Blue Finance untuk Pembiayaan Infrastruktur


Penulis: Bilayat Bagas Arista Putra
Pembimbing: Aulia Ihsanin

Pembiayaan infrastruktur yang berkelanjutan memiliki peran penting dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang terkait dengan konservasi dan preservasi sumber daya laut. Dalam upaya untuk mengatasi tantangan pembiayaan, Blue Finance muncul sebagai solusi yang menjanjikan. Dengan menggunakan instrumen pembiayaan seperti blue bonds/Sukuk dan Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), Blue Finance memiliki potensi untuk menarik partisipasi swasta dan secara khusus mendukung proyek dan program konservasi atau preservasi SD laut.

Apa itu Blue Finance?

Blue Finance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan instrumen keuangan yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan laut. Blue Finance dapat digunakan untuk membiayai berbagai proyek, seperti rehabilitasi terumbu karang, konservasi mangrove, pengelolaan sampah laut, dan pengembangan energi terbarukan.

Blue Finance memiliki potensi untuk menjadi sumber pembiayaan yang penting bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Laut merupakan sumber daya yang sangat penting bagi perekonomian dunia, dan Blue Finance merupakan potensi sumber pembiayaan untuk kegiatan/program menjaga kelestarian laut dan memastikan bahwa laut dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Bermula di tahun 2012 dalam konferensi internasional Rio+20 yang diadakan di Rio de Janeiro, peran laut dalam pembangunan berkelanjutan banyak didiskusikan. Rio+20 menghasilkan dokumen The Future We Want yang mencakup sejumlah rekomendasi untuk mendukung transformasi global dari green menuju blue economy. Untuk mewujudkan blue economy inilah Blue Finance diperlukan dan berkembang. Sebagai bidang yang terbilang baru, Blue Finance berkembang sangat pesat. Sampai tahun 2018, nilai Blue Finance global mencapai USD 1,3 triliun, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga USD 3,5 triliun di tahun 2030.

Blue Finance merupakan area baru dalam Climate Finance seiring dengan meningkatnya minat investasi dari investor, lembaga keuangan, dan emiten secara global pada proyek-proyek yang mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan di sektor kelautan.  Blue Finance tidak hanya dipandang sebagai peluang pembiayaan tetapi juga peluang pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan kesehatan ekosistem laut melalui penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, dan perlindungan lingkungan laut.

Blue Finance

Ekonomi biru Indonesia memiliki peran penting dalam menghasilkan manfaat iklim jangka panjang dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan, salah satunya melalui sektor pariwisata. Dari sanalah kemudian investasi untuk mewujudkan blue economy diakui membawa manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang signifikan. Dan Blue Finance muncul sebagai term baru pembiayaan yang menambah khasanah sumber pembiayaan baru yang penting bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Baca juga: SDGs, ESG dan Infrastruktur

Dalam konteks Indonesia, mendorong perkembangan blue Financing merupakan kebutuhan penting, khususnya untuk sektor kemaritiman perikanan dan kelautan. Hal ini semakin mendesak mengingat hanya 20-25% RPJMN 2020 – 2024 (atau sekitar USD 1.614,3 Milyar) yang dapat dipenuhi dengan pendanaan konvensional APBN. Sumber-sumber pembiayaan dengan term/tema pembangunan berkelanjutan (termasuk Blue Finance) dibutuhkan untuk memobilisasi sumber pembiayaan pembangunan dalam rangka menutup 75-80% financing gap.

Perjalanan pengembangan dan implementasi Blue Finance dalam Pembiayaan Infrastruktur

1. Penyusunan Rencana Strategis Blue Finance

Untuk memberikan arah pembangunan dan pengembangan blue economy, pemerintah perlu menyusun dan menetapkan rencana strategis yang jelas meliputi tujuan jangka panjang, target kinerja, sasaran proyek, dan langkah-langkah yang akan diambil untuk menarik partisipasi swasta.

