Implementasi Skema Pemanfaatan Barang Milik Negara dalam Proyek KPBU Sektor Perumahan


Oleh: David Rizkiawan

Data dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 menunjukkan bahwa dari total 72,79 juta Rumah Tangga di Indonesia terdapat 12,75 juta RT yang belum memiliki rumah yang diistilahkan backlog kepemilikan. Dan jika dirinci lagi, dari total RT yang belum memiliki rumah terdapat 6,88 juta RT tidak memiliki hunian atau biasa disebut backlog kepenghunian.

Dalam periode 2015 – 2021,  Pemerintah telah memberikan berbagai macam fasilitas dukungan untuk mengatasi backlog perumahan ini yaitu insentif perpajakan untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam bentuk subsidi bunga, Subdisidi Bantuan Uang Muka (SBUM) yang menjadi pelengkap FLPP, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya untuk perbaikan rumah tidak layak huni, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan, dan dukungan pembangunan rumah susun dan rumah susun khusus. Total seluruh dukungan tersebut diperkirakan telah mencapai Rp141 triliun.

Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia didapati bahwa golongan masyarakat dengan pendapatan terendah justru tidak memiliki akses terhadap fasilitas-fasilitas yang disediakan Pemerintah. Masyarakat golongan terendah ini umumnya berada di wilayah perkotaan sehingga salah opsi yang dapat dipilih adalah pembangunan rumah susun dengan penerapan tariff khusus yang terjangkau oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah tersebut.

Penyediaan Rusun MBR melalui skema KPBU Availability Payment dan pemanfaatan BMN yang maksimal

Keterbatasan keterjangkauan anggaran (affordability) Pemerintah menjadi alasan ketidakmampuan penyediaan rumah susun, namun disisi lain Pemerintah memiliki beragam asset berupa Barang Milik Negara yang belum dimaksimalkan penggunaannya dan memiliki potensi pendapatan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan. Banyak dari BMN ini berupa lahan dan bangunan yang belum dimaksimalkan pemanfaatannya namun berada di lokasi yang strategis dan memiliki potensi value capture yang tinggi untuk pengembangan properti komersial maupun properti perumahan.

Pemanfaatan Barang Milik Negara

Ilustrasi Rumah Susun

Dalam rangka menjembatani affordability dari sisi Pemerintah dalam hal memenuhi kewajibannya menyediakan layanan masyarakat dengan menyediakan infrastruktur, perlu diberikan ruang kepada Swasta untuk dapat memberikan nilai tambah bagi BMN yang belum termanfaatkan ini. Salah satu skema yang dapat ditawarkan kepada Swasta adalah skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dimana sektor perumahan merupakan salah satu sektor yang visible untuk dikerjasamakan dengan Swasta, mengingat BMN Pemerintah yang rata-rata berlokasi dekat dengan pusat Pemerintahan serta mengingat terus bertambahnya kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat.

Baca juga: Kerangka Umum Pengembangan Struktur Finansial (khususnya Model Keuangan) Proyek KPBU Sektor Perumahan melalui Optimalisasi Manfaat Barang Milik Negara

Bentuk kerjasama Pemerintah dan Swasta dapat dilakukan dengan skema Availability Payment (untuk informasi lebih lanjut terkait skema Availability Payment, dapat dilihat dalam artikel berikut KPBU-Availability Payment: Salah Satu Opsi Penyediaan dan Pembiayaan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kawasan Perkotaan?) dimana Pemerintah membayar berdasarkan layanan berupa rumah susun khusus MBR yang disediakan oleh Swasta/Badan Usaha. Untuk mengurangi pembayaran AP, Pemerintah dapat memberikan hak kepada Swasta untuk memanfaatkan asset BMN agar dapat memberikan pendapatan dan peningkatan value capture yang maksimal. Pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan asset BMN akan menjadi sumber pembiayaan dan sekaligus subsidi silang bagi hunian kepada MBR. Skema tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar Usulan Skema KPBU Pemanfaatan Aset

Pemerintah menjamin kepastian pendapatan Swasta dengan penggunaan skema Availability Payment (ketersediaan layanan)

Dalam konsep skema ini, Swasta akan diberikan hak untuk mengembangkan properti komersial maupun properti perumahan, namun berdasarkan regulasi yang berlaku seluruh pendapatan akan masuk kepada Pemerintah dan akan dibayarkan kepada Swasta sesuai dengan layanan yang diberikan oleh Swasta berdasarkan perjanjian KPBU yang telah ditandatangani. Pembayaran berdasarkan layanan yang diberikan ini akan memberikan kepastian kepada Swasta, selain itu Swasta juga dapat fokus kepada operasi untuk memberikan layanan.

