Mengenal Value for Money dalam Penyediaan Infrastruktur


Jika mendengar kata “value for money”, kira-kira apa yang terbayang di benak pembaca? Bisa jadi tidak tahu, pernah mendengar tapi gagal paham, tahu dan memahami, atau bisa juga tahu, sudah memahami dan sudah menerapkan.

Untuk memberi gambaran, ilustrasi sederhana berikut semoga dapat memberi titik terang. Saat kita akan membeli barang, sebut saja perangkat air conditioner, apa saja yang akan menjadi pertimbangan? Ada bermacam-macam produk dengan berbagai variasi feature. Produk A harganya terjangkau, feature normal, dan memiliki layanan purna jual dari toko selama satu bulan. Produk B memiliki feature hemat energi, layanan purna jual satu tahun dari produsen, namun harganya relatif lebih mahal. Apakah produk B bisa dikatakan memiliki value for money? Atau membeli produk A yang lebih murah pasti memperoleh value for money?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, umumnya pembeli memikirkan hal-hal berikut, yaitu 1) apakah barangnya akan tahan lama, 2) apakah AC yang akan dibeli memerlukan daya listrik yang besar, 3) apakah layanan purna jualnya mudah untuk dimanfaatkan, 4) apakah service centernya mudah ditemukan, dan lain lain. Produk mana yang dinilai paling memenuhi value/kriteria pembeli (jika dibandingkan dengan harga yang dipasang) akan menjadi pilihan.

Pertanyaan berikutnya, apakah setelah membeli, harapan pembeli terpenuhi? Atau sederhananya apakah pembeliannya “worth it”? Pembuktiannya tentu dengan membandingkan apakah kelebihan-kelebihan yang ditawarkan benar-benar terjadi dan sebanding dengan harga yang dibeli. Kira-kira begitulah gambaran value for money dalam kehidupan sehari-hari.

Value for Money dalam Penyediaan Infrastruktur

Dalam penyediaan infrastruktur, pemerintah yang diwakili oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), yang meliputi Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah, BUMN/BUMD, menghadapi hal yang serupa dengan pembeli AC. Pemerintah akan dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pertama, pilihan mengenai bagaimana infrastruktur akan diadakan. Pilihan berikutnya, infrastruktur yang seperti apa yang akan disediakan atau opsi infrastruktur seperti apa yang sebaiknya dipilih, lalu pilihan tentang penawaran yang mana yang akan diambil.

Pertama, dalam penyediaan infrastruktur pemerintah dihadapkan pada pilihan moda yaitu, apakah akan dilakukan pengadaan barang dan jasa biasa menggunakan APBN  (menggunakan rupiah murni, pinjaman, penerbitan sukuk), mekanisme penugasan, atau Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), atau skema-skema lain yang diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan.

Tulisan ini akan fokus pada bagaimana menentukan pilihan moda antara menggunakan pengadaan barang dan jasa biasa dan moda KPBU. Penentuan satu diantara keduanya seharusnya tidak dikaitkan dengan apakah sebuah infrastruktur adalah infrastruktur prioritas atau tidak. Pemilihan ini perlu diletakkan dalam konsep bagaimana mengelola penggunaan dana publik (Public Investment Management) agar dapat memberikan value yang optimal atas setiap pilihan yang diambil oleh pemerintah. 

Dalam memilih moda pengadaan dan pembiayaan, pemerintah umumnya menggunakan alat berupa Analisis Value for Money. Lalu bagaimana alat ini bekerja? Apa saja yang harus diperhatikan? Dan bagaimana cara pengambilan keputusannya?

