Mengenal Jalan sebagai Infrastruktur Penyangga Logistik dan Konektivitas Nasional


Ilustrasi Indonesiangreat

Oleh: Arif Arfanda Rudini

Pembimbing: Slamet Rona Ircham

Definisi dan Sejarah Jalan

Merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan sejak masa lampau, jalan menjadi hal yang krusial bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Istilah jalan yang dimaksud tidak terbatas kepada jalan yang biasa kita lihat: jalan tol, arteri, kolektor. Selama terdapat entitas yang dapat digunakan, dipijak, dan dilalui oleh manusia untuk berpindah tempat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka, bisa dikategorikan sebagai jalan. Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan bahwa jalan merupakan suatu prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan dari manusia sendiri. Mulai dari jalan tanah untuk berburu di hutan, kemudian berkembang ketika manusia membutuhkan akses yang lebih luas terhadap sumber daya baru serta kebutuhan mobilisasi yang lebih beragam, sehingga dibutuhkan jalan yang lebih proper. Salah satu bentuk perkembangan tersebut adalah digagasnya proyek pembuatan dan peningkatan jalan di wilayah Republik Romawi Kuno : Via Appia

Memiliki tujuan awal untuk memudahkan akses distribusi logistik, perlengkapan perang, dan komunikasi saat ekspansi Romawi ke bagian Selatan, Via appia sukses menjadi salah satu alasan romawi memenangi beberapa pertempuran di daerah Selatan. Tentunya hal ini tidak lepas dari standar jalan yang digunakan dalam pembangunan Via Appia, dimana Via Appia harus dapat mengakomodasi beban berat dari kereta pembawa barang, sebisa mungkin tidak tergenang, dan juga tidak boleh longsor. Hingga saat ini, kita masih dapat menemukan struktur Via Appia di Italia.

Jalan sebagai Public Service

Suksesnya Via Appia menjadi faktor kemenangan Romawi dalam pertempuran menyiratkan bahwa jalan dengan kualitas baik dapat meningkatkan produktivitas, utamanya adalah kelancaran dan kemudahan logistik. Dengan begitu, harga barang dapat lebih murah karena biaya distribusi dapat ditekan dengan mempercepat mobilisasi, berimplikasi pada peningkatan ekonomi. Tentunya jalan yang dimaksud adalah jalan dengan kualitas  sesuai dengan standar yang ditentukan dan sesuai dengan kebutuhan penggunaan jalan.

Jalan sebagai layanan publik tidak terbatas pada manfaat peningkatan kecepatan mobilisasi pengguna, namun juga dengan kenyamanan dan aksesibilitas. Semakin baik kualitas jalan, semakin tinggi kenyamanan yang didapat pengguna. Semakin luas jaringan jalan, aksesibilitas masyarakat ke tempat tertentu semakin tinggi. Maka dari itu, kajian kebutuhan dan riset mengenai kualitas jalan sangat perlu dilakukan.

Manfaat Jalan Bagi Pertumbuhan Ekonomi

Selain yang telah disebutkan di atas, manfaat jalan dapat kita tilik dari sisi ekonomi dan sisi sosial.  Adler (1983) dalam Evaluasi Ekonomi Proyek-Proyek Pengangkutan menyataan bahwa ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi ketika pembangunan pengangkutan dianggap telah meningkatkan pembangunan ekonomi: pembangunan ekonomi tidak akan terjadi sama sekali jika tidak ada pembangunan pengangkutan dan sumber daya yang digunakan pembangunan baru memilik potensi tidak dapat diutilisasi atau berkurang produktivitasnya apabila tidak ada perbaikan pengangkutan. Dalam hal ini, jalan sebagai salah satu sarana pengangkutan memegang peran penting dalam membangun ekonomi.

Lebih lanjut, dapat kita terlusuri lebih jauh beberapa manfaat dari pembangunan pengangkutan atau transportasi berupa jalan, mencakup manfaat sosial di dalamnya:

  • Mereduksi biaya eksploitasi sumber daya
  • Meningkatkan pembangunan ekonomi
  • Memangkas waktu perjalanan angkutan barang dan penumpang sehingga
  • Meminimalkan potensi kecelekaan dan kerusakan
  • Kenyamanan dan perasaan aman yang meningkat dari masyarakat

Dampak tidak langsung lainnya dari adanya pembangunan jalan adalah meningkatnya produktivitas masyarakat di lokasi awal dan akhir karena waktu tempuh yang berkurang serta meningkatnya potensi investasi di daerah yang terkoneksi. Selain itu lapangan kerja yang muncul ketika pembangunan jalan dan kesempatan untuk memperkukuh kesatuan nasional juga menjadi salah satu manfaat yang timbul. Namun, perlu diperhatikan beberapa hal yang timbul disamping manfaat yang ada misalnya terdapat kerusakan lingkungan dan isu sosial lain.

