Apa itu Availability Payment?


Oleh: Anggi Putri

Sebagai perwujudan bentuk dari pembiayaan project finance, proyek KPBU memiliki sumber pengembalian investasi yang mengandalkan satu-satunya terhadap potensi arus kas masa depan proyek. Jika kita bayangkan, dari struktur kerjasama penyediaan layanan publik kepada masyarakat, sumber arus kas masuk bagi badan usaha seharusnya berasal dari pembayaran dari masyarakat sebagai pengguna. Tetapi jika pengguna memiliki kemampuan membayar yang rendah atau bahkan  tidak logis untuk menarik pembayaran atas layanan yang sudah disediakan (misal jalan nasional non tol, rumah sakit, sekolah), apakah tarif layanan tetap akan dikenakan as it is? Hal ini akan membuat permintaan layanan menjadi rendah, masyarakat tidak bisa mendapat layanan yang memadai dan pengembalian investasi investor dan lender terganggu? Nyatanya terdapat satu skema lainnya yang bernama government pays dimana pemerintah turun tangan untuk membantu kemampuan membayar masyarakat. Bentuk government pays yang paling popular adalah availability payment. Jadi, apa itu availability payment?

Pengertian Availability Payment

Baca juga: Project Finance - Konsep, Aplikasi dan Evaluasi

Pada awal perkembangan proyek KPBU di United Kingdom tahun 1990an, dahulu disebut sebagai Private Finance Initiative (PFI), dilatarbelakangi oleh kebutuhan yang mendesak penyediaan infrastruktur yang layak. Di lain sisi, terdapat keterbatasan belanja pemerintah karena jumlah utang negara yang sudah terlampau tinggi dan tidak mungkin lagi ditambah. Pemerintah UK hanya memiliki sedikit diskresi dalam memprioritaskan kebutuhan anggaran infrastruktur. Keadaan dimaksud menciptakan gagasan untuk mengikutsertakan pihak swasta dalam skema pembiayaan PFI untuk menjembatani adanya kebutuhan infrastruktur dengan keterbatasan anggaran belanja Pemerintah. Awalnya pihak swasta tidak begitu bersemangat, namun Pemerintah UK menerbitkan undang-undang yang menjamin pembayaran dalam kontrak PFI serta memberikan subsidi khusus kepada entitas pemerintah lainnya untuk memastikan bisa membayar premi swasta. Sejarah ringkas tentang awal terbentuknya skema pembiayaan KPBU pun menekankan bahwa untuk menarik minat swasta dalam penyediaan infrastruktur publik, government pays atau availability payment adalah kunci.

Availability payment merupakan solusi yang menyeimbangkan affordability pemerintah/pengguna layanan dan feasibility proyek. Selain itu, availability payment juga digunakan sebagai alat alokasi risiko permintaan. Misal ada proyek jalan non tol dimana tidak ada tarif yang dikenakan. Badan usaha yang sudah memberikan modalnya untuk membangun jalan tersebut harus tetap memperoleh kompensasi. Disanalah pemerintah hadir untuk melakukan pembayaran kepada badan usaha. Meskipun jumlah kendaraan yang melewati jalan berfluktuasi, badan usaha tetap mendapat sejumlah pembayaran dalam jumlah tertentu dari pemerintah. Namun perlu diingat bahwa pembayaran penuh akan didapat hanya jika seluruh indikator layanan yang diperjanjikan bisa dipenuhi badan usaha, seperti namanya availability payment yang artinya pembayaran atas tersedianya suatu layanan.

Adanya sumber pendapatan proyek yang berasal dari Pemerintah (government pays) seperti availability payment, pengaturan kombinasi struktur pendapatan proyek juga bisa jadi bermacam-macam. Mungkin saja ada keadaan dimana pembayaran dari pengguna atas layanan tidak mencukupi untuk mencapai tingkat pendapatan yang membuat proyek menjadi layak, terlebih lagi jika permintaan sangat sensitif terhadap perubahan harga. Pemerintah bisa memberikan upfront grant atau biasa disebut sebagai co-financing. Bentuk government pays dimaksud juga bisa digabungkan dengan complementary service payment selama masa operasi atau biasa disebut hybrid payment.

Mengulik lebih dalam mengenai availability payment, pemerintah harus melakukan pembayaran atas aset sepanjang aset tersebut tersedia untuk digunakan. Jadi jika ada pembayaran yang terjadi sebelum sebelum konstruksi selesai, maka itu bukan government pays yang masuk dalam konsep availability payment. Selanjutnya availability payment harus berbentuk unitary payment, tetapi sebenarnya terdapat pendekatan lain yang bisa digunakan dalam rangka melindungi bankability proyek. Hal ini umumnya dilakukan pada negara dimana konsep KPBU belum mature. Ada dua cara yaitu:

  1. Membagi pembayaran ke dalam 3 komponen yang meliputi pembayaran pokok dan bunga kepada lender, pengembalian kepada equity investor, dan untuk menutup biaya operasi dan maintenance;
  2. Membatasi pemotongan penalti untuk melindungi pembayaran pinjaman kepada lender, kemudian mengkreditkan pemotongan dimaksud di pembayaran availability payment selanjutnya. Hal ini dilakukan hanya jika jumlah pemotongan bisa melebihi jumlah tertentu yang dapat mengakibatkan kontrak diterminasi

Sekarang mari kita ulas bagaimana availability payment ini bekerja dalam pengalokasian risiko permintaan dan strukturnya untuk melindungi bankability proyek. Struktur proyek ini sudah diulas dalam dokumen outline business case Proyek Rusunawa Cisaranten Bandung yang disusun dengan asistensi dari World Bank. Sebagai gambaran umum, bahwa saat ini proyek tengah mengkaji untuk menyediakan infrastruktur perumahan dalam bentuk vertical housing yang meliputi rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan rendah, rusunawa untuk masyarakat menengah dan rusun komersial. Menteri PUPR selaku PJPK berharap dengan dibangunnya rusun untuk komersial dapat mengurangi beban fiskal dalam membayar availability payment.

