Penerapan Quality Infrastructure Investment dalam Proyek Infrastruktur di Indonesia


Oleh: Dian Mayasari

Quality Infrastructure Investment

Latar Belakang

Konsep Quality Infrastructure Investment (QII) pertama kali di gaungkan G20 pada the Leaders’ Communiqué 2016 Hangzhou Summit. Negara-negara G20 sepakat dengan 11 Multilateral Development Banks (MDBs) dalam Joint of Aspiration on Actions untuk mendukung investasi dalam infrastruktur yang fokus pada kualitas layanan infrastruktur, efisiensi ekonomi, keamanan, lapangan pekerjaan, peningkatan kapasitas, dan transfer knowledge dari para ahli sektor kepada pemerintah dengan tidak mengabaikan isu-isu sosial dan lingkungan. Kemudian pada agenda Roadmap to Infrastructure as an Asset Class (“Roadmap”) tahun 2018, G20 juga mendorong upaya peningkatan investasi infrastruktur (Infrastructure Investment) yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Agenda Roadmap ini lebih difokuskan untuk memenuhi adanya financing gap dalam pembiayaan infrastruktur.

Quality Infrastructure Investment

Ilustrasi Infrastrukur

Kedua agenda ini, yaitu kualitas infrastruktur dan kebutuhan investasi, sebenarnya saling menguatkan sehingga pada tahun 2019 dalam Japan’s G20 Presidency dicetuskan G20 Principles for Quality Infrastructure Investment (QII). Prinsip ini  dirumuskan untuk memastikan adanya peningkatan nilai dan kualitas layanan infrastruktur, kemampuan membayar pengguna, serta adanya manfaat yang nyata dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Kualitas yang dimaksud disini termasuk adanya dampak positif dari infrastruktur kepada pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan, mengakomodir isu konektivitas, berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi lokal, dan dilakukan dengan praktik yang sehat (good governance).

Keenam prinsip QII ini sifatnya tidak mengikat namun sangat direkomendasikan untuk diadaptasi dalam penanganan proyek infrastruktur. Adapun 6 prinsip QII tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Memaksimalkan dampak positif infrastruktur dalam mencapai pertumbuhan dan pengembangan yang berkelanjutan
  2. Meningkatkan efisiensi ekonomi dari perspektif life-cycle cost
  3. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam investasi infrastruktur
  4. Ketahanan bangunan terhadap bencana alam dan risiko lainnya
  5. Mengintegrasikan pertimbangan sosial dalam investasi infrastruktur
  6. Memperkuat tata Kelola infrastruktur

Bagaimana Upaya Negara Lain Menerapkan QII ?

Secara luas, prinsip QII ini mulai diterapkan kepada proyek-proyek infrastruktur di dunia. Namun karena sifatnya yang tidak mengikat, prinsip ini secara kumulatif (keenamnya diterapkan) belum banyak diterapkan dalam proyek infrastruktur. Berdasarkan hasil survey proyek yang dilakukan oleh Global Infrastructure Hub (GI Hub) dari 90 proyek infrastruktur di seluruh dunia, dinyatakan bahwa sekitar hampir 95% proyek telah sesuai dengan prinsip III yaitu Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam investasi infrastruktur. Sedangkan untuk prinsip IV yang terkait dengan ketahanan bangunan terhadap bencana alam dan risiko lainnya, sesuai dengan kurang dari 60% proyek, dapat dikatakan paling kecil pemenuhannya.

Diagram I

Frekuensi yang Pemenuhan Prinsip QII

Quality Infrastructure Investment

 

Terdapat beberapa rangkuman studi terkait upaya-upaya yang telah dilakukan beberapa negara G20 dan lembaga multilateral untuk mendukung penerapan QII antara lain sebagai berikut :

1. Jepang

Pengembangan infrastruktur Jepang merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Jepang telah menerapkan prinsip QII dalam investasi infrastrukturnya. Namun penerapannya pun ternyata tidak dilakukan serta merta, hal mana telah menjadi inspirasi pencetusan 6 prinsip QII G20 pada Osaka Summit dalam Japan’s G20 Presidency tahun 2019.

Evolusi penerapan QII di Jepang sudah dilakukan sejak masa setelah Perang Dunia II hingga sekarang yang mana dapat dibagi kedalam 3 fase yaitu : 1) Post war reconstruction 2) Penanganan Adverse effect akibat pertumbuhan ekonomi dan 3) Stagnasi dan Perubahan Demografi.

Gambar I

Evolusi QII di Jepang

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa fase kebutuhan layanan infrastruktur Jepang berkembang sesuai dengan tren perkembangan ekonomi dan kondisi demografinya. Seiring perkembangan zaman yang mulanya menuntut adanya pembangunan yang massive, kemudian pembangunan bergerak ke arah kebutuhan infrastruktur yang lebih mengakomodasi isu/concern terkait sosial dan lingkungan serta praktik yang sehat (governance) dan anti korupsi.

