KPBU dan Perencanaan


Oleh: Dadang Jusron

1. Definisi perencanaan

Secara umum perencanaan merupakan suatu upaya dalam menentukan berbagai hal yang hendak dicapai atau tujuan di masa depan dan juga untuk menentukan beragam tahapan yang dibutuhkan demi mencapai tujuan tersebut. Sebagai salah satu fungsi manajemen dari empat fungsi manajemen yang paling dikenal yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, perencanaan adalah sebuah alat yang harus selalu dilakukan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Perencanaan merupakan suatu tahap awal dalam aktivitas suatu organisasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. Dalam perencanaan akan terdapat berbagai kegiatan pengujian pada beberapa arah pencapaian, menganalisa seluruh ketidakpastian, meniali kapasitas, menentukan tujuan pencapaian serta menentukan langkah untuk mencapai tujuan dimaksud.

Perencanaan

Ilustrasi Perencanaan

Dari seluruh definisi perencanaan yang disampaikan oleh para ahli, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah bahwa proses perencanaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan dari organisasi.

Pada dasarnya perencanaan berguna untuk membantu berbagai proses pengambilan suatu keputusan yang paling baik dan sesuai tujuan utama organisasi. Dengan perencanaan diharapkan pihak manajemen mampu menjawab pertanyaan what, why, where, when, who dan how dalam upaya untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Fungsi perencanaan adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi operasional organisasi, sehingga upaya identifikasi berbagai hambatan serta koreksi terkait penyimpangan perlu dilakukan agar kegiatan organisasi dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan.

Terdapat karakteristik perencanaan yang membedakan dengan fungsi manajemen lainnya. Beberapa karakteristik dimaksud adalah:

  • Fungsi manajerial, karakteristik ini menyediakan dasar atau pondasi bagi fungsi manjemen lain yakni  pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.
  • Orientasi pada tujuan, dengan karakteristik ini perencanaan akan membantu dalam menjelaskan tujuan organisasi identifikasi alternatif tindakan yang perlu dilakukan sekiranya ditemuai kendala dalam pelaksanaan kegiatannya serta menjadi lalt untuk memutuskan suatu rencana tindakan dengan tepat.
  • Pervasif, artinya perencanaan harus hadir pada semua tahapan dan tingkatan manajemen dengan ruang lingkup sesuai dengan tingkatannya.
  • Proses berkelanjutan, perencanaan harus dibuat secara terus menerus dalam setiap setiap tahapan dan setiap kurun waktu tertentu. Yang artinya setelah setiap selesai suatu rencana dalam tahapan tertentu, makas perlu dibuat rencana baru untuk melanjutkan proses yang telah dilakukan.
  • Proses intelektual, karakteristik ini menunjukkan perlunya penerapan logika, cara berfikir, dan memperkirakan suatu kondisi yang mungkin akan terjadi di masa depan disertai penyelesaiannya dengan cara yang inovatif.
  • Futuristik, perencanaan dibuat untuk menentukan langkah yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan yang ditentukan dengan memproyeksikan masa depan berdasarkan kondisi yang terjadi saat ini. Tentu  dengan sebelumnya melakukan analisa serta prediksi yang akan terjadi berdasarkan informasi yang tersedia saat ini.
  • Pengambilan keputusan, karakteristik ini menunjukkan bahwa perencanaan digunakan sebagai dasar dari pengambilan keputusan terbaik di antara semua pilihan alternatif yang ada dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya.

Tujuan setiap organisasi tentunya berbeda beda, namun pada dasarnya perencanaan dimaksudkan untuk:

  • Mengantisipasi dan beradaptasi atas berbagai perubahan yang mungkin terjadi;
  • Sebagai panduan dan arahan dalam melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat;
  • Menghindari dan meminimalisir potensi tumpeng tindih dalam pelaksanaan pekerjaan;
  • Menetapkan standar yang harus digunakan dalam bekerja untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi atas kegiatan yang dilakukan.

Jenis perencanaan terbagi menjadi tiga yakni perencanaan berdasarkan tingkatan yang berupa rencana induk, rencana operasional dan rencana harian, kedua perencanaan berdasarkan jangka waktu yakni rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek, adapun yang ketiga adalah perencanaan berdasarkan ruang lingkup yakni rencana strategis, rencana taktis dan rencana terintegrasi.

2. Perencanaan Pembangunan Nasional

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.

