Webinar Inovasi Pembiayaan Infrastruktur Daerah untuk Pemulihan Ekonomi


Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak akhir tahun 2019 telah mengakibatkan banyak korban jiwa dan mengganggu bahkan menghentikan banyak aktifitas. Kondisi tersebut telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5% menjadi 2,97% pada kuartal pertama 2020 yang berlanjut dengan kontraksi ke titik minus 5,32% pada kuartal kedua. Pandemi telah mengakibatkan efek domino pada aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan sehingga secara keseluruhan memberikan tekanan pada sisi supply dan demand. Program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digagas telah membantu pemulihan kondisi ekonomi yang mengalami tekanan berat. Akan tetapi, tantangan selanjutnya ada pada fase fase recovery dan thrive, halmana dibutuhkan bentuk kebijakan yang dapat meningkatkan supply dan demand dalam perekonomian. 

Pembangunan infrastruktur dinilai akan membantu penguatan ekonomi tidak hanya dari sisi supply tetapi juga demand karena dapat menciptakan lapangan kerja, mendorong konsumsi bahan baku, dan dalam jangka panjang mendukung kegiatan perekonomian karena memiliki multiplier effect pada sektor lainnya. Oleh karenanya, konsistensi Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur perlu untuk terus dijaga. Sesuai dengan arahan strategis Presiden, akselerasi pembangunan infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi masih menjadi agenda prioritas pembangunan.

Pemerintah Pusat saat ini telah mendorong Kementerian/Lembaga untuk menggunakan skema pembiayaan inovatif seperti skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Hal ini diperlukan sebagai bentuk dukungan percepatan pembangunan dengan melibatkan peran aktif dan partisipasi swasta. Melalui skema KPBU, diharapkan pembangunan infrastruktur selama dan setelah pandemi dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga kebutuhan layanan publik yang berkualitas dan infrastruktur dasar bagi masyarakat dapat tersedia secara tepat waktu.

Selain Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah merupakan aktor utama yang perlu didorong untuk mengimplementasikan skema pembiayaan inovatif mengingat keterbatasan APBD yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur. Merespon kebutuhan tersebut, DJPPR Kementerian Keuangan berinisiatif untuk terus mendorong Pemerintah Daerah dan memberikan dukungan-dukungan yang diperlukan. Salah satu bentuk interaksi dan dukungan yang dilaksanakan adalah melalui Webinar yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 September 2020. Pada kesempatan tersebut hadir perwakilan dari Pemerintah Daerah, akademisi, pemeriksa, perbankan, maupun masyarakat umum. Acara juga ditayangkan secara langsung melalui akun YouTube DJPPR Kemenkeu, PT PII (Persero) dan PT SMI (Persero).

Dalam kesempatan tersebut, acara dibuka dengan keynote speech dari Bapak Luky Alfirman selaku Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan dilanjutkan dengan presentasi oleh Bapak Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat dan Bapak Brahmantio Isdijoso selaku Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur sebagai Pembicara. Selanjutnya, tanggapan terhadap paparan pembicara diberikan oleh Bapak Edwin Syahruzad selaku Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur dan Bapak Wahid Sutopo selaku Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

    Gubernur Jawa Barat dalam paparannya menitikberatkan pada pentingnya kolaborasi berbagai sumber pendanaan mengingat kebutuhan pembangunan infrastruktur tidak akan mampu disediakan melalui APBD. Untuk level pemerintah daerah, beberapa contoh sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan yaitu APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, APBN, pinjaman dari bank/lembaga keuangan, dana umat, Corporate Social Responsibility, obligasi daerah, dan penggunaan skema KPBU/PPP. 

Dari sisi Pemerintah Pusat, DJPPR menyampaikan bahwa kebutuhan penyesuaian realokasi dan refokusing anggaran diperlukan dalam rangka merespon pandemi Covid-19. Salah satu hal yang dapat dieksplorasi adalah penggunaan blended finance atau kombinasi beberapa sumber pendanaan/pembiayaan untuk suatu proyek. Lebih lanjut, DJPPR juga menyampaikan bahwa implementasi KPBU di daerah masih menghadapi beberapa tantangan seperti pembebasan lahan, kepastian pendapatan untuk badan usaha, penentuan need analysis dan solusi teknis, serta masalah perizinan. 

        Dari sisi PT SMI dan PT PII sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan, tugas dan fungsi yang ada dalam core business masing-masing mempunyai peran yang sangat penting di dalam pembangunan infrastruktur. Dalam hal ini, PT SMI (Persero) dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah dalam kerangka PEN sedangkan PT PII (Persero) dapat memberikan penjaminan risiko proyek infrastruktur sehingga dapat meningkatkan bankability dan tercipta credit enhancement untuk proyek dimaksud. 

    Salah satu aspirasi dari Pemerintah Daerah yang mengemuka adalah bahwa pembangunan infrastruktur di daerah, khususnya untuk infrastruktur dengan biaya investasi yang tinggi, tidak akan bisa dipenuhi oleh APBD sehingga dukungan dari Pemerintah Pusat sangat diperlukan. Terkait dengan hal tersebut, salah satu kebijakan Kementerian Keuangan yang mendapatkan apresiasi adalah dukungan kelayakan atau yang dikenal sebagai Viability Gap Fund (VGF). Namun demikian, Pemerintah Daerah juga mengharapkan agar proses pemberian dukungan pemerintah seperti itu dapat dilakukan dengan timeline yang lebih terukur. 

Menanggapi pertanyaan dari perwakilan Pemerintah Daerah, DJPPR menyampaikan bahwa relaksasi pengaturan atas persetujuan DPRD terkait dengan KPBU untuk saat ini belum dimungkinkan karena mekanisme anggaran Pemerintah Daerah akan selalu melibatkan DPRD. Untuk itu, kreativitas dalam menyusun struktur proyek menjadi penting sehingga proyek infrastruktur di daerah dapat memaksimalkan potensi-potensi pendapatan yang ada sehingga menjadi lebih self-sustainable (SRI).  

Tags
No id judul isi image