Jenis Jalan

Jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.  Berdasarkan fungsinya, dalam Pasal 8 disebutkan bahwa Jalan terbagi ke dalam empat kelompok:

  • Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama yang memiliki karakteristik perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
  • Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan karakterisitik perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi;
  • Jalan lokal merupakan jalan umumdengan funsi melayani angkutan setempat yang memiliki karakteristik perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi;
  • Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Jika kita memotong jalan secara melintang, kita akan mendapati komponen-komponen jalan yang merupakan satu kesatuan dari perancanaan jalan untuk lalu lintas. Dengan contoh jalan yang menggunakan median dengan tipe jalan 4/2 D (empat lajur, dua jalur, dengan pembatas), bagian tengah jalan yang terdiri dari dua jalur akan dibatasi oleh median:

  1. Median akan diapit oleh kerb (curb).  Kemudian, di sebelah median akan ada bahu dalam yang akan dipisahkan oleh markah jalan berupa garis sambung utuh.
  2. Bagian utama jalan, yakni jalur lalu lintas yang terdiri dari dua lajur, dipisahkan dengan markah garis putus-putus atau markah garis sambung utuh (sesuai kebutuhan).
  3. Markah garis sambung utuh akan menutup jalur lalu lintas di sisi bagian luar sebagai pembatas antara jalur dengan bahu luar.
  4. Pada jalan standar setelah bahu luar akan ada saluran drainase yang bersebelahan dengan ambang pengaman.
  5. Area dari median hingga bahu luar disebut dengan badan jalan. Area badan jalan ditambah dengan drainase dan ambang pengaman disebut dengan ruang manfaat jalan (Rumaja). Area Rumaja ditambah dengan lahan potensial untuk perluasan disebut dengan Ruang milik jalan (Rumija)

Ilustrasi sipil.uma.ac.id

Ketika menggunakan jalan, kita dapat menemui berbagai ragam jenis jalan yang dapat diidentifikasi secara visual, khususnya terkait komponen atau bahan yang digunakan untuk membuat jalan tersebut. Secara umum, berdasarkan bahan (perkerasan) yang digunakan jalan modern terbagi menjadi dua, yakni jalan dengan perkerasan rigid (beton) dan jalan dengan perkerasan lentur (aspal). Jenis jalan lain yaitu jalan tanah dan paving block.

Sebelum masuk lebih dalam mengenai jenis perkerasan jalan, mari mengenal struktur jalan secara umum.  Jalan memiliki empat lapis struktur, yakni subgrade, subbase, base, dan surface. Jenis lapisan terakhir yang akan menjadi jenis perkerasan. Subgrade  merupakan lapisan paling bawah yang menjadi dasara struktur. Kemudian ada subbase yang menjadi pondasi bawah yang kemudian akan dilapisi dengan pondasi. Surface akan melengkapi struktur jalan sebagai penutup jalan.

Keempat lapis struktur ini berfungsi untuk membagi tegangan yang didapat dari beban lalu lintas, dimana pada titik pertemuan antara ban/roda garis tegangan berupa titik yaitu pada surface dan merupakan posisi dimana dampak dari beban lalu lintas pada kondisi maksimal. Tegangan akan didistribusikan ke bawah dan garis tegangan akan semakin melebar. Maka dari itu, jenis perkerasan (surface) perlu diperhatikan sesuai dengan rencana kendaraan yang akan melewati jalan tersebut karena pada hakikatnya tegangan pada surface memiliki nilai paling besar (area kontak paling kecil)

Ilustrasi Bahan Ajar Mata Kuliah Perancangan Perkerasan Jalan (SI 3241), ITB

Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, lapisan surface atau selanjutnya akan kita sebut dengan perkerasan terbagi menjadi dua, yakni perkerasan rigid dan lentur . Setiap perkerasan memiliki fungsi, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

Beton

Memiliki komposisi plat beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah di atas subgrade. Memiliki modulus elastisitas -sebuah unit untuk mengukur ketahanan bahan ketika mengalami deformasi elastis saat ada gaya yang bekerja pada permukaan bahan- yang tinggi, beton memiliki perawatan yang lebih murah dibandingkan dengan jalan aspal. Pada perkerasan ini, engineer juga dapat merekayasa jalur keretakan yang dapat timbul di kemudian hari, sehingga retak yang terjadi tidak sampai pada tahap fatal. Direkomendasikan untuk subgrade yang memiliki kualitas kurang baik.