Dikarenakan infrastruktur bersifat jangka panjang, Jepang memahami bahwa seyogyanya dalam perencanaan proyek dipertimbangkan tidak hanya risiko jangka pendek tapi juga risiko jangka panjang seperti : biaya selama siklus proyek, keterlibatan publik, kualitas layanan, tren/perkembangan sosial, dan ketahanan bencana. Kualitas infrastruktur yang dimaksud disini adalah kepastian mutu layanan infrastruktur, mampu mendukung pertumbuhan ekonomi, ramah lingkungan, mampu memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, dan tahan bencana seperti diilustrasikan pada gambar II di bawah ini.

Gambar II

Aspek Kualitas Infrastruktur dan Dampaknya berdasarkan Waktu

QII

 

2. Uni Emirat Arab

Untuk mengakomodasi prinsip QII, Uni Emirat Arab telah menyusun panduan untuk infrastruktur transportasi. Panduan ini ditujukan untuk memastikan dampak positif infrastruktur dan kesinambungan layanan publik, meningkatkan siklus hidup aset, serta meningkatkan manfaat bagi pengguna.

Inisiatif ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti menurunkan biaya pemeliharaan aset dan meningkatkan ketahanannya. Panduan ini dapat digunakan pada saat perencanaan, penyusunan desain proyek, dan pelaksanaan konstruksi.

Selain membuat panduan, Uni Emirat Arab juga menggagas sebuah proyek penyusunan Sistem Manajemen Aset Jalan/Road Asset Management System (RAMS) yang mengatur monitoring operasional dan pemeliharan sistem transportasi jalan nasional. Sistem ini akan menghimpun data terkait jaringan jalan nasional sehingga monitoring terkait performa jalan, pemeliharaan, inventaris aset jalan, dan kondisi trotoar dapat terkoordinir dengan baik dalam satu sistem yang terintegrasi. Dengan adanya proyek ini, diharapkan Uni Emirat Arab dapat menghemat biaya pemeliharaan hingga 35% dan waktu pemeliharaan 30%. Selain itu dengan adanya pemantauan aset infrastruktur yang baik, performa layanan akan semakin panjang dan manfaat kepada masyarakat juga semakin besar. Dikarenakan sistem yang bekerja otomatis maka tata kelola lebih terjaga dan transparan. Adapun biaya untuk membangun sistem ini cukup besar yakni sekitar USD 10 juta yang terbagi menjadi 2 tahap (tahap 1: 3 tahun konsultansi dan tahap 2 : 4 tahun)[1].

3. Rusia

Lebih konkrit lagi, Rusia telah mengembangkan sistem sertifikasi proyek infrastruktur secara nasional agar sesuai dengan prinsip QII yang disepakati pada forum G20 tahun 2019.  Sistem ini akan melibatkan para ahli internasional di bidang keuangan baik dari kalangan publik maupun lembaga internasional seperti Bank Dunia, OECD, dan World Wide Fund for Nature, perusahaan konsultansi, investor, dan  pemerintahan. Indikator performa sistem ini adalah banyaknya proyek infrastruktur yang dinyatakan “berkualitas”.

4. Cina

Di Cina terdapat proyek transportasi yang diidentifikasi oleh GI Hub telah memenuhi keenam prinsip QII yaitu Taihan Mountain Cross-Province Expressways. Proyek ini merupakan proyek PPP dengan nilai proyek sebesar USD 13,12 milyar dan masa konsesi 28 tahun. Penyiapan proyek tergolong cukup cepat yakni 1 tahun sejak 2016 hingga 2017 dan mulai COD pada tahun 2018.

Proyek yang akan melewati 4 provinsi (Beijing, Tianjin, Hebei, dan Henan) diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial dari adanya kemudahan konektivitas seperti terciptanya lapangan pekerjaan, mobilisasi komoditi ekonomi, perpindahan orang dan barang, peningkatan pariwisata, dan mengurangi kemiskinan. Selain itu, isu terkait ketahanan bencana juga diperhitungkan dalam desain proyek. 

Dalam mengembangkan proyek ini, Cina menyusun kerangka hukum PPP yang komprehensif seperti peraturan, kebijakan, panduan, dan standar kontrak kerjasama. PPP Unit juga dibentukan pada level pemerintah pusat dan daerah. Untuk mengakomodasi isu tata kelola, Cina juga mempublikasikan terkait informasi proyek pada platform nasional untuk menjamin transparansi.

5. Lembaga Multilateral

Menindaklanjuti komitmen G20 2019, Global Infrastructure Hub (GI Hub), bersama dengan Bank Dunia dan OECD mengembangkan Database QII yang ditujukan sebagai acuan/referensi global untuk para pembuat kebijakan, praktisi, investor, masyarakat, dan badan usaha yang memerlukan referensi terkait penerapan QII pada proyek infrastruktur.

