Berbagi Ilmu Untuk Pengembangan Implementasi KPBU di Sektor Kesehatan


Untuk mendukung implementasi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia, penting bagi para pemain kunci untuk memiliki pengetahuan dan mengembangkannya dari waktu ke waktu tentang skema tersebut. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI), sebagai unit di bawah Kementerian Keuangan yang berperan mengelola fasilitas dan dukungan pemerintah, adalah salah satu pemain kunci yang sadar akan dan ingin terus mengembangkan pemahaman tentang KPBU agar bisa meningkatkan layanan yang tersedia secara efektif.

Dalam rangka mengakomodir pengembangan tersebut, pada Senin, 8 Mei 2017, workshop mengenai PPP di sektor kesehatan diadakan di Jakarta. PPP in Health: Examples rom Across the Globe (KPBU di Sektor Kesehatan: Praktik dari Penjuru Dunia) bertujuan untuk membagi praktik-praktik dan metode terbaik tentang implementasi KPBU di berbagai Negara. Sebuah kolaborasi antara PDPPI dan the World Bank, workshop tersebut mengundang Dhawal Jamb dari the World Bank sebagai pembicara untuk memberikan presentasi kepada para staf PDPPI dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam implementasi KPBU di Indonesia, seperti PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dan Badan Perencanaan Nasional.

Workshop tersebut membicarakan kebutuhan yang beragam di sector kesehatan dan bagaimana KPBU bisa menjadi solusi yang dibutuhkan. Dhawal Jamb berbagi cerita mengenai eberapa Negara yang telah mengimplementasikan KPBU untuk pembangunan infrastruktur di sector kesehatan dan bagaimana pada umumnya, PPP di sektor kesehatan bisa diklasifikasikan di tiga kategori:

  1. Health infrastructure PPPs – pihak swasta terhubung untuk menciptakan dan mengelola infrastruktur; sering dikelompokkan dengan operasi non-klinis
  2. Clinical services PPPs – pihak swasta yang utamanya terhubung untuk menyediakan layanan klinis; sering dikelompokkan dengan pengembangan infrastruktur juga
  3. Health continuum PPPs – pihak swasta menjadi pihak yang bertanggung jawab (termasuk pencegahan) dari populasi yang sudah terdefinisikan.

Selama workshop, Mr Jamb juga berbagi mengenai observasi tentang tantangan di berbagai negara berkembang dalam menggunakan Private Finance Initiative (PFI) untuk sektor esehatan. Sorotan utama adalah bahwa penerapan PFI di Negara berkembang terhitung lebih mahal jika dibandingan dengan penerapan di Negara yang sudah maju. Beberapa alasan utama untuk hal ini adalah:

  • Biaya hutang dan ekuitas swasta lebih tinggi di negara-negara berkembang
  • PFI di Negara maju jauh lebih berkembang
  • PFI didasarkan pada pembayaran pemerintah reguler untuk jangka waktu yang panjang. Pemerintah di negara-negara berkembang memiliki peringkat kredit yang lebih rendah aripada di negara maju – sehingga PFI dianggap memiliki risiko lebih tinggi dan dengan demikian tingkat pengembalian yang lebih tinggi diharapkan dari investor.

Workshop tersebut juga mendiskusikan mengenai keuntungan dari health continuum PPP, seperti pengalihan semua risiko ke mitra swasta sambil tetap bisa mencapai tujuan emerintah, pasien memiliki pilihan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit lain, dan persyaratan pengelolaan kontrak yang lebih sedikit. Namun, presentasi tersebut menekankan bahwa model ini hanya dapat diadopsi di negara.

Tags
No id judul isi image