G20 Melalui Presidensi Indonesia Mengirimkan Pesan Konkret Mengamankan Masa Depan Ekonomi Global


Oleh: Undung Permatasari

Pembimbing: Anton Tarigen

Agenda 3nd FCBD dan 3nd FMCBG G20

Pada tanggal 13-16 Juli 2022 Presidensi G20 Indonesia kembali menyelenggarkan pertemuan ketiga tingkat Deputi (Finance & Central Bank Deputies' Meeting  / FCBD) dan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers & Central Bank Governors' Meeting / FMCBG) secara hybrid di Nusa Dua, Bali yang merupakan lanjutan pembahasan pertemuan di Washington DC pada 20 April 2022. Secara akumulatif berdasarkan hasil konferensi pers Menteri Keungan perhelatan kali ini dihadiri oleh 407 delegasi asing hadir secara fisik di Bali termasuk didalamnya terdapat 17 Menteri Keuangan1 dan 10 Gubernur Bank Sentral2 dan 120 delegasi hadir secara virtual. Delegasi tersebut terdiri dari para anggota G20, Negara terundang termasuk Menteri Keuangan Ukraina yang turut hadir secara virtual, dan organisasi internasional.

Presidensi Indonesia

Agenda diawali dengan pertemuan 3nd FCBD pada 13-14 Juli 2022 yang mana membahas komunike hasil konsensus pertemuan sebelumnya yang berfokus pada 7 agenda meliputi  (i) ekonomi global dan risikonya, (ii) kesehatan global, (iii) arsitektur keuangan internasional, (iv) isu sektor keuangan, (v) keuangan berkelanjutan, (vi) infrastruktur, dan (vii) perpajakan internasional. Diskusi diwarnai polemik terutama pada komunike paragraf 1 terkait posisi negara anggota G20 terhadap kondisi ekonomi global yang selanjutnya akan diputuskan pada pertemuan 3nd FMCBG.

Chair’s Summary sebagai Konsensus Pertemuan 3nd FMCBG 

Hasil pertemuan 3nd FMCBG dirangkum dalam Chair’s Summary yang terdiri dari 14 paragraf dan 7 agenda prioritas yang akan dipublikasikan melalui website G20 sebagai bukti konkret dari anggota Negara G20 mendukung agenda utama Presidensi Indonesia “Recover Together, Recover Stronger”. Pertemuan kali ini diwarnai cukup banyak perdebatan dari 14 paragraf tersebut setidaknya terdapat  paragraf yang tetap menjadi perbedaan dan belum bisa rekonsiliasi terutama pada topik ekonomi global dan risikonya, dimana banyak Negara sepakat bahwa lambatnya pemulihan ekonomi global saat ini merupakan dampak dari perang antara Rusia terhadap Ukraina, namun disisi lain ada pendapat bahwa sanksi yang diberlakaukan saat ini kepada Rusia menjadi faktor dan tantangan tersendiri yang berdampak pada disrupsi pada rantai pasok global (supply disruptions), kenaikan harga komoditas dan energi. Hal tersebut selanjutnya berkontribusi pada inflasi yanag memicu risiko ketahanan pangan terutama pada kelompok rentan.

Mayoritas Negara setuju bahwa risiko kerawanan pangan dan energi ditengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu dari adanya dampak pandemi Covid-19, climate change, kerentanan di lembaga keuangan non-bank membutuhkan keterlibatan dan komitmen nyata dari semua anggota dalam merumuskan kebijakan yang dihasilkan dari agenda G20 ini dan memastikan implementasinya.

Komitmen Konkret Mengamankan Masa Depan Pertumbuhan Ekonomi Global

1. Isu kesehatan global

Para anggota menekankan komitmen gotong royong secara terkoordinasi dalam rangka mengendalikan pandemi, dimana langkah konkretnya yaitu menyepakati terbentuknya Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF)3 sebesar USD 1,28 M sebagai bekal dalam membanagun arsitektur kesehataan global (pandemic preparedness and response/PPR) dengan memasatikan keberlanjutanya hingga pasca pemulihan pandemi. Di sisi lain para delegasi diluar anggota G20 lain, beberabgai organisasi internasional termasuk WHO dan negara-negara berpenghasilan rendah siap berkontribusi dalam mengembangkan tata kelola FIF yang ditargetkan lunching pada September 2022.