SPPN dibuat untuk menjamin tercapainya tujuan negara melalui kegiatan pembangunan yang berjalan secara efektif, efisien dan bersasaran berdasarkan perencanaan pembangunan nasional. Pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

SPPN bertujuan untuk:

  • Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
  • Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
  • Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
  • Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
  • Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Ruang lingkup perencanaan berdasarkan Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN membagi perencanaan dalam beberapa tahapan, baik yang berlaku pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ruang lingkup dimaksud yakni:

  1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang merupakan dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun.
  2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), merupakan dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun
  3. RPJM Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L),  merupakan dokumen perencanaan K/L untuk periode 5 tahun
  4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
  5. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun
  6. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
  7. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RenjaKL), adalah dokumen perencanaan Kementrian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
  8. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

RPJM Nasional merupakan dari penjabaran visi, misi dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional,  yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Kerangka Kebijakan Pembangunan

Gambar 1.  Kerangka Kebijakan Pembangunan

Adapun Hubungan perencanaan nasional, pusat, dan daerah dalam periode jangka panjang (20 tahun) yang kemudian dijabarkan dalam perencanaan menengah (RPJMN) (5 tahun) adalah sebagai berikut:

 

Hirarki Perencanaan

Gambar 2. Hirarki Perencanaan

(https://kebijakankesehatanindonesia.net/36-sinkronisasi/2586-sistem-perencanaan-pembangunan-nasional)

Namun demikian dari pelaksanaan perencanaan berdasarkan SPPN masih ditemui beberapa kendala. Walaupun dalam setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut telah dilakukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang.

Secara umum kendala yang dihadapi dalam perencanaan yaitu:

  1. Lemahnya koordinasi dalam pengelolaan data dan informasi sehingga tidak tepat sasaran.
  2. Lemahnya keterkaitan proses perencanaan, proses penganggaran dan proses politik dalam menerjemahkan dokumen perencanaan menjadi dokumen anggaran.
  3. Kurangnya keterlibatan masyarakat warga (civil society).
  4. Lemahnya sistem pemantauan, evaluasi dan pengendalian (safeguarding).
  5. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
  6. Ketergantungan pada sumber dana dari donor dan lembaga internasional.

(http://perencanaan.ipdn.ac.id/kajian-perencanaan/kajian-perencanaan/sistemperencanaanpembangunannasionalsppn)

3. KPBU dan Perencanaan

I. Strategi dan Sasaran Pembangunan Infrastruktur

Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN khususnya pasa 19 ayat (1).

RPJMN 2020-2024 merupakan tahapan penting dari rencana RPJPN 2005-2025 karena akan mempengaruhi pencapaian target pembangunan dalam RPJPN. Sesuai arahan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan janka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulankompetitif di berbagai ilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Salahsatu arahan Presiden sebagai strategi dalam pelaksanaan misi Nawacita dan pencapaian sasaran Visi Indonesi 2045 adalah pembangunan infrastruktur. Arahan tersebut dimaksudkan dengan cara melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat.

Untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur sebagaimana arahan Presiden diterapkan lima strategi pembangunan infrastruktur yakni pada  infrastruktur pelayanan dasar, infrastruktur ekonomi, infrastruktur perkotaan, energy dan ketenagalistrikan dan Teknologi informasi dan komunikasi untuk transformasi digital.

Lima Strategi Pembangunan Infrastruktur

 

Gambar 3. Lima Strategi Pembangunan Infrastruktur

Dari strategi yang ditetapkan dimaksud selanjutnya diperjelas dengan memberikan highlight pada sasaran yang akan dicapai pada tahun 2024 sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.                             

Highlight Sasaran 2024

Gambar 4. Highlight Sasaran 2024  

II. Kerangka Pendanaan

Dalam kerangka RPJMN 2020-2024 sebagai penjabaran visi, misi dan program Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 yang sejalan dengan perencanaan pembangunan jangka panjang Indonesia,  pelaksanaannya dilakukan dengan kaidah pelaksanaan melalui kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, kerangka pendanaan serta kerangka evaluasi dan pengendalian.

Kerangka pendanaan sebagai salah satu kaidah dalam pelaksanaan RPJMN 2020-2024 berupaya mengoptimalkan dan mensinergikan pemanfaatan sumber-sumber pendanaan pembangunan.

Sumber-sumber pendanaan pembangunan dimaksud berasal dari Pemerintah yang diperoleh dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Hibah, Pinjaman Luar Negeri (PLN), Pinjaman Dalam Negeri (PDN), Surat Berharga Negara (SBN), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)  maupun sumber pendanaan yang berasal dari Non Pemerintah yang diperoleh melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pendanaan Badan Usaha, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR), Filantropi, dan Dana Keagamaan.