Selain kelebihan yang dimiliki perkerasan rigid, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Jenis perkerasan ini secara umum lebih cepat membuat ban kendaraan aus dan juga sensasi yang kurang nyaman bagi sebagian orang. Kemudian ketika melakukan perbaikan, terkadang hanya dilakukan penambhan elevasi terhadap perkerasan yang lama. Distribusi tegangan pada perkerasan rigid menyebabkan ketebalan yang diperlukan untuk menggunakan perkerasan ini cukup tinggi, terutama bila beban rencana cukup besar.

Aspal

Perkerasan lentur/fleksibel menggunakan bahan pengikat aspal panas dengan beberapa jenis campuran yang umum digunakan di Indonesia, salah satunya Hot Mix. Penggunaan perkerasan aspal relatif lebih mahal, namun memiliki beberapa kelebihan seperti kondisi jalan yang lebih halus dan minim gelombang, sensasi berkendara yang lebih nyaman, dan perawatan yang mudah (bukan murah). Selain kelebihan yang dimiliki, terdapat kekurangan seperti kurangnya ketahanan air sehingga diperlukan perencanaan drainase yang baik.

Biaya Pembangunan Jalan

Membangun sebuah infrastruktur khususnya yang membutuhkan lahan yang luas/panjang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan komponen biaya yang beragam. Seperti pembangunan infrastruktur pada umumnya, biaya-biaya yang muncul dalam sebuah kontruksi antara lain biaya pengadaan lahan,  biaya perencanaan, biaya konstruksi, dan biaya pemeliharaan dimana untu ktiga komponen pertama masuk ke dalam Capital Expenditure (CAPEX) dan komponen terakhir disebut dengan Operational Expenditure (OPEX).

Pembebasan lahan menjadi salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam sebuah proyek karena berpotensi menghabiskan biaya cukup besar, khusunya proyek jalan. Kita ambil sebuah contoh pembangunan jalan luar kota tipe 4/2 D sebagai penghubung utama dua kota yang sedang berkembang dengan panjang 10 Km. Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) pembangunan jalan laur kota dengan tipe 4/2 D membutuhkan setidaknya lebar jalur lalu-lintas 2 x 7,0 m dengan lebar efektif bahu 2,0 m pada masing – masing sisi (sisi dalam maupun sisi luar jalur). Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap meter panjang jalan yang dibangun, dibutuhkan setidaknya luas lahan sebesar 22m2 dan (belum termasuk median). Sehingga dapat kita perkirakan berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun jalan tersebut, yakni setidaknya seluas 220.000m2 (hanya konstruksi jalan) dan belum memperhitungkan lahan untuk ruang milik jalan maupun lahan efektif untuk pembangunan (seperti penyimpanan alat berat atau pembangunan concrete plant apabila dibutuhkan). Dengan tren harga tanah yang semakin meningkat tiap tahunnya, pembebasan lahan dalam proyek jalan menjadi isu yang perlu dimitigasi sejak dini, terutama dengan adanya risiko penolakan dalam kasus trase melewati pemukiman,

Komponen selanjutnya adalah biaya perencanaan jalan. Biaya ini meliputi beberapa kegiatan seeprti survey tanah, survey arus lalu lintas, analisis terhadap bangkitan dan tarikan suatu daerah, juga biaya manajemen konstruksi. Biaya komponen ini pada umumnya merupakan porsi biaya paling kecil di antara komponen biaya lainnya.

