Setelah Financial Close, What’s Next?


Oleh: Aldillah Arumandani

Setelah melalui proses panjang sejak perencanaan, hingga perolehan Badan Usaha Pelaksana (BUP) dan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS), KPBU belum dapat dikatakan selesai sepenuhnya. Kerjasama yang sebenarnya baru dimulai semenjak proyek infrastruktur dibangun dan beroperasi melayani masyarakat. Apa yang telah direncanakan pada proses penyiapan memasuki tahapan implementasi hal mana sangat mungkin juga terjadi perbedaan antara yang diasumsikan dengan pelaksanannya. Hal ini tentunya menjadi tantangan mengingat umumnya kerjasama juga berlangsung panjang umumnya 10 hingga 20 tahun bahkan lebih. Dari aspek SDM, baik dari sisi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) maupun BUP dapat mengalami pergantian tim yang mengawal proyek sehingga perlu dipastikan bahwa pengelolaan proyek tetap berjalan baik selama masa operasional hingga berakhirnya konsesi.

Baca juga: KPBU dan Perencanaan

Ada beberapa aktivitas maupun peristiwa yang dapat berdampak pada keberlangsungan proyek. Yang pertama yaitu Monitoring Kinerja Layanan BUP. Hal ini menjadi tanggung jawab dari PJPK untuk melakukan pengawasan selama masa konstruksi dan operasional dalam rangka memastikan terpenuhinya kewajiban kontraktual termasuk mengevaluasi komitmen dari BUP dalam memenuhi standar kualitas layanan, perbaikan yang diperjanjikan dalam kontrak, serta kinerja keuangan. Dalam hal BUP gagal memenuhi indikator kinerja yang disepakati maka PJPK dapat memberikan waktu untuk perbaikan maupun mengenakan penalti kepada BUP. PJPK perlu memastikan bahwa monitoring kinerja dilakukan dengan motivasi menjaga sustainibility layanan.

Yang kedua yaitu terdapat situasi yang berbeda dari yang diasumsikan pada saat penyusunan Kajian Prastudi Kelayakan. Umumnya, dokumen – dokumen proyek KPBU disiapkan 3-4 tahun sebelum beroperasi untuk durasi kerjasama selama 10-15 tahun setelah kontrak sehingga sangat dimungkinkan terjadi perubahan-perubahan yang berbeda dengan asumsi yang dilakukan saat penyiapan yang sangat mungkin mempengaruhi kelayakan proyek maupun keuntungan. Sebagai contoh, kondisi pandemi COVID-19 yang membatasi pergerakan manusia sehingga berdampak pada sektor transportasi. Pada saat itu, beberapa BUP jalan tol meminta kompensasi atas kondisi tersebut yang berdampak pada penurunan keuntungan yang diproyeksikan dalam PKS. Perjanjian Kerjasama dapat menyediakan klausul yang mengampu perubahan dalam kondisi ini seperti penyesuaian tarif, sharing risiko maupun mekanisme amandemen kontrak.

Financial Close

Ilustrasi

Hal ketiga yaitu terkait perselisihan antara BUP dan PJPK yang mungkin terjadi selama masa konsesi menyangkut hal-hal seperti interpretasi kontrak, pembayaran, penilaian kinerja BUP, maupun perubahan kondisi. Pada umumnya, struktur PKS juga mengatur mekanisma penyelesaian perselisihan untuk mencapai kesepakatan baik melalui negosiasi, mediasi, dan lain sebagainya. Di sini diperlukan peran akitf PJPK untuk menyelesaikan perselisihan.

Renegosiasi atau amandemen perjanjian pada saat konsesi juga dapat dimungkinkan terjadi karena situasi yang belum ditemukan sebelumnya atau situasi di luar perkiraan seperti masalah perizinan, perubahan regulasi, situs bersejarah pada lokasi proyek yang baru ditemukan pada saat konstruksi dan lain sebagainya. Hal lain misalnya dikarenakan perubahan lingkup proyek atau perubahan target operasional proyek. Apapun faktor pemicunya, pelaksanaan renegosiasi sebaiknya dilakukan dengan transparan serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terminasi atau penghentian kerjasama dalam beberapa kasus juga dapat dimungkinkan terjadi sebelum durasi konsesi berakhir. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya pelanggaran kesepakatan dalam PKS yang bersifat material, ketiadaan kecakapan BUP, peristiwa force majeure atau kesepakatan bersama. Para pihak baik dari PJPK dan BUP harus memiliki kesepamahaman yang sama mengenai peristiwia yang memicu terminasi dan mekanisme terminasi yang diatur dalam PKS.