 

Di Indonesia, kebijakan terkait Blue Economy dikeluarkan tahun 2021 melalui penyusunan Blue Economy Development Framework dan SDGs Security Framework yang kemudian diterjemahkan ke dalam Blue Finance Policy Note. Rerangka dan kebijakan tersebut yang kemudian menjadi titik awal pengembangan Blue Finance di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.

Kebijakan ini kemudian ditindaklanjuti peluncuran Dokumen Blue Financing Strategic (12 Oktober 2022) oleh KemenkoMarves bersama UNDP. Dokumen ini berisi guideline pengembangan dan identifikasi mekanisme kolaborasi untuk mendorong implementasi Blue Finance dalam rangka melindungi sekaligus memperoleh manfaat ekonomi dari sektor kelautan. Selain itu, saat ini sedang diinisiasi peluncuran Indonesia Blue Finance Instrumnet Guideline yang dimotori oleh Bappenas dan KemenkoMarves.

Berdasarkan perkembangan kebijakan-kebijakan tersebut, Blue Finance semakin berpotensi dalam pembiayaan infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, termasuk melibatkan beberapa pihak yang diuntungkan dalam sektor ini terutama pihak swasta.

2. Pengembangan Instrumen Pembiayaan Tematik yang Tepat

Merancang instrumen pembiayaan yang sesuai merupakan salah satu key enabler pencapaian blue economy. Indonesia dapat berkaca pada keberhasilan pemerintah dalam penerbitan thematic bond berupa green sukuk atau SDG Bond yang sudah mulai dikenalkan sejak tahun 2018. Inovasi instrumen pembiayaan ini telah berhasil menghimpun sumber pembiayaan APBN sebesar USD 3.5 Milyar dan Rp 5.4 triliun (Green Sukuk) dan EUR 500 juta (SDGs Bond).

Dengan tema dan pasar yang spesifik, tingkat keberhasilan penerbitan instrumen tematik sangat dipengaruhi salah satunya oleh bagaimana hasil penerbitan ini digunakan untuk belanja yang mengarah pada pencapaian tujuan/tema instrumen. Dalam konteks Blue Finance, juga berlaku hal yang serupa. Di sisi lain, banyak kebutuhan program/proyek dalam rangka menuju blue economy yang dapat menjadi dasar/underlying penerbitan Blue Finance intrument, khususnya kebutuhan infrastruktur perikanan dan kelautan. Saat artikel ini ditulis, pemerintah masih dalam proses pengkajian penerbitan Blue Bond/Sukuk .

Untuk memberikan keyakinan, kenyamanan, dan kepastian kepada pemilik dana/sumber dana Blue Finance Policy Note, juga telah memberikan petunjuk dan pengklasifikasian proyek dan relevansinya terhadap upaya pencapaian blue economy, yaitu navy blue untuk proyek relevansi tinggi, dan Sapphire Blue untuk proyek dengan relevansi moderat.

 

Upaya pengkajian Blue Finance melalui instrumen pembiayaan pemerintah ini juga selaras dengan kajian World Bank dalam Blue Finance Policy Note, terdapat beberapa potensi pembiayaan untuk Blue Finance:

Instrumen

Teruji di Indonesia

Next Steps

Blue Bond /Sukuk

Tidak; tapi green bond & sukuk telah diuji

Uji kelayakan blue bond / sukuk

Environmental Impact Bonds

Tidak

Uji kelayakan instrumen berbasis kredit karbon atau Payment for Ecosystem Services (PES) setelah kebijakan berlaku

Insurance (Parametric Coral Reefs dan Mangrove)

Ya (ADB & GEF; Mercy Corps)

Uji kelayakan parametric insurance untuk dampak lingkungan.