Biaya pembangunan fisik menjadi komponen mayoritas dalam struktur biaya sebuah proyek jalan. Banyak faktor yang memengaruhi biaya pembangunan fisik dan tentunya berkorelasi dengan perencanaan yang dilakukan. “Bagaimana bentuk jalan dan medan jalan yang dibangun. Kemudian ada beberapa variabel yang menjadi pengaruh biaya pembangunan jalan di antaranya lebar jalan, jenis konstruksi, medan pembangunan hingga fasilitas pendukung jalan seperti adanya pembangunan flyover atau underpass akan memengaruhi biaya pembangunan fisik”, ujar Danis H. Sumadilaga, Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). Sebagai gambaran, pembangunan  jalan dengan lebar 2 sampai 3 meter  menelan biaya antara Rp10-30 Miliar per kilometer (km) di luar biaya pembebasan lahan.

Setiap jalan akan didesain dengan kebutuhan dan standar yang telah ditentukan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kualitas jalan akan mengalamai degradasi karena beban lalu lintas yang diterima jalan, terlebih jika ada kendaraan dengan tonase melebihi standar melewati jalan tersebut. Selain beban lalu lintas, jalan dihadapkan dengan kondisi alam seperti cuaca, temperatur, kelembapan, dan lain-lain, tak terkecuali bencana alam dalam kasus ekstrem. Maka dari itu, dibutuhkan pemeliharaan jalan setelah konstruksi selesai dan jalan dipakai oleh pengguna. Pada dasarnya funsi pemeliharaan ini adalah untuk mempertahankan kondisi jalan agar berfungsi optimal dalam melayani lalu lintas untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan meningkatnya pelayanan jalan. Biaya pemeliharaan jalan terbagi menjadi tiga jenis

  • Pemeliharaan Rutin (Routine Maintenance)

Dilakukan secara berkala sepanjang tahun yang meliputi perawatan permukaan jalan antara perbaikan kerusakan kecil, penambalan lubang, pemburasan, perbaikan kerusakan tepi perkerasan; perawatan trotoar; saluran samping dan drainase; bangunan pelengkap jalan serta perlengkapan jalan; dan perawatan bahu jalan.

  • Pemeliharaan Berkala (Periodic Maintenance)

Pemeliharaan dilakukan pada interval waktu tertentu karena kondisi jalan mulai menurun yang meliputi perbaikan, levelling, resealing dan overlay (pelapisan ulang) pada jalan dengan perkerasan aspal atau regrooving (pengaluran/pengkasaran permukaan) maupun overlay pada jalan dengan perkerasan beton.

  • Rehabilitasi (Urgent Maintenance)

Dilakukan untuk kondisi yang sifatnya mendadak/mendesak/darurat akibat terjadi kerusakan setempat yang cukup berat misalnya jalan putus akibat banjir, longsor, gempa, dan lain-lain.Rehabilitasi ini meliputi semua kegiatan pengembalian kondisi jalan ke kondisi semula yang perlu dosegerakan agar lalu lintas tetap berjalan dengan baik..

Pembiayaan Jalan

Biaya-biaya yang timbul dalam pembangunan jalan perlu direncanakan bagaimana skema pemenuhannya, mempertimbangkan kapasitas fiskal owner dan kebutuhan jalan, dari sisi standar yang diinginkan maupun kapan jalan harus bisa digunakan. Dalam konteks Pemerintah sebagai owner, kapasitas fiskal akan dihitung dari APBN dalam hal Pemerintah Pusat sebagai owner atau APBD, dalam hal owner adalah Pemerintah Daerah. Skema pembiayaan dengan anggaran Pemerintah memiliki keuntungan dalam hal waktu, dimana pengadaan dapat segera dilakukan dalam waktu yang relatif lebih cepat karena dana telah tersedia. Namun, tantangan dari skema pembiayaan ini tentunya adalah anggaran yang terbatas. Infrastruktur yang dicanangkan untuk peningkatan kesejahteraan tidak hanya satu dan tidak hanya pada infrastruktur jalan. Sehingga, dengan kondisi fiskal Indonesia saat ini (termasuk APBD Pemerintah Daerah) tidak dimungkinkan untuk membangun seluruh infrastruktur menggunakan anggaran murni dari Pemerintah. Perlu dilakukan prioritisasi kebutuhan infrastruktur yang memiliki urgensi atau kepentingan yang mendesak sehingga dapat diarahkan untuk dibiayai menggunakan APBN atau APBD. Lalu, bagaimana strategi untuk mengakomodasi anggaran yang kurang?