Kebutuhan pendanaan pembangunan terus meningkat sedangkan sumber dana publik terbatas. Di sisi lain berbagai sumber dan instrumen pendanaan baru terus berkembang. Untuk itu, diperlukan adanya pendekatan pengelolaan pendanaan untuk mendorong pertumbuhan dan kinerja investasi publik. Peningkatan efisiensi dan kinerja investasi publik mensyaratkan adanya perbaikan proses perencanaan investasi di semua sektor dan tingkat pemerintahan, termasuk dalam mengalokasikan investasi Pemerintah untuk sektor dan proyek yang tepat sehingga memberi daya ungkit (leverage), melaksanakan proyek tepat waktu dan tepat biaya serta peningkatan kapasitas dan efisiensi kelembagaan. Upaya tersebut dilakukan bersamaan dengan pemberian stimulus bagi pihak swasta dan masyarakat melalui regulasi dan kebijakan yang memberikan insentif dalam rangka mengoptimalkan peran pembiayaan non- Pemerintah dalam pembiayaan pembangunan nasional (investasi publik).

Penggunaan pendanaan pembangunan harus dapat secara optimal memanfaatkan kapasitas pendanaan yang ada dan dilakukan secara lebih efektif. Untuk maksud tersebut diperlukan adanya kaidah-kaidah yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penggunaan pendaaan pembangunan yaitu:

1. Fokus Meningkatkan Kualitas Alokasi pada Prioritas melalui Proyek Prioritas dan Integrasi Pendanaan, dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:

  • Mengutamakan alokasi pada prioritas: Mengalokasikan sumber dana yang terbatas dengan mendahulukan kegiatan atau proyek yang menjadi prioritas nasional khususnya Proyek Prioritas Strategis (Major Project). Pendanaan pembangunan harus diarahkan berdasarkan pada strategi pembangunan nasional dimana fokus alokasi anggaran adalah pendanaan prioritas pembangunan terutama pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah untuk masyarakat.
  • Memperkuat sinergi dan integrasi pendanaan pembangunan dengan mensinergikan dan mengintegrasikan pemanfaatan belanja K/L dan Non K/L (antara lain Subsidi, Dana Transfer Khusus, dan Dana Desa) serta sumber pendanaan lainnya, baik pusat, daerah maupun swasta untuk mendukung pembiayaan prioritas nasional.

2. Mengidentifikasi proyek yang dapat dilakukan Pemerintah Pusat, Daerah, BUMN, swasta dan masyarakat.

Besarnya skala pembangunan nasional Indonesia membutuhkan koordinasi, kerjasama dan pembagian kerja di antara para pemangku kepentingan. Untuk itu, dalam pelaksanaan proyek pembangunan diperlukan identifikasi serta pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, swasta dan masyarakat. Hal ini dimaksudkan juga untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan dan efisensi penggunaan sumber daya nasional dalam pelaksanaan proyek pembangunan.

3. Menyesuaikan modalitas pendanaan dengan sasaran pembangunan serta memastikan kesiapan pelaksanaan proyek.

Agar dapat terjadi kesesuaian perencanaan pendanaan program/kegiatan/proyek harus mempertimbangkan:

  1. Kapasitas dan keberlanjutan pendanaan, termasuk kebutuhan pembiayaan yang melampaui satu tahun anggaran;
  2. Kesesuaian antara karakteristik sumber pendanaan dengan karakter investasi pemerintah;
  3. Mekanisme penyaluran (delivery mechanism) yang tepat dan efisien; dan
  4. Tingkat kesiapan pelaksanaan (implementation readiness).

4. Optimalisasi dan perluasan pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.

Sumber pendanaan pembangunan yang telah ada dan dimanfaatkan saat ini seperti dari pinjaman luar negeri dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan pinjaman dari lembaga pembiayaan pembangunan dan pemanfaatan skema pendanaan kerjasama pembangunan, serta fasilitas pembiayaan luar negeri lainnya dengan persyaratan yang menguntungkan. Dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan di antaranya: tingkat bunga, penyediaan barang dengan syarat dan ikatan (tied dan untied), serta keunggulan komparatif mitra pembangunan.

Pemerintah akan terus meningkatkan pemanfaatan skema KPBU dengan melakukan perkuatan pada beberapa aspek yaitu: regulasi; fungsi kantor bersama; peran empat pilar KPBU (regulator, penanggung jawab proyek kerjasama (investee), konsultan pendamping (transaction advisor), dan investor), perencanaan dan penyiapan proyek, serta internalisasi KPBU dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pemerintah pusat maupun daerah.