Menentukan besaran Value for Money 

Sebelum melakukan pembandingan antar moda penyediaan, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai karakteristik KPBU. Karakter pertama adalah alokasi risiko. Contoh paling mudah dipahami terkait alokasi risiko adalah alokasi risiko konstruksi dan operasi. Jika dalam pengadaan barang/jasa, sebagian atau bahkan seluruh risiko konstruksi ditanggung pemerintah (termasuk risiko penambahan biaya karena keterlambatan), dalam KPBU risiko ini umumnya dialokasikan kepada Badan Usaha. Contoh lain, risiko pemeliharaan. Dalam pengadaan biasa, karena kontrak yang dijalin pemerintah dengan pemenang lelang adalah kontrak konstruksi, maka proses pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggungan pemerintah, Sebaliknya di KPBU, umumnya risiko ini diserahkan kepada swasta. 

Bagaimana jika konstruksinya kurang baik dan pemeliharaannya perlu biaya besar? Tentu hal ini mengikuti pola alokasi risiko sebelumnya. Sehingga dalam KPBU, Badan Usaha yang melakukan konstruksi akan menanggung risiko pemeliharaan. Oleh karena itu, Badan Usaha akan berupaya mempertimbangkan keseimbangan antara kualitas (yang tercermin dalam biaya) konstruksi dengan biaya pemeliharaannya. Konsep ini mengantarkan pada karakter kedua, bahwa penggunaan KPBU juga harus melihat biaya (yang tidak hanya melihat biaya konstruksi) sepanjang masa yang di KPBU-kan (masa kerjasama) atau biasa disebut life-cycle cost.

Konsep berikutnya adalah bahwa dalam moda/skema KPBU, fokus yang ingin dicapai adalah output/layananan infrastruktur dan bukan infrastrukturnya saja. Karena alasan ini, umumnya pengadaan dengan skema KPBU tidak akan mensyaratkan spesifikasi teknis yang ketat dan cenderung memberikan ruang pada calon bidders untuk berinovasi dan memanfaatkan teknologi yang paling optimal dalam memenuhi standar output yang ditentukan. Karakter lain dari KPBU yang juga harus dipertimbangkan adalah biaya penyiapan, transaksi, biaya kontraktual, dan biaya-biaya lain yang umumnya tidak ada dalam pengadaan barang/dan jasa.

Analisis Value for Money (analisis VfM) digunakan untuk memastikan manfaat-manfaat dimaksud dapat diperoleh dalam pelaksanaan proyek dengan tetap mempertimbangkan biaya-biaya yang mengikutinya. Lebih lanjut pemilihan moda/skema penyediaan infrastruktur dengan Analisis VfM dapat mendorong penggunaan anggaran pemerintah secara efektif dan berkualitas. 

Analisa dan perhitungan VfM melibatkan kombinasi dua jenis analisis, yaitu kualitatif dan kuantitatif.

1. Analisis kualitatif

Sebelum memasuki penilaian secara kuantitatif, perlu identifikasi faktor penentu penggunaan skema KPBU. Dalam melakukan penilaian VFM secara kualitatif, pemangku kepentingan akan diarahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan ukuran proyek dan durasi, alokasi risiko dan potensi integrasi lingkup Proyek yang meliputi life-cycle cost, efisiensi dalam pengelolaan proyek dan potensi Badan Usaha untuk menghasilkan pendapat lain-lain. Melalui pertanyaan-pertanyaan dimaksud, dapat diketahui potensi suatu proyek untuk menghasilkan value for money apabila dibiayai melalui skema KPBU.

2. Analisis kuantitatif

Analisis dilakukan dengan membandingkan biaya keseluruhan proyek jika dilakukan dengan skema KPBU dan jika dilaksanakan dengan skema pengadaan lainnya (dhi pengadaan barang dan jasa). Oleh karena itu, biaya proyek dengan skema KPBU perlu disesuaikan dengan risiko (risk-adjusted cost) setelah dilakukan alokasi risiko antara Badan Usaha dan Pemerintah. 

Dalam hal skema KPBU akan dibandingkan dengan pengadaan barang/jasa, diperlukan databiaya historis proyek sejenis yang dilakukan dengan pengadaan barang/jasa. Jika tidak ditemukan, perlu disiapkan terlebih dahulu base cost proyek untuk kedua pilihan skema. 

Langkah-langkah penilaian value for money kuantitatif adalah sebagai berikut:

No.

