Mewujudkan Infrastruktur Berkelanjutan: Aspek, Pembiayaan, dan Manfaat


Oleh: Bella Septika Medianti

Pada awal tahun 2022, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan forum G20 yang berlangsung di Bali. G20 sendiri merupakan forum kerja sama multilateral dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU), yang terdiri dari perwakilan Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa. Acara tersebut membahas enam topik utama yaitu penanganan krisis, arsitektur keuangan internasional, perdagangan internasional, pengembangan infrastruktur, perpajakan internasional, serta penguatan global partnership. Pada momentum tersebut, Presiden Joko Widodo menyatakan harapannya bahwa forum tersebut dapat digunakan untuk mendorong percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG). Urgensi dari percepatan ini didasari oleh meningkatnya kemiskinan yang ekstrim akibat pandemi, serta terganggunya stabilitas bahan kebutuhan dasar maupun industri khususnya di negara-negara berkembang.

Infrastruktur Berkelanjutan

Ilustrasi Infrastruktur Berkelanjutan

Berangkat dari kondisi tersebut, Presiden Jokowi menyatakan bahwa paling tidak terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat pencapaian SDGs sekaligus sebagai upaya pemulihan ekonomi, salah satunya adalah pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Infrastruktur berkelanjutan merupakan pembangunan yang tidak hanya berfokus pada satu sudut pandang saja, tetapi juga memperhatikan semua aspek dari hulu ke hilir yang terdampak dari pembangunan infrastruktur tersebut. Untuk itu, infrastruktur yang akan dibangun harus memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan dari masyarakat sekitar. Konsep ini juga berkaitan dengan sistem infrastruktur yang dibangun, yaitu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti infrastruktur jalan, jembatan, telekomunikasi, pembangkit listrik, dan sebagainya dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan. Dengan konsep pembangunan berkelanjutan, tidak ada lagi infrastruktur yang terbangun dengan mengabaikan aspek ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan.

Pembangunan infrastruktur yang menghasilkan emisi karbon yang tinggi misalnya, seperti pada sektor energi dan sektor manufaktur yang menghasilkan emisi karbon di atas batas wajar. Emisi karbon adalah salah satu jenis emisi gas rumah kaca yang menjadi salah satu penyumbang pencemaran udara yang berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan paling tidak diperlukan biaya sekitar Rp3,5 Triliun untuk menurunkan tiga per empat kadar emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi.  Sebagaimana diketahui, tingginya tingkat emisi karbon berdampak pada meningkatnya suhu permukaan bumi yang kemudian mengarah pada perubahan kondisi iklim, meningkatkan potensi keterjadian bencana, dan pada akhirnya berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Dalam contoh lain misalnya, pembangunan infrastruktur yang tidak melibatkan masyarakat sekitar. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan keterikatan antara infrastruktur dengan masyarakat. Dengan demikian, apabila dilihat dari konsep keberlanjutan kondisi tersebut bukanlah kondisi yang optimal baik bagi pemilik infrastruktur maupun masyarakat.

Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi dalam Paris Agreement. Paris Agreement merupakan kesepakatan lingkungan yang terjalin oleh hampir setiap negara termasuk Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak negatifnya. Di lain sisi, untuk dapat mencapai pembangunan berkelanjutan, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur untuk menerapkan aspek-aspek yang diantaranya meliputi:

1. Penerapan prinsip-prinsip Quality Infrastructure Investment (QII), antara lain dengan: a) memaksimalkan dampak positif infrastruktur dalam mencapai pertumbuhan dan pengembangan yang berkelanjutan; b) meningkatkan efisiensi ekonomi dari perspektif life-cycle cost; c) mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam investasi infrastruktur; d) memperhatikan ketahanan bangunan terhadap bencana alam dan risiko lainnya; e) mengintegrasikan pertimbangan sosial dalam investasi infrastruktur; dan f) memperkuat tata kelola infrastruktur.

Baca juga: Penerapan Quality Infrastructure Investment dalam Proyek Infrastruktur di Indonesia

2. Penerapan Green Infrastructure

Infrastruktur Hijau merupakan konsep penataan ruang yang mengaplikasikan infrastruktur ramah lingkungan. Pembangunan yang dimulai pada tahap perancangan, pembangunan, pengoperasian, hingga tahap pemeliharaan didesain dengan memperhatikan aspek-aspek yang mampu melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam. Adapun prinsip-prinsip infrastruktur hijau meliputi, pengurangan penggunaan sumber daya (lahan, material, air, sumber daya alam dan sumber daya manusia), pengurangan tumpukan limbah, penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya, penggunaan sumber daya hasil daur ulang, perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian, mitigasi risiko keselamatan kesehatan perubahan iklim dan bencana. 

3. Penerapan Circular Economy Infrastructure

Circular economy atau sering disebut sebagai "sirkularitas" adalah sistem ekonomi yang bertujuan meminimalkan limbah dan memanfaatkan sumber daya sebaik mungkin, sehingga dapat mengurangi jumlah bahan baru yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur dengan memaksimalkan jumlah bahan yang lama yang telah didaur ulang. Sirkularitas pada prinsipnya memiliki enam prinsip utama, yaitu Rethink, Refuse, Repair, Reduce, Reuse, dan Recycle (6R).

Melalui penerapan kerangka 6R, infrastruktur akan memiliki dua peran yang signifikan, pertama meningkatkan penerapan 'Sirkularitas Infrastruktur' yaitu infrastruktur yang dibangun melalui pemanfaatan sumber daya secara optimal dan minim limbah, serta sejalan dengan prinsip-prinsip 6R. Lalu, peran kedua adalah meningkatkan penyediaan 'Infrastruktur untuk Sirkularitas', yaitu penyediaan infrastruktur yang mendukung pelaksanaan aktivitas 6R.

