G20 sebagai Input Desain Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Indonesia


Oleh: Marina Ayuningtyas

Pembimbing : Hasrul

Pertemuan pertama tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral atau Finance Central Bank Deputies Meeting (FCBD) pada tanggal 9-10 Desember 2021 merupakan penanda dimulainya pelaksanaan Presidensi G-20 Indonesia jalur keuangan (finance track) yang membahas enam topik utama, yaitu koordinasi exit strategy untuk mendukung pemulihan global, upaya penanganan dampak pandemi (scaring effect) dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, penguatan sistem pembayaran di era digital, pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), peningkatan sistem keuangan yang inklusif, serta agenda perpajakan internasional. Topik-topik tersebut akan dibahas secara berjenjang melalui pertemuan tingkat kelompok kerja, deputi, maupun Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.

Baca juga: Gelaran Pembahasan Kelompok Kerja Infrastruktur (Infrastructure Working Group) Forum G20 Resmi Dimulai

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Presidensi G-20, pada tanggal 20-21 Januari 2022 telah dilaksanakan pertemuan pertama kelompok kerja infrastruktur atau Infrastructure Working Group (IWG) yang secara spesifik membahas mengenai agenda prioritas terkait infrastruktur. Dari pertemuan IWG ini dapat dikatakan bahwa para negara anggota G-20 telah sepakat untuk mendukung agenda yang diangkat dan berkomitmen untuk memberikan dukungan yang nyata terhadap pembangunan infrastruktur yang berfokus pada pemulihan pasca pandemi COVID-19. Selain itu, peningkatan investasi infrastruktur yang berkelanjutan, penyediaan infrastruktur yang inklusif dan resilient, serta pemanfaatan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang untuk membantu pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 merupakan hal yang penting untuk ditekankan. Dalam pertemuan tersebut, disampaikan pula bahwa upaya-upaya tersebut berkontribusi secara signifikan terhadap pemenuhan target iklim global pada tahun 2030 dan 2050. Hasil pertemuan pertama IWG ini akan dibawa dan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan yang lebih tinggi.

G20 Infrastruktur

Pertemuan Kedua Deputi Keuangan dan Bank Sentral (FCBD)

Tanggal 15-16 Februari 2022 telah dilaksanakan pertemuan kedua tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral. Dalam pertemuan kedua FCBD ini, presidensi Indonesia menghimpun masukan-masukan dari para negara anggota G-20 dan organisasi internasional atas usulan komunike pertama (first communique drafting) yang selanjutnya akan dibahas dalam pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting pada tanggal 17-18 Februari 2022. Komunike merupakan pernyataan bersama para anggota forum G-20 yang berisikan komitmen bersama terkait isu-isu global terkini yang menjadi perhatian bersama dan merupakan hasil konsensus anggota forum G-20. Komunike ini akan menjadi landasan untuk pembahasan lebih jauh pada pertemuan tingkat kelompok kerja (Working Group). Dalam perumusan komunike ini, terdapat enam agenda yang akan dibahas, yaitu: (i) perekonomian dan kesehatan global, (ii) arsitektur keuangan internasional, (iii) isu sektor keuangan, (iv) keuangan berkelanjutan, (v) infrastruktur, dan (vi) perpajakan internasional.

Dari hasil pembahasan komunike atas agenda infrastruktur, dapat diketahui bahwa seluruh anggota G-20 dan organisasi internasional telah mencapai kesepakatan dan berkomitmen untuk mengupayakan revitalisasi investasi infrastruktur dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses, dan terjangkau, terutama melalui peningkatan keterlibatan sektor swasta untuk mendukung investasi publik dan lembaga keuangan internasional. Mengembangkan kebijakan untuk memobilisasi investasi infrastruktur inklusif untuk meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan antar daerah. Menegaskan kembali komitmen untuk meningkatkan infrastruktur digital dan investasi InfraTech untuk mempersempit kesenjangan digital.

Pertemuan Pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG)

Melanjutkan rangkaian acara presidensi G-20, tanggal 17-18 Februari 2022 dilaksanakan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani. Pada pertemuan pertama FMCBG ini membahas isu-isu global terkait 6 agenda utama presidensi G-20 dan menyepakati serta mengadopsi komunike pertama yang telah dibahas dalam pertemuan kedua tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral atau Finance Central Bank Deputies (FCBD) Meeting. Salah satu agenda yang dibahas dalam pertemuan FMCBG adalah mengenai Infrastruktur. Agenda infrastruktur ini selalu menjadi topik prioritas dalam forum G-20 sejak tahun 2014.