Langkah

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1.

Menentukan public sector comparator yang berisi estimasi biaya baseline proyek dari perspektif Pemerintah

  1. Perhitungan biaya termasuk seluruh pendapatan yang dihasilkan proyek, kecuali pendapatan yang bersumber dari Pemerintah

  2. Dapat menggunakan data dari kajian kelayakan keuangan proyek

2.

Menyesuaikan public sector comparator dengan biaya risiko Pemerintah yang akan ditransfer ke Badan Usaha

  1. Penyesuaian lainnya yang dibutuhkan adalah mengenai socio-economic benefits

  2. Menetralkan perbedaan biaya yang tidak mencerminkan efisiensi yang sebenarnya (competitive neutrality adjustment)

3.

Mengestimasikan biaya KPBU

  1. Memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah (Dukungan  Pemerintah)

  2. Biaya manajemen proyek dan implementasi transaksi proyek yang dikeluarkan oleh Pemerintah

4.

Perbandingan nilai antara 2 struktur biaya dengan profil waktu yang berbeda

  1. Menerapkan metode present value dan discount rate

  2. Justifikasi penggunaan  discount rate tertentu

5.

Kesimpulan alternatif terbaik penyediaan proyek

Melakukan analisis sensitivitas atas hasil value for money mengingat perhitungan value for money menggunakan asumsi-asumsi

Value for Money dalam setiap tahapan proyek

 Sejauh ini analisis VfM paling sering digunakan untuk menentukan opsi skema/moda penyediaan infrastruktur. Analisis VfM, sebenarnya, juga memiliki fungsi atau dapat digunakan di tahap yang lebih jauh. Fungsi VfM dan tahapan penggunaannya yaitu:

1. Sebagai ‘Awareness-raiser

Analisis VfM diharapkan dapat berfungsi sebagai alat yang dapat memberikan pemahaman dan menjustifikasi pemilihan pengadaan dengan metode KPBU dibandingkan pengadaan barang dan jasa biasa.

2. Sebagai ‘gate-keeper

Analisis VfM diharapkan dapat berfungsi sebagai kriteria penentuan keputusan dalam mengidentifikasi opsi di tahap penyiapan.

3. Sebagai ‘negotiation tool’/’bid sanity check

Analisis VfM sebagai panduan dalam melakukan negosiasi/mengevaluasi tawaran yang diberikan pihak swasta dengan tujuan memastikan bahwa opsi pengadaan yang dipilih dapat memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi terhadap masyarakat, dengan mempertimbangkan life-cycle costs dari proyek.

Pada prinsipnya Analisis VfM perlu dilakukan di setiap tahapan pelaksanaan proyek, tidak hanya di satu titik tertentu. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan informasi yang lebih realistis seiring dengan informasi yang semakin rinci dari kajian yang dilakukan.

https://lh6.googleusercontent.com/8RJqqs-sfnKXlNFWrZppN3lmlM3fxo4GIZjTH_RVpYLsIq07279T5yG_44v7AgD8TZdAO2NwvW-0nWD-w1BPsqxCEXycYvba_RBRF9W71ZOCBFHefdXtYHavF5ym2_MuYIIFkgLR

Sebagaimana diatur dalam Permen Bappenas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permen  Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, dalam penyusunan Studi Pendahuluan di tahap perencanaan termasuk dilakukannya analisis terhadap kriteria faktor penentu Nilai Manfaat  Uang. Pada tahap ini diharapkan dapat diketahui potensi partisipasi Badan Usaha yang memiliki keunggulan dalam pengelolaan risiko suatu proyek infrastruktur.

Selanjutnya pada tahap penyiapan utamanya pada proses appraisal telah terdapat data-data primer tentang proyek dari data biaya hingga alokasi risiko baik yang berkaitan dengan hukum, teknis, maupun kelayakan keuangan. Analisis VfM memberikan tanda indikatif proyek dapat memasuki tahap appraisal penuh yaitu structuring. Ketika kajian telah menunjukkan bahwa proyek layak untuk diteruskan, maka Pemerintah akan memasuki tahap structuring (drafting dokumen pengadaan dan perjanjian KPBU). Pada tahap ini analisis VfM digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai opsi proyek sebelum dilakukan penerbitan request for proposal. Meskipun demikian, analisis VfM masih dapat berubah jika di kemudian hari masih ada perubahan material dalam struktur kontrak.