Di samping itu, Pemerintah dapat memperbesar pemanfaatan skema-skema pembiayaan yang bersumber dari berbagai skema pembiayaan tematik (thematic financing windows) termasuk di dalamnya adalah skema pembiayaan hijau (green financing). Selain menjadi sumber, skema-skema pembiayaan ini juga membantu Pemerintah untuk memaksimalkan daya ungkit (leverage) sumber dana publik dan mendatangkan investasi swasta dalam pembangunan.

5. Mendorong inovasi pendanaan pembangunan.

Kebutuhan pembiayaan pembangunan akan terus meningkat namun kemampuan Pemerintah terbatas, sehingga diperlukan upaya untuk mengembangkan berbagai sumber, skema, dan instrumen pembiayaan, baik dari sisi jumlah maupun efisiensi dan efektivitas pemanfaatannya. Dalam rangka mendorong inovasi pendanaan pembangunan, maka perlu dilakukan:

a. Memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pemanfaatan bauran pembiayaan (blended finance)

Untuk mendanai program/proyek/kegiatan dengan sumber, skema, dan instrument pembiayaan yang berbeda disesuaikan dengan waktu, tahap, dan jenis kegiatan yang spesifik. Dalam pelaksanaan dan pengembangan bauran pembiayaan (blended finance) tersebut diperlukan beberapa langkah diantaranya:

  • Menyediakan dan menyempurnakan kerangka hukum dan peraturan sebagai dasar inovasi pendanaan. Sebagai negara berpendapatan menengah atas, peluang Indonesia mendapatkan pendanaan berbiaya lunak dan konvensional diperkirakan makin terbatas. Untuk mengotimalkan pemanfaatan pendanaan tersebut perlu dukungan kerangka hukum yang memadai.
  • Memposisikan pembiayaan Pemerintah sebagai pengungkit (leveraging) dan katalisator untuk mengembangkan sumber pendanaan non-Pemerintah;
  • Mengutamakan penggunaan sumber-sumber pendanaan non-Pemerintah sesuai dengan kelayakan finansial, ekonomi, dan sosialnya;

b. Mengembangkan Prinsip Transfer Berbasis Kinerja (Output Based Transfer).

Untuk memperkuat pengendalian program serta memperkuat sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pencapaian sasaran pembangunan Pemerintah akan melanjutkan pengembangan hibah ke daerah sebagai bentuk mekanisme transfer berbasis kinerja (output based transfer). Mekanisme ini khususnya ditujukan untuk mendukung pendanaan Pelayanan Dasar kepada Masyarakat ataupun mendukung pencapaian target-target pembangunan tertentu.

III. Perencanaan Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)

Sebagai salah satu sumber pendanaan Non Pemerintah, KPBU merupakan alternatif skema pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan pembagian risiko antara para pihak.

Baca juga: Apa itu KPBU?

Dengan skema KPBU diharapkan Pemerintah dapat menyediakan sarana dan prasarana layanan umum dengan tepat waktu (on schedule), tepat anggaran (on budget), dan tepat layanan (on service).

Perencanaan sebagai salah satu tahap proses pemilihan skema KPBU selain tahap penyiapan dan tahap transaksi merupakan tahapan paling penting sebelum sebuah proyek infrastruktur ditetapkan skema pembiayaannya menggunakan skema yang tersedia.

Dalam proses perencanaan KPBU terdapat dua hal yang harus dilakukan yakni identifikasi proyek dan penyusunan kajian Studi Pendahuluan. Dari tahap perencanaan KPBU dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan penyediaan infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha berdasarkan RPJM, RKP, Renstra dan Renja Kementerian/Lembaga dan atau RPJMD dan RKPD yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mendukung koordinasi perencanaan dan pengembangan rencana KPBU serta melakukan keterbukaan informasi kepada masyarakat mengenai rencana KPBU.

Identifikasi proyek yang memiliki potensi untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha dilakukan dengan menyusun Studi Pendahuluan yang memuat paling kurang rencana bentuk KPBU, rencana skema pembiayaan dan sumber dananya, dan rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

Studi pendahuluan yang disusun memuat 5 kajian yakni:

1. Analisis kebutuhan (need analysis) yang meliputi:

  • kebutuhan infrastruktur memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi dengal permintaan yang berkelanjutan dan diukur dari ketidakcukupan pelayanan, baik secara kuantitas maupun kualitas, berdasarkan ana,lisis data sekunder yalg tersedia;
  • identifikasi pilihal dalam penyediaan layanan mencakup lingkup layanan, solusi, ketersediaan penyedia, target pengerjaan, dan skema pembiayaan berdasarkan kebutuhan infrastruktur; dan
  • kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang berkaitan, salah satunya melalui Konsultasi Publik.