Perlu dipahami bahwa setiap proyek KPBU bersifat unik baik dari aspek tantangan pelaksanaan, cakupan proyek maupun karakter lain seperti kesiapan masyarakat maupun kemampuan PJPK. Oleh karena itu, dapat dimungkinkan penanganan atas berbagai isu yang mungkin terjadi yang diatur dalam PKS dapat berbeda antara proyek yang satu dengan proyek yang lain. Namun, setiap proyek KPBU memerlukan pengelolaan proyek yang efektif, komunikasi, keaktifan memitigasi risiko baik dari sisi PJPK maupun BUP untuk memastikan sustainability proyek KPBU dapat berjalan sukses.

Pentingnya Dokumen Manual Pengelolaan Proyek

Salah satu tools yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan proyek adalah dokumen Contract Management Manual atau Manual Pengelolaan Proyek (MPP). Dokumen ini memuat petunjuk atau referensi yang lengkap meliputi proses, prosedur, maupun best practice dalam mengelola hubungan kontraktual antara PJPK dengan BUP.

Keberadaan MPP membantu konsistensi dalam penanganan kontrak kerjasama selama masa konsesi. Dokumen tersebut memastikan semua pihak yang terlibat dalam proyek mempunyai pemahaman yang sama terkait peran, tanggung jawab maupun proses yang harus ditaati. Hal ini mendorong keseragaman dalam pengambilan keputusan, mengurangi ambiguitas, dan meminimalkan risiko ketidaksepemahaman atau disputes.

Selain itu, dokumen MPP juga dapat menyediakan guidance pengelolaan risiko mulai dari identifikasi, penilaian, hingga strategi alokasi risiko, mitigasi serta rencana kontijensi. Melalui pendekatan yang sistematis terkait pengelolaan risiko, isu-isu potensial dapat diidentifikasi lebih awal dan pengukuran yang tepat dapat dilakukan untuk memitigasi maupun mengatasi isu tersebut, sehingga dapat mengurangi dampak negatif pada proyek.

Selanjutnya, dokumen MPP dapat memastikan bahwa proyek dijalankan sesuai peraturan hukum, regulasi, maupun kewajiban kontraktual. Lazimnya perjanjian kerjasama (PKS) proyek KPBU memiliki pengaturan yang kompleks. Oleh karena itu dokumen MPP dapat membantu tim proyek untuk selalu mematuhi prinsip-prinsip tata kelola, standar etika, serta pemenuhan aspek keterbukaan atau transparansi sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan, akuntabilitas serta praktik governance yang baik.

Dalam kaitan Monitoring Kinerja, MPP memberikan panduan untuk memantau kinerja BUP terhadap tingkat layanan yang disepakatai, pencapaian KPI serta pemenuhan kewajiban kontrak. Lebih lanjut, dokumen MPP menjelaskan proses detil monitoring seperti pengumpulan, analisis, serta pelaporan data yang relevan dan matriks kinerja sehingga dapat mendorong manajemen kinerja yang efektif, yang memungkinkan tindakan intervensi dilakukan tepat waktu saat dibutuhkan serta mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti.

Dokumen kontrak yang kompleks serta banyaknya pihak yang terlibat memungkinkan terjadinya perselisihan atau sengketa pada saat operasional. Jika terjadi perselisihan atau masalah kinerja, MPP dapat memberikan panduan tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk penyelesaian meliputi proses eskalasi, prosedur negosiasi, serta mekanisme penyelesaian sengketa alternatif yang tersedia bagi para pihak. Selain itu, manual dapat mencakup ketentuan untuk tindakan perbaikan atau insentif untuk mengatasi kekurangan kinerja atau mendorong hasil yang lebih baik.

Manfaat lain dari dokumen MPP yaitu menjadi sumber dokumentasi peristiwa terkait proyek yang terjadi selama masa konsesi serta sumber knowledge sharing yang bermanfaat. Informasi penting, pelajaran yang dipetik, dan praktik terbaik dapat tercatat dalam MPP dan dibagikan kepada para stakeholder. Dalam suatu proyek yang berdurasi jangka panjang, transfer of knowledge sangat penting dalam mendukung perencanaan pergantian tim pelaksana atau alih tanggung jawab sehingga proses transisi dapat berjalan lancar.

Secara keseluruhan, dokumen MPP memainkan peran penting dalam memastikan administrasi kontrak, manajemen risiko, kepatuhan, dan pemantauan kinerja yang efektif dalam proyek KPBU. Dokumen ini memberikan kerangka kerja yang mendorong praktik manajemen proyek yang konsisten dan transparan, mendorong kesuksesan proyek dan memaksimalkan value bagi semua pihak yang terlibat.