Namun Swasta perlu diberikan insentif yang tepat agar penjualan dan sewa untuk long lease resident dan unit komersial dapat tercapai sesuai rencana. Untuk itu, kedepan Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memberikan keleluasaan kepada swasta untuk dapat langsung mengelola pendapatan yang masuk dari penjualan dan sewa untuk long lease resident dan unit komersial dengan tetap memperhatikan risiko revenue stream yang mampu dikelola oleh Swasta.

Penjualan long lease resident dan unit komersial diatas lahan BMN

Untuk mengurangi beban ke APBN atas penggunaan skema Availability Payment, salah satu opsi yang dapat ditawarkan adalah swasta diperkenankan untuk membangun unit long lease resident dan unit komersial serta mendapatkan pendapatan langsung dari penjualannya. Untuk menarik minat pembeli unit long lease resident dan unit komersial, khususnya yang membeli secara kredit, perlu dipastikan bahwa unit yang dibeli dapat menjadi jaminan di bank. Dalam UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan telah disebutkan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dapat digunakan sebagai jaminan sehingga atas unit long lease resident atau unit komersial tersebut data diterbitkan HGB.

Secara konsep hal ini dapat dilakukan namun perlu diperhatikan bahwa HGB atas unit long lease resident atau unit komersial tersebut berada diatas BMN. Sementara dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara pasal 49 disebutkan bahwa BMN/BMD dilarang dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman dan dipertegas dalam PMK 115 Tahun 2020 dimana pemanfaatan BMN dilarang dijaminkan atau digadaikan. Oleh karena itu, diperlukan kepastian dari Pemerintah terkait penafsiran UU Perbendaharaan Negara ini, mengingat obyek yang dijaminkan (HGB) adalah unit yang dibangun diatas BMN bukan BMN itu sendiri.

Penerapaan subsidi silang atas long lease resident dan unit komersial kepada MBR

Penyediaan hunian yang layak bagi MBR adalah tugas dari Pemerintah namun Pemerintah belum dapat memenuhi kebutuhan hunian bagi MBR mengingat terbatasnya kemampuan keuangan yang dimiliki. Solusi yang dapat ditawarkan adalah subsidi silang dari pendapatan yang diperoleh dari penjualan unit long lease dan unit komersial kepada unit hunian untuk MBR. Mengingat bahwa lingkup KPBU yang ditawarkan juga mencakup pembangunan hunian MBR maka perhitungan subsidi silang ini dapat langsung dihitung dalam financial model Proyek KPBU.

Pemerintah perlu menghitung dengan seksama agar tidak memberikan keuntungan yang berlebih namun tetap dapat memberikan insentif kepada Swasta. Untuk memberikan perhitungan yang akurat diperlukan kepastian mengenai standar hunian yang layak bagi MBR yang akan dibangunan dan di-maintain oleh Swasta selain itu juga diperlukan hasil Real Demand Survey yang akurat dan dapat menjadi dasar khususnya terkait penetapan harga unit long lease resident dan unit komersial.

Pengelolaan hunian dan risiko atas pembayaran sewa MBR

Hunian MBR yang dibangun oleh Swasta akan dioperasikan oleh Pemerintah. Selain itu Pemerintah juga menetapkan harga sewa dan mengelola penarikan atas tariff sewa sehingga risiko tunggakan pembayaran sewa akan menjadi tanggungjawab Pemerintah. Atas pembangunan dan perawatan hunian MBR, Swasta akan dibayar dengan skema Availability Payment dimana pembayaran akan dibayarkan berdasarkan layanan yang diperjanjikan. Pemerintah pelu menetapkan unit yang tepat untuk mengelola unit hunian MBR ini apakah berbentuk Badan Layanan Umum atau diberikan kepada Satuan Kerja terkait perumahan mengingat unit pengelola ini akan berperan sangat penting untuk menjamin kelancaran pembayaran kepada Swasta.

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan Proyek KPBU Perumahan

Dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyediaan rumah bagi MBR adalah kewenangan Pemerintah Pusat sedangkan kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupatan/Kota adalah penyediaan rumah akibat rehabilitasi bencana dan relokasi atas program Pemerintah Daerah. Sementara itu Barang Milik Daerah juga masih banyak yang belum termanfaatkan dan dapat digunakan dalam Proyek KPBU Perumahan. Pemerintah Daerah juga berkeinginan untuk dapat memberikan hunian yang layak bagi masyarakatnya namun hal ini bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, untuk mendukung KPBU di sektor Perumahan dan pemanfaatan BMD, diperlukan sebuah kebijakan yang tepat agar keinginan dari Pemda dapat diakomodir dan BMD dapat dimanfaatkan dengan maksimal.