Trust Funds

Ya

Uji penskalaan marine trust funds via BLU

Blended Finance Facilities, termasuk KPBU

Ya – terutama di terrestrial

Terlibat dengan blended facilities yang relevan secara langsung

Impact Investment

Ya- terutama akuakultur, teknologi, fin tech, dan plastik

Menentukan keterkaitan dengan sektor prioritas

Debt for Nature Swap

Ya, terrestrial

Menentukan apakah ada peluang untuk investasi terkait kelautan

 

Dalam konteks KPBU di Indonesia, sektor-sektor infrastruktur kelautan sangat potensial menarik investor dengan orientasi penjapaian tujuan blue economy. Sebagaimana dalam intrumen tematik, relevansi indikator pencapaian blue economy dari infrastruktur yang akan ditawarkan penting untuk menjaring minta investor tematik (khususnya blue economy).

3. Penguatan koordinasi & program antar Kementerian/Lembaga

Implementasi Blue Finance membutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, lembaga keuangan, dan organisasi masyarakat sipil. Kemitraan yang kuat akan memastikan adopsi Blue Finance yang lebih luas dan efektif, serta tidak sekadar klaim kontribusi pada pencapaian blue economy. Dalam meningkatkan koordinasi peran dan program diantara lintas kementerian, Indonesia Blue Finance Policy Note telah menyebutkan kebutuhan inisiasi pembentukan Blue Finance Advisory Commitee agar terbentuk leadership dalam mendorong kolaborasi dan koordinasi lintas sektoral di berbagai inisiatif yang ada.

Tantangan dalam Implementasi Blue Finance

Implementasi Blue Finance dalam pembiayaan infrastruktur dihadapkan pada beberapa tantangan diantaranya:

1. Ketersediaan iklim investasi yang kondusif

Pengembangan instrumen Blue Finance juga membutuhkan iklim investasi yang kondusif, seperti pemberian insentif fiskal dan non-fiskal bagi investor Blue Finance. Iklim investasi yang kondusif dapat diciptakan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan Blue Finance. Namun, kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan Blue Finance masih belum banyak tersedia, sehingga dapat menyulitkan dalam menarik investor.

2. Over claim atau penggunaan Blue Finance yang kurang tepat sasaran

Instrumen pembiayaan tematik “biru” maupun investasi “biru” satu sisi merupakan peluang sumber pembiayaan baru. Sisi lain, jika penggunaan dananya tidak benar-benar diarahkan pada upaya mencapai tujuan “blue economy” sebagaimana diharapkan dalam SDGs, kesempatan ini dapat berbalik ke arah ketidakpercayaan investor pada “term” atau “branding” yang disematkan dalam instrumen terkait (istilah blue hanya sebatas taksonomi tanpa diikuti aktivitas mitigasi untuk menciptakan ekosistem kelautan berkelanjutan). Jika dalam konteks “green financing” dikenal “greenwashing”, akankah dalam Blue Finance, juga akan muncul “blue washing”?

Baca juga: Kebijakan ESG di Kemenkeu: Apakah hanya Greenwashing Belaka?

3. Penyiapan yang mahal dalam penerbitan instrumen atau inisiatif investasi biru

Agar sebuah instrumen/skema/program/proyek tematik bisa memperoleh label tertentu (apakah “blue” atau “green”) dan memiliki dasar yang sama dalam level pengkategorian nya, diperlukan pemeringkat, dan upaya ini berbiaya yang tidak sedikit karena keterbatasan penyedia/pemeringkat.  Apakah biaya ini sebanding dengan dampak nyatanya pada pencapaian tujuan “blue economy”? Atau jangan-jangan berbiaya, namun juga hanya sekadar label?.

 

Referensi

  • Asian Development Bank Institute. Blue Economy and Blue Finance Toward Sustainable Development and Ocean Governance.”
  • Bappenas. ”Blue Economy Development Framework
  • Bappenas. ”Blue Finance Policy Note
  • Climate Bonds Initiative. "Blue Bonds."
  • Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. “Blue Financing Strategic”
  • World Bank. "The Potential of Blue Bonds: Innovative Financing for Ocean and Coastal Health."

Tanggal terbit: 22 Agustus 2023