Penilaian value for money juga sangat penting dilakukan sekalipun sudah terdapat pemenang lelang yang ditetapkan. Tujuannya untuk memeriksa keputusan yang telah diambil dalam proses structuring. Dengan telah pastinya data-data yang ada dalam kontrak, value for money dapat dilakukan kembali sebagai penentuan akhir apakah benar proyek memberikan nilai manfaat uang yang optimal melalui skema KPBU. Selain itu bisa digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi apakah alokasi risiko yang telah dikaji pada tahap penyiapan tepat dan dapat menjadi pembelajaran untuk proyek lainnya ke depan.

Tidak sampai disitu, sekalipun proyek telah memasuki tahap operasi, analisis VfM dapat juga digunakan sebagai alat bantu keputusan pemberian persetujuan atas modifikasi atau amandemen kontrak yang diajukan oleh Badan Usaha. Sehingga, analisis VfM dapat menjadi panduan bagi Pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan Badan Usaha.

Pihak yang Berkepentingan 

Selain PJPK, analisis VfM juga digunnakan oleh pihak-pihak lain, diantaranya Kementerian Keuangan, lembaga donor, dan/atau pemberi pinjaman, dengan perspektif penggunaan yang berbeda. 

Pihak

Tujuan

Kementerian Keuangan

Penerapan analisis VfM pada Kementerian Keuangan khususnya dalam proses pelaksanaan Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi (PDF) bertujuan untuk:

  1. Membantu Kementerian Keuangan dalam menentukan keputusan pemberian Dukungan Pemerintah bagi proyek KPBU. Dengan adanya penerapan analisis VfM, diharapkan Kementerian Keuangan dapat memberikan dukungan pemerintah secara tepat, yaitu memprioritaskan pemberian dukungan pada proyek KPBU yang memberikan keuntungan yang lebih banyak kepada para pembayar pajak.
  2. Membantu menstrukturkan proyek KPBU. Dengan diterapkannya analisis VfM dapat dirancang suatu model dengan alokasi risiko yang menyediakan VfM yang paling optimal.
  3. Membantu mendukung proses negosiasi. Analisis VfM diharapkan mampu menilai dampak dari pentransferan risiko dari Pemerintah ke Swasta maupun sebaliknya.
  4. Untuk memutuskan apakah suatu kontrak KPBU akan dijalankan atau tidak. Analisis VfM yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan diharapkan dapat menjadi tolak ukur atas proses persetujuan kontrak KPBU, apabila penawaran yang diajukan oleh Swasta dalam suatu proyek KPBU tidak memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang didapat PJPK jika melaksanakan proyek menggunakan Pengadaan Barang dan Jasa biasa maka seharusnya Proyek KPBU tidak dilanjutkan.

Donor

Lembaga donor melakukan analisis VfM saat mengalokasikan anggaran dan sumber dayanya dengan tujuan menghasilkan kebermanfaatan yang lebih atas anggaran yang dikeluarkan. Selain itu analisis VfM dapat membantu lembaga donor untuk menghindari negara-negara atau sektor-sektor yang dinilai memiliki risiko lebih tinggi.

Dengan berbagai manfaat dan tujuan dari analisis VfM, Kementerian Keuangan sebagai unit yang mendorong inovasi dalam pembiayaan infrastruktur (melalui penggunaan uang publik untuk manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat), menyusun panduan dalam melakukan analisis VfM. Panduan ini diharapkan dapat menjadikan pedoman bagi para pihak terkait, dalam hal ini instansi pemerintah, dalam membatu pengambilan keputusan dalam pelaksanaan penyediaan infrastruktur.