak bisa agresif karena dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan setiap tahapan pada PDF.
  2. Menurut PT PII, terdapat beberapa proyek yang tidak dapat melanjutkan proses PDF hingga mencapai tahap financial close dikarenakan berbagai faktor salah satunya tidak tercapainya komitmen PJPK untuk melaksanakan PDF. Pemahaman para pemangku kepentingan akan KPBU dan pengambilan keputusan yang cukup memakan waktu dan proses yang panjang terutama pemangku kepentingan pada high level menjadi tantangan yang dihadapi oleh Pelaksana Fasilitas dalam melaksanakan PDF. Proses pengambilan keputusan yang cukup kompleks membutuhkan waktu dan biaya yang banyak sehingga menjadi pertimbangan PJPK dalam menentukan keberlanjutan PDF proyek tersebut.
  3. Menurut PT IIF, fenomena great resignation yaitu fenomena resign yang dilakukan banyak pekerja secara hampir bersamaan menjelang akhir pandemi, menjadi salah satu tantangan bagi perusahaan. Fenomena tersebut merupakan dampak dari pandemi covid-19. Hal tersebut menjadi tantangan bagi PT IIF mengingat kedepannya PT IIF akan banyak terlibat dalam proyek KPBU yang mendapatkan PDF sehingga perlu tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Terkait faktor eksternal, perlunya komitmen dari para pemangku kepentingan dalam rangka menjaga keberlanjutan proyek. Hal tersebut menjadi sangat penting dikarenakan dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan dan kepentingan yang berbeda. Guna mendukung hal tersebut, perlu adanya stakeholders management untuk menjaga ekspektasi dan kinerja pemangku kepentingan.

Peran Pelaksana Fasilitas dalam Penyelesaian Bottleneck Proyek

Sejatinya setiap proyek memiliki permasalahan yang berbeda-beda bergantung pada sektor proyek, lokasi serta dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh pemangku kepentingan. Permasalahan yang ditemukan dalam proyek perlu segera diselesaikan dengan menyusun mitigasi dan solusi penyelesaian permasalahan proyek agar tidak menimbulkan masalah lainnya dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam proyek tersebut.

  1. Menurut PT SMI, kolaborasi antara produk yang dimiliki oleh PT SMI dengan produk lainnya dapat menjadi alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan pada proyek. Selain itu, pelaksanaan capacity building dan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan termasuk instansi yang bergerak di bidang pengawasan dan pemeriksaan untuk memberikan pemahaman mengenai tujuan dan tata kelola PDF dapat dilakukan untuk meminimalisir permasalahan yang akan terjadi pada proyek.
  2. Menurut PT PII, komunikasi antara pemangku kepentingan menjadi sangat krusial dalam penyelesaian bottleneck. Sebagai contoh, dalam hal ketua tim KPBU tidak memiliki kapasitas dan tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan proyek dengan KPBU maka Pelaksana Fasilitas yang memiliki peran dalam asistensi/pendampingan PJPK akan menyampaikan laporan kepada PJPK untuk kemudian PJPK sebagai eksekutor dapat menindaklanjuti dengan melaksanakan reorganisasi tim KPBU.
  3. Menurut PT IIF, bottleneck merupakan hal tidak dapat dihindari dan selalu ada dalam pelaksanaan PDF yang menjadikan proses PDF tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perlu disiapkan beberapa strategi seperti pelaksanaan capacity building untuk PJPK dan perangkat daerah terkait serta melakukan koordinasi dengan PJPK untuk memastikan kesiapan lahan, kesiapan dinas terkait dan tersedianya dukungan sektor melalui penyediaan anggaran pada APBN/D untuk mendukung keberlangsungan proyek. Langkah antisipasi tersebut harus menjadi bagian dari proses pelaksanaan PDF.

Hal yang dapat Ditingkatkan untuk Mendukung Kesuksesan Proyek KPBU

Keberhasilan proyek tidak terlepas dari peran aktif seluruh pemangku kepentingan yang terlibat pada proyek tersebut. Komitmen seluruh pemangku kepentingan terutama dalam hal ini PJPK, sangat menentukan keberlangsungan proyek. Joint monitoring dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dapat dibentuk untuk menjadi forum koordinasi dalam rangka monitoring perkembangan proyek dan penyelesaian isu atau permasalahan proyek yang sedang terjadi, nantinya dari hasil koordinasi dimaksud akan menghasilkan alternatif solusi. Selain itu, pemanfaatan kantor bersama KPBU sebagai one stop service dan forum koordinasi antar pemangku kepentingan KPBU di tingkat pemerintah pusat juga dapat ditingkatkan.

Penutup

Pelaksana Fasilitas memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan suatu proyek termasuk dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi pada proyek. Koordinasi antara Pelaksana Fasilitas dengan pemangku kepentingan untuk penyelesaian permasalahan pada proyek dapat dilakukan dengan melaksanakan rapat koordinasi baik pada level pimpinan maupun level teknis, kunjungan lapangan proyek, dan pelaksanaan capacity building. Namun demikian, Pelaksana Fasilitas tidak dapat bergerak sendiri dalam melaksanakan tugasnya sehingga diperlukannya dukungan dari pemangku kepentingan lainnya terutama PJPK sebagai pemilik proyek. Pentingnya stakeholders mapping untuk memetakan kewenangan dan peran setiap pemangku kepentingan dalam pelaksanaan PDF pada proyek KPBU guna mendukung tercapainya tujuan bersama yaitu keberhasilan proyek.

 

Referensi