Pemerintah dapat mengajukan Pinjaman Luar Negeri (PLN) untuk melakukan pembiayaan infrastruktur. Mekanisme Pinjaman Luar Negeri diatur dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Terkait teknis lebih lanjut, setiap Kementerian/Lembaga memiliki peraturan turunan tersendiri. Perlu diperthatikan bahwa Pemerintah Daerah tidak dapat mengajukan Pinjaman Luar Negeri secara langsung. Pemda dapat mengajukan Pinjaman Luar Negeri melalui Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) yang diatur dalam PMK No. 53/PMK.010/2006 dimana nantinya DJPPR akan menerima proposal dari Pemda, melakukan penilaian, dan melakukan perundingan serta penandatanganan. Selanjutnya akan dilakukan penerusan dana Pinjaman Luar Negeri kepada Pemda bersangkutan.

Pemerintah dapat memanfaatkan alternatif lain dalam pembiayaan infrastruktur, yakni dengan melibatkan sektor swasta. Salah satu skema pembiayaan dengan perlibatan swasta di dalamnya adalah Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU. KPBU merupakan skema pembiayaan yang ditujukan untuk mengurangi eksposur APBN/APBD terhadap pembangunan infrastruktur. Dengan begitu, APBN/APBD dapat digunakan untuk kegiatan yang lebih mendesak (misal seperti pemulihan ekonomi akibat pandemi). Namun, partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia masih rendah. Maka dari itu, KPBU juga ditujukan untuk meningkatkan peran swasta dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memitigasi keterbatasan anggaran Pemerintah untuk infrastruktur agar pembangunan dan layanan kepada masyarakat tetap berjalan.  

Secara umum, proyek KPBU akan melaui enam tahap, yakni screening, perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, dan operasi. Pada skema KPBU terdapat Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) yang bertindak selayaknya owner dengan wewenang mengambil keputusan yang dapat memengaruhi keberjalanan Proyek. PJPK akan dibantu oleh tim teknis agar Proyek dapat berjalan hingga tahap transaksi agar mendapatkan pembiayaan untuk melanjutkan proses ke tahap konstruksi dan operasi.

Studi Kasus Jalan Lintas Timur Sumatera

Salah satu proyek jalan yang menggunakan skema KPBU dan telah memulai tahap konstruksi adalah Proyek Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera untuk ruas Provinsi Riau. Proyek tersebut merupakan proyek brown field dengan kegiatan preservasi sebagai ruang lingkup KPBU. Proyek Jalintim juga merupakan salah satu Proyek yang menggunakan Fasilitas Penyiapan Proyek (Project Development Facility) dari Kementerian Keuangan, dimana PJPK mendapat dukungan manajemen Proyek (Pelaksana PDF) dan  konsultan untuk melakukan asesmen perihal penyiapan proyek dan transaksinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari pelaksana PDF dalam hal ini PT PII,  terdapat beberapa lesson learned terkait pelaksanaan KPBU sektor jalan:

  1. Untuk Proyek brown field seperti preservasi jalan nasional, sebaiknya dilakukan identifikasi diawal perihal kesiapan basic design dan data dukung lainnya serta melakukan traffic survey data primer.
  2. Ketika dihadapkan kepada beberapa proyek sejenis dalam waktu bersamaan, maka tahap penyiapannya dilaksanakan terlebih dahulu untuk Proyek yang dipandang lebih siap, kemudian pengalaman KPBU dari proyek yang telah selesai dapat direplikasi pada Proyek sejenis lainnya.
  3. Perlu adanya dokumentasi persetujuan awal tertulis dari PJPK atas ruang lingkup yang disetujui untuk mengantisipasi terjadinya perubahan Pejabat Berwenang (PJPK) dan struktur organisasi PJPK
  4. Dalam hal diperlukannya kerjasama dengan pihak/Kementerian lain pada pelaksanaan Proyek (contoh pengadaan lahan fasilitas) diharapkan PJPK dapat mempersiapkan/berkomitmen terkait penganggaran apabila terdapat keterbatasan dari pihak/Kementerian dimaksud sehingga Proyek dapat tetap terlaksana, selama dimungkinkan dari sisi regulasi.
  5. Penyusunan Dokumen Pengadaan dengan pendekatan yang lebih konservatif melalui format penyampaian yang lebih mudah dipahami oleh Peserta Lelang dan penjelasansaat Aanwijzing yang lebih detail dan mempersyaratkan kehadiran dari tim teknis pelaksanapenyusunan Dokumen Penawaran dari Peserta Lelang sehingga informasi dalam DokumenPengadaan dapat disampaikan lebih jelas dan informatif.
  6. Perlunya template Dokumen Pengadaan yang dapat dijadikan referensi untuk meningkatkan penerimaan dari PJPK atas Dokumen Pengadaan, akan lebih baik bila ada.
  7. Mempertimbangkan skema pembiayaan Syariah dalam Dokumen Pengadaan atau Perjanjian KPBU.