Salah satu struktur yang ditawarkan proyek adalah pengguna membayar dimana risiko permintaan untuk jenis tipologi rusunawa untuk masyarakat menengah dan rusun komersial sepenuhnya ditanggung oleh badan usaha. Dengan terpaparnya badan usaha dengan risiko permintaan jumlah unit rusun yang tidak sedikit, badan usaha bisa memberikan premi tinggi atas risiko dimaksud. Jangankan untuk mengurangi pembayaran availability payment, badan usaha bisa saja enggan untuk berinvestasi jika analisis permintaan proyek tidak memadai. Dalam model ini, untuk mengatasi adanya risiko permintaan yang berlebih bagi badan usaha, pemerintah bisa memberikan upfront grant dalam bentuk Dukungan Kelayakan (Viability Gap Fund) sehingga dapat menarik pengguna untuk membeli. Berdasarkan perhitungan, model ini menghasilkan value for money sekitar 50%.

Sumber: Outline Business Case Rusunawa Cisaranten Bandung

Sekarang bagaimana jika risiko permintaan dialihkan kepada Pemerintah? Dalam model ini, badan usaha terhindar sepenuhnya dari risiko permintaan karena pemerintah akan melakukan pembayaran atas layanan yang terpenuhi dari seluruh rusun terbangun. Pemerintah juga yang akan melakukan penjualan terhadap jenis rusunawa untuk masyarakat menengah dan rusun komersial. Dengan demikian, badan usaha hanya berfokus pada penyediaan layanan rusun saja dan tetap memperoleh pembayaran sekalipun permintaan atas rusun yang dipasarkan tidak memenuhi target. Namun model ini malah menghasilkan nilai value for money rendah hanya sekitar 20%. Kenapa? Karena dengan model ini pemerintah secara total lebih banyak mengeluarkan anggaran availability payment yang mana dalam perhitungan value for money dukungan keuangan dari pemerintah dalam bentuk VGF atau availability payment dapat mengurangi nilai value for money. Well, value for money is a whole different topic. Let’s set aside..

Sumber: Outline Business Case Rusunawa Cisaranten Bandung

Jadi bagaimana untuk mengatasi kedua permasalahan terkait alokasi risiko permintaan dan pemberian dukungan keuangan yang optimal? Hal ini juga dikaji pada model selanjutnya yang disebut hybrid annuity model. Model ini merumuskan 2 stream pembayaran dari pemerintah yaitu selama masa konstruksi dan masa operasi. Pembayaran pada masa konstruksi dihubungkan dengan penyelesaian konstruksi, sedangkan pembayaran selama masa konstruksi dibagi menjadi 2 bagian yaitu fixed dan variable payment. Pembayaran selama masa konstruksi merupakan perwujudan dari cara de-risking dalam rangka melindungi bankability proyek sebagaimana sudah dijelaskan di atas.

Bagian fixed payment digunakan untuk memberikan kepastian pengembalian baik kepada equity investor maupun lender, sedangkan bagian variable payment akan dihubungkan dengan tidak hanya pemenuhan atas layanan rusun namun yang lebih utamanya kinerja berupa dukungan kegiatan pemasaran unit rusun kepada Kementerian PUPR. Badan usaha akan bertindak sebagai agen pemasaran dari Kementerian  PUPR. Model ini menunjukkan bahwa rather than memberikan full availability payment, pemerintah juga bisa memanfaatkan ekspertise badan usaha untuk memasarkan rusunnya sehingga terjadinya pembagian risiko permintaan antara para pihak. Dengan adanya dukungan konstruksi dan adanya pembagian risiko permintaan sebagian, model ini menghasilkan nilai value for money lebih tinggi dari skema full availability payment, yaitu sekitar 40%.

Sumber: Outline Business Case Rusunawa Cisaranten Bandung

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa proses structuring proyek merupakan hal yang penting untuk mencapai kelayakan maupun bankability proyek. Segala jenis pengembalian investasi dan dukungan keuangan baik untuk dikombinasikan guna memperoleh struktur proyek dan value for money yang optimal. Availability payment sebagai salah satu alat dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga diperoleh titik seimbang antara affordability bagi pemerintah, alokasi risiko permintaan yang baik serta bankability proyek.

 

Sumber:

  1. Clark, Gordon L. and Root, Amanda. (1998). Infrastructure Shortfall in the United Kingdom: The Private Finance Initiative and Government Policy. Political Geography.
  2. The APMG Public-Private Partnership (PPP) Certification Guide: Chapter 4: Appraising PPP Projects
  3. The APMG Public-Private Partnership (PPP) Certification Guide: Chapter 5: Structuring and Drafting The Tender and Contract
  4. Outline Business Case Rusunawa Cisaranten Kota Bandung
  5. Helen Mercer. (2020).The Economic History of PFI - as a guide on how to end it. Diakses pada 28 Juni 2022, https://www.jubileescotland.org.uk/the-economic-history-of-pfi-as-a-guide-on-how-to-end-it/