Dengan demikian, kedua peran infrastruktur tersebut diharapkan dapat mendukung sirkularitas guna mewujudkan infrastruktur yang berkelanjutan.

Selain itu, guna mendukung terwujudnya infrastruktur berkelanjutan, diperlukan strategi dan inisiatif pembiayaan yang memadai. Adapun pembiayaan yang saat ini tersedia di Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan terbuka untuk dikerjasamakan dengan lembaga finansial maupun philanthropies, antara lain:

  1. Sovereign Wealth Fund melalui Indonesia Investment Authority sebagai bentuk dana pemerintah yang berkontribusi untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan,
  2. Sustainable Development Goals Indonesia One platform, sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk green project yang dananya bersumber dari berbagai lembaga filantropis, donor, climate finance institutions, MDB, dan sebagainya.
  3. Public Private Partnership (PPP scheme) sebagai bentuk kebijakan fiskal dan dukungan pemerintah yang tersedia untuk mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
  4. Green Climate Fund yang dananya ditujukan untuk membantu negara berkembang dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan transisi terhadap perubahan iklim, government/ sovereign guarantee untuk mendukung proyek infrastruktur agar bankable dan layak secara finansial, dan
  5. Green bonds sebagai salah satu inovasi pembiayaan untuk mendukung pembangunan green infrastruktur di Indonesia.

Dengan diterapkannya aspek-aspek pembangunan berkelanjutan dan pemanfaatan skema pembiayaan yang tersedia, implementasi infrastruktur berkelanjutan diharapkan dapat terwujud dan memberikan manfaat dan dampak positif bagi kehidupan masyarakat Indonesia, seperti:

  1. Berkurangnya tingkat emisi karbon. Komisi Ekonomi dan Iklim Global dari The New Climate Economy (NCE) memproyeksikan bahwa perencanaan pembangunan dengan penerapan infrastruktur berkelanjutan akan membantu mewujudkan tercapainya net zero emission, melalui pengurangan kadar emisi karbon hingga 3.7 gigaton dalam 5 tahun ke depan.
  2. Peningkatan implementasi energi terbarukan. Tersedianya layanan energi yang bersih dan terjangkau secara ekonomi dan juga secara upaya (jarak dan/atau waktu tempuh untuk pengadaan energi), sehingga dapat memberikan akses energi terbarukan yang memadai secara menyeluruh bagi masyarakat.
  3. Tersedianya lapangan pekerjaan hijau (green employment). Sebagai konsekuensi dari dekarbonisasi ekonomi dan pengembangan ekonomi sirkular, lapangan pekerjaan di masa depan akan tercipta dengan beradaptasi pada penerapan realitas hijau.
  4. Berkurangnya kesenjangan. Rencana infrastruktur saat ini yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar manusia di beberapa tempat akan tergantikan dengan sustainable infrastructure yang akan memberikan akses terhadap kebutuhan dasar, seperti air bersih, sanitasi, transportasi, konektivitas jaringan, dan sebagainya.

Salah satu contoh penerapan infrastruktur berkelanjutan yang mengedepankan prinsip berkelanjutan adalah Sustainable City di Yas Island, Uni Emirat Arab. Kota tersebut direncanakan akan memiliki semua elemen kehidupan berkelanjutan yang berkualitas tinggi dalam rangka mewujudkan pengurangan emisi karbon. Masyarakat di kota tersebut akan dilayani dengan energi yang berasal dari energi terbarukan. Hal tersebut memungkinkan masyarakat untuk menghemat hingga 100 persen penggunaan energi khususnya energi listrik. Selain itu, kota tersebut direncanakan akan menerapkan perumahan yang bebas mobil, penyediaan fasilitas daur ulang, dan pertanian vertikal dalam ruangan.

Selain dari pembangunan Sustainable City, Pemerintah UEA sebelumnya telah memiliki success story terkait sustainable infrastructure. Contohnya adalah pembangunan Kota Masdar, Uni Emirat Arab. Mubadala Development Company merupakan perusahaan swasta yang bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun Proyek Pembangunan Kota Masdar. Pembangunan kota ini pada prinsipnya mengedepankan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kota Masdar tersebut dicanangkan untuk menjadi kota pertama di Uni Emirat Arab dengan tingkat emisi nol emisi karbon, melalui penggunaan panel surya sebagai satu-satunya sumber listrik di kota tersebut, penggunaan infrastruktur transportasi tanpa emisi karbon, seperti: kereta listrik, personal rapid transit, rute sepeda, dan jaringan bus elektrik, dan menggantikan siklus ‘buat-pakai-buang’ menjadi ‘buat-pakai-gunakan kembali’ dengan penerapan pengelolaan sampah yang modern. Selain itu, penyediaan layanan air bersih di Kota Masdar dilakukan melalui pengelolaan air limbah untuk irigasi, sistem penyiraman yang lebih efektif, serta rencana smart consumption.

Penutup

Sebagaimana ulasan di atas, infrastruktur yang dibangun dengan memperhatikan aspek hulu ke hilir, termasuk aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan sangat diperlukan untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, yang secara terus menerus dapat digunakan dan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat. Terwujudnya Implementasi infrastruktur berkelanjutan bukan hanya ditujukan untuk memenuhi komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), tetapi lebih dari itu yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa mendatang.

 

Referensi