Way Forward

Kebutuhan akan harga barang dan pangan yang dapat ditekan, koneksi antar wilayah, dan alasan efisiensi waktu  tentunya akan mendorong pembangunan jalan yang lebih luas termasuk daerah di luar pulau Jawa. Namun, seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu tantangan dalam pembangunan proyek infrastruktur adalah pembiayaannya dimana hampir tidak mungkin (khususnya Indonesia) membangun banyak infrastruktur secara serempak menggunakan APBN murni sehingga dibutuhkan skema pembiayaan lain termasuk yang melibatkan pihak swasta.

Jika kita berbicara pihak swasta, profit tetap menjadi tujuan nomor satu mereka dalam keikutsertaan pada proyek, selain motif memperkaya portofolio. Concern ini perlu ditangkap Pemerintah terutama jika investor memiliki preferensi lain ketika ingin berpartisipasi (ada motif tambahan) al penggunaan konsep ESG. Selain perihal preferensi pihak swasta, tentu peran Pemerintah tetap menjadi yang utama ketika ingin menciptakan kondisi yang dapat menarik minat swasta khususnya dalam infrastruktur jalan. Birokrasi yang baik dalam pengurusan perizinan, keluwesan dalam pembebasan lahan, mitigasi risiko sosial seperti penolakan warga, analisis manfaat dan pengembalian investasi, penjaminan infrastruktur, serta hal-hal lain dalam kewenangan Pemerintah. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan para investor dan pihak swasta bahwa keputusan mereka berpartisipasi dalam proyek jalan di Indonesia bukan hal yang salah dan dapat membawa keuntungan bagi mereka. Semakin pihak swasta “merasa tenang”, semakin tinggi pula probabilitas dan minat mereka untuk turut berpartisipasi dalam proyek infrastruktur jalan di Indonesia.

Seperti yang telah disebutkan, penggunaan konsep ESG yang diinginkan oleh para investor pada sebuah Proyek tentu akan membuka peluang lebih besar bagi suatu proyek khususnya infrastruktur jalan untuk mendapat pembiayaan. Era dimana isu lingkungan menjadi hal yang cukup krusial, penerapan ESG menjadi salah satu langkah yang cukup baik untuk menarik minat para investor. Perlu diperhatikan bahwa penerapan konsep ESG selanjutnya bukan hanya dilakukan untuk menarik investor, namun juga sebagai usaha untuk menuju pembangunan yang sustainable di Indonesia.

Daftar Pustaka :

1. kumparan.com : Dibangun di Era Romawi, Jalan Raya Pertama dan Tertua di Eropa Masih Eksis

2. pu.go.id : Pembangunan Infrastruktur Dorong Pertumbuhan Ekonomi

3. dpu.kulonprogokab.go.id : Perencanaan Pembangunan Jaringan Jalan di Kawasan Perkotaan

4. media.neliti.com : Analisis Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat

5. Detik Finance : Pengamat Sebut Bangun Jalan Mahal, Berapa Sih Biayanya?

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

https://media.neliti.com/media/publications/81200-ID-perencanaan-dan-estimasi-biaya-pelaksana.pdf

https://economy.okezone.com/read/2022/10/20/320/2691257/berapa-biaya-pembangunan-tol-trans-jawa-awas-jangan-kaget

https://pupr.ngawikab.go.id/tentang-pemeliharaan-jalan/#:~:text=Kegiatan%20ini%20meliputi%20%3A%20perawatan%20permukaan,jalan%20dan%20perawatan%20bahu%20jalan.

https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/kenapa-pembangunan-nasional-butuh-peran-swasta-kata-jokowi

https://www.rumah.com/berita-properti/2016/8/133368/mengenal-dekat-jenis-jenis-konstruksi-jalan

https://sipil.uma.ac.id/komponen-dalam-potongan-melintang-jalan/