2. Isu Stabilitas keuangan dalam jangka panjang (long term financial resilience)

Kondisi pasar yang tidak menentu, liberalisasi arus modal menjadi isu stabilitas dan keuangan yang berkelanjutan terutama bagi Negara yang rentan terhadap utang, maka memperkuat safety net keuangan global, implementasi green financing, inklusi keuangan digital berperan penting pada pemulihan ekonomi.

Para angota G20 menegaskan kembali untuk mendukung 3 fokus Presidensi Indonesia terhadap pengembangan kerangka kerja transisi keuangan (transition finance) dan peningkatan kredibilitas komitmen institusi keuangan terhadap transisi ekonomi hijau, meningkatkan keuangan berkelanjutan dengan peningkatan akses dan keterjangkauan instrumen hijau, serta diskusi terkait instrumen kebijakan yang dapat memberikan insentif pembiayaan dan investasi.

Komitmen konkret anggota G20 dan banyak Negara non G20 berupa penyaluran dana sukarela melalui Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD 73 M dari target USD 100 M untuk disalurkan kepada negara-negara yang paling membutuhkan. Pada pertemuan tersebut juga masih dibuka untuk usulan opsi yang paling sesuai bagi negara-negara lain untuk menyalurkan dana sukarela SDR tersebut melalui Bank Pembangunan Multilateral (MDB) dengan tetap menjaga national legal framework.

Tercatat selain Zambia, Etiopia terdapat negara-negara berkembang yang kian rentan terhadap debt ratio mendorong adanya penyediaan jaminan pembiayaan terhadap kebutuhan debt treatment tersebut. Presidensi Indonesia menyambut baik koordinasi multilateral yang melibatkan kreditur bilateral untuk dapat merumuskan aksi nyata terhadap debt treatment, termasuk kontribusi bagi seluruh actor kreditur secara transparent melakukan pengumpulan data ke IIF/OECD Data.

3. Isu Pembangunan Infrastruktur

Anggota G20 menekankan fokus dan komitmennya terhadap revitalisasi infrastruktur investasi dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses, dan terjangkau. Adapun usulan output dokumen berupa kerangka kerja terkait upaya meningkatkan pasrtisipasi sektor swasta terhadap investasi infrastruktur yang berkelanjutan disambut dengan baik oleh anggota G20. Termasuk investasi dalam infrastruktur digital serta mengembanagkan perangkat kebijakan (policy toolkit) yang berisi mekanisme pembiayaan dalam investasi infrastruktur (infrastructure investment)yang selanjutnya meminimalisir kesenjangan antar daerah. Hal-hal tersebut perlu dituangkan dalam G20 blueprint.

Penutup

Di tengah ketidakapastian global, pandemi, serta krisis di segala sektor Presidensi G20 Indonesia dengan didukung oleh anggota G20 ingin mengirimkan pesan yang jelas terhadap dunia internasional bahwa agenda G20 memiliki komitmen dan aksi nyata menanggapi tantangan global. Terhadap komitmen maupun output dokumen di atas akan kembali dibahas pada pertemuan keempat FCBD dan FMCBG bulan Oktober 2022 di Washington DC, AS. 

 

¹ Australia, Kanada, Jerman, India, Indonesia, Italy, Jepang, Korea Selatan, Turki,? Arab Saudi, Senegal (Uni Afrika), Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, dan Amerika Serikat?.

² Australia, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan, Swiss, dan ?Inggris?.

3 Amerika Serikat, Komisi Eropa, Jerman, Indonesia, Singapura, Inggris, Wellcome Trust, dan Bill and Melinda Gates Foundation dan dari pertemuan 3nd FMCBG terdapat tambahan kontribusi dari Italia, Tiongkok, Uni Emirat Arab, Jepang dan Korea.

 

Referensi

  1. Bank Indonesia. Press Realese: 3nd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting. https://www.bi.go.id/, diakses pada 20 Juli 2022.
  2. G20 Indonesia 2022. https://g20.org/documents/, diakses pada 19 Juli 2022.
  3. G20 Indonesia 2022. G20-Chairs-Summary-3rd-FMCBG. https://g20.org/finance-track/, diakses pada 19 Juli 2022.

 

Tags