Selain itu, Bank Dunia juga bekerjasama dengan pemerintah Jepang membentuk Quality Infrastructure Investment (QII) Partnership untuk meningkatkan perhatian dunia internasional terhadap pentingnya kualitas infrastruktur di negara-negara berkembang. Kualitas yang dimaksud meliputi pengoptimalan dampak positif infrastruktur, meningkatkan efisiensi ekonomi, mengintegrasikan isu sosial dan lingkungan, membangun ketahanan dari bencana alam, dan menguatkan tata kelola infrastruktur. Untuk mencapai kualitas sebagaimana dimaksud, QII Partnership menyediakan dukungan finansial untuk penyiapan dan implementasi proyek infrastruktur termasuk kegiatan diseminasi.

Untuk membantu negara-negara mengimplementasikan prinsip QII, pada tahun 2020 serangkaian toolkit seperti InfraCompass, Infratech Value Case, dan Infratech Toolkit. Toolkit atau panduan ini dikeluarkan oleh GI Hub dan Bank Dunia untuk membantu negara-negara mengaplikasikan ataupun mengidentifikasi prinsip-prinsip QII baik secara langsung pada proyek maupun pada level kebijakan.

Bagaimana Prinsip QII dapat diterapkan dalam proyek Infrastruktur di Indonesia?

Penerapan QII ini sangat relevan dan sejalan dengan target dan komitmen Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Namun, saat ini Indonesia belum memiliki panduan maupun kebijakan yang spesifik terkait QII.

Berdasarkan  pengalaman beberapa negara di atas, terdapat beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam penerapan QII yaitu :

1. Waktu

Untuk menerapkan prinsip QII dalam manajemen maupun pembangunan infrastruktur kiranya bukan hal yang instan. Negara maju seperti Jepang dan Rusia pun membutuhkan waktu untuk menyusun kerangka kerja yang tepat untuk diaplikasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi secara luas. Mengacu pada pengalaman dan studi yang dilakukan negara lain dan lembaga multilateral, Indonesia sebenarnya dihadapkan pada 2 (dua) pilihan kebijakan : 1)  mengamplikasikan secara langsung pada proyek infrastruktur atau 2) membuat kerangka kerja implementasi QII seperti yang dilakukan Rusia dan Uni Emirat Arab. Keduanya tentu punya konsekuensi masing-masing terkait waktu.

2. Sumber Daya

Seperti yang dilakukan di Cina, untuk mengerjakan proyek yang nilainya cukup besar diperlukan keterlibatan dan kerjasama banyak pihak mulai dari para ahli, badan usaha, maupun pihak pemerintah sendiri. Apabila kerjasama ini dapat terjalin dengan baik, dampak manfaat proyek akan sangat massive bagi masyarakat dan kesinambungan ekonomi.

Untuk memastikan terpenuhinya prinsip-prinsip QII dalam proyek, tentunya dibutuhkan tenaga ahli untuk mengevaluasi, memutakhirkan, dan memastikan proses penyiapan proyek hingga operasional (Life-cycle project). Mengingat saat ini QII belum secara konkrit dipersyaratkan pada dokumen proyek infrastruktur, maka diperlukan asistensi dan transfer pengetahuan dari para ahli untuk memastikan terpenuhinya prinsip QII dalam proyek. Seperti dijelaskan di atas, lembaga multilateral dalam hal ini siap memberikan asistensi dan panduan bagi negara-negara yang akan mengimplementasikan QII untuk mengoptimalkan “kualitas”.

3. Biaya

Demi memastikan adanya kualitas, biasanya kita tidak keberatan untuk menaikkan harga pelayanan. Namun dalam hal penyediaan layanan publik, pemerintah harus tetap memperhatikan aspek kemampuan fiskal. Disisi lain, kualitas layanan harus tetap dioptimalkan. Dalam hal ini, pemerintah selaku penanggung jawab penyediaan layanan infrastruktur untuk menghitung dan memformulasikan skenario terbaik yang mampu memastikan kualitas dan memberikan manfaat yang optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kerugian akibat dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial bisa menjadi sangat besar terutama apabila terjadi bencana alam. Risiko semacam ini sering kali tidak terlalu diperhitungkan karena kemungkinan keterjadiannya belum pasti. Pada prinsip QII, semua aspek yang memperhitungkan ketahanan dan sustainabilitas proyek harus diperhitungkan. Konsekuensinya, biaya konsultansi proyek menjadi lebih mahal.

Penutup

Seiring perkembangan zaman dan dinamika pertumbuhan sosial ekonomi, aspek ketahanan lingkungan ini menjadi krusial dan merupakan perbincangan hangat di dunia internasional. Sehubungan dengan adanya Indonesia presidency 2022, kiranya Indonesia penting untuk terlibat aktif dalam upaya implementasi QII pada infrastruktur. Momen ini dapat dimanfaatkan untuk menggali lebih dalam bagaimana Indonesia dapat mengelola ketiga tantangan di atas untuk meningkatkan kualitas layanan infrastruktur yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dan mampu memberikan manfaat paling optimal.

 

Referensi