2. Kriteria kepatuhan (compliance criteria) yang meliputi:

  • kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, termasuk penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD bertindak selaku PJPK;
  • kesesuaian KPBU dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/ Daerah dan/ atau Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, rencara bisnis BUMN/BUMD;
  • kesesuaian lokasi KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai kebutuhan jenis infrastruktur yang akan dikerjasamakan; dan
  • keterkaitan antar sektor Infrastruktur dan antar wilayah sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan.

3. Kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Morey), antara lain:

  • sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU termasuk dalam pengelolaan risiko;
  • terjaminnya efektivitas, akuntabilitas, dan pemerataan pelayanan publik dalam jangka panjang;
  • alih pengetahuan dan teknologi; dan
  • terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam proses pengadaan.

 4. Analisis potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek, yang meliputi:

  • kemampuan pengguna untuk membayar;
  • kemampuan fiskal Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD dalam melaksanatan KPBU;
  • potensi pendapatan lainnya; dan
  • perkiraan bentuk Dukungan Pemerintah.

5. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut, meliputi:

  • indikasi bentuk KPBU;
  • rekomendasi hal-hal yang perlu ditindaklanjuti; dan
  • rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU.

Dari kajian Studi Pendahuluan yang dihasilkan keputusan yang bisa direkomendasikan adalah proyek infrastruktur dimaksud dapat dilaksanakan dengan skema KPBU. Namun tidak menutup kemungkinan dari hasil kajian Studi Pendahuluan yang disusun menghasilkan rekomendasi skema pembiayaan lainnya untuk penyediaan infrastruktur.

Peran menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau direksi BUMN/D sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan atau disebut sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) sangat penting untuk memutuskan jenis infrastruktur yang akan dikerjasamakan berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan. Kesesuaian dengan RPJM, RKP, Renstra dan Renja Kementerian/Lembaga dan atau RPJMD dan RKPD perlu dipastikan agar sesuai dengan kerangka pendanaan sebagai salah satu kaidah dalam pelaksanaan RPJMN 2020-2024 dalam upaya mengoptimalkan dan mensinergikan pemanfaatan sumber-sumber pendanaan pembangunan.

Identifikasi pemangku kepentingan (stakeholder) dalam penyusunan kajian sangat diperlukan agar proyek infrastruktur yang akan dikerjasamakan dapat memastikan, memanfaatkan dan mengintegrasikan pendanaan atau rencana kerja pemerintah sehingga penyediaan infrastruktur dapat dilakukan secara tepat waktu dengan disertai penyediaan infrastruktur pendukung dari stakeholder yang terkait. dan sumber pendanaan lainnya, baik pusat, daerah maupun swasta.

IV. Kesimpulan

Sejalan dengan pengertian tentang perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen, karakterisktik dan maksud dilakukan perencanaan, Pemerintah dalam merencanakan pembangunan nasional mewujudkannya melalui sistem perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam bentuk undang undang.

Pemerintah melalui SPPN untuk menjamin tercapainya tujuan negara melalui kegiatan pembangunan yang berjalan secara efektif, efisien dan bersasaran berdasarkan perencanaan pembangunan nasional. Pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

Sebagaimana tujuan SPPN, dalam pencapaiannya Pemerintah membagi perencanaan menjadi beberapa tahapan yakni jangka panjang (RPJPN/D), jangka menengah (RPJMN/D) dan  jangka pendek (RKP) yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Sekiranya diputuskan skema KPBU digunakan dalam penyediaan infrastruktur, maka pada tahap perencanaan PJPK sebagai pemilik kewenangan dalam sektor yang akan di KPBU kan sangat berperan dalam menentukan proyek yang akan di KPBU kan dengan melihat dari  tujuan SPPN. Adapun tujuan  SPPN untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Referensi:

  1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.08/2020 Tentang Fasilitas Untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur
  4. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
  5. https://accurate.id/marketing-manajemen/pengertian-perencanaan/
  6. https://kebijakankesehatanindonesia.net/36-sinkronisasi/2586-sistem-perencanaan-pembangunan-nasional
  7. http://perencanaan.ipdn.ac.id/kajian-perencanaan/kajian-perencanaan/sistemperencanaanpembangunannasionalsppn
  8. Wismana Adi Suryabrata, Peran APIP dalam RPJMN 2020-2024, Bahan Presentasi dalam Rapat Bulanan DPN AAIPI, 2020
  9. Jadhie J. Ardajat, Bahan Presentasi Dalam Diklat Dasar Dasar Perencanaan LPEM UI-Bappenas, Februari 2019