Dalam agenda infrastruktur, terdapat empat agenda utama, sebagaimana telah dibahas dalam pertemuan pertama tingkat kelompok kerja infrastruktur atau Infrastructure Working Group (IWG) dan telah mendapatkan sambutan baik dari negara anggota G-20. Keempat agenda tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan investasi infrastruktur berkelanjutan dengan mendorong partisipasi sektor swasta

Investasi infrastruktur berkelanjutan merupakan kunci untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan pasca COVID-19. Pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang memperhatikan faktor lingkungan memegang kontribusi yang signifikan dalam memenuhi tujuan Paris Agreement dan agenda pembangunan berkelanjutan tahun 2030. Mengingat sekitar 53 persen emisi gas rumah kaca global berasal dari konstruksi dan operasional infrastruktur. OECD juga memperkirakan bahwa setiap tahun diperlukan sekitar USD 6,9 triliun investasi infrastruktur hingga tahun 2030 untuk memenuhi tujuan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar seluruh negara anggota G-20, termasuk organisasi internasioanal dan MDB untuk berkontribusi dalam mempercepat investasi infrastruktur transformatif dan pemulihan ekonomi global. Sehingga, dalam pembahasan pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG), presidensi Indonesia mengusulkan untuk mengembangkan kerangka kerja tentang cara terbaik memanfaatkan partisipasi sektor swasta untuk meningkatkan investasi infrastruktur yang berkelanjutan.

2. Menekankan peran infrastruktur dalam mendorong inklusi sosial dan mengurangi kesenjangan antar daerah

Pandemi COVID-19 telah menciptakan risiko kesenjangan yang lebih tinggi antar daerah. Ketidaksetaraan dan tingkat kemiskinan yang semakin memburuk, serta tingkat utang yang semakin meningkat, apabila dibiarkan dan tidak ditangani dengan baik maka akan mengancam kemampuan dunia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif pada jangka panjang. OECD menyampaikan bahwa 60 persen dari investasi publik merupakan tanggung jawab pemerintah daerah di negara-negara G-20. Sehingga, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam memberikan investasi infrastruktur yang berkualitas guna memfasilitasi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Untuk itu, dalam pembahasan pertemuan pertama FMCBG, presidensi Indonesia mengusulkan mengembangkan perangkat kebijakan untuk memobilisasi mekanisme pembiayaan inovatif untuk meningkatkan investasi infrastruktur di kota dan daerah selama pemulihan ekonomi, termasuk meningkatkan inklusi gender dan sosial.

3. Meningkatkan investasi infrastruktur digital dan penggunaan teknologi dalam infrastruktur

Sebagaimana kita ketahui, sejak awal pandemi COVID-19, digitalisasi dan otomatisasi telah dipercepat guna memfasilitasi kerja jarak jauh sekaligus membatasi pertemuan jarak dekat dan kontak fisik. Pada tahun 2020, jumlah pengguna internet mengalami peningkatan terbesar dalam satu dekade sebesar 10,2 persen. Hal ini didorong oleh meningkatnya penggunaan internet oleh negara-negara berkembang. Namun demikian, akses yang tidak merata pada negara-negara berkembang menjadi tantangan, Tindakan nyata diperlukan untuk meningkatkan investasi ke dalam infrastruktur digital dan meningkatkan adopsi teknologi dalam infrastruktur. Untuk melanjutkan diskusi pada tahun 2020 (InfraTech) dan 2021 (G20 Guidelines for Financing and Fostering High Quality Broadband Connectivity for a Digital World), presidensi Indonesia mengusulkan untuk mengambil pelajaran dari peningkatan InfraTech dan penggunaan InfraTech untuk kesiapsiagaan dan respon pandemi, serta membahas lebih lanjut cara-cara untuk membiayai infrastruktur digital.

4. Mendorong infrastruktur transformatif pasca COVID-19

Pada tahun 2021, InfraTracker disampaikan untuk menganalisis dan melacak stimulus infrastruktur untuk menunjukkan bagaimana pemerintah menggunakan infrastruktur untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca COVID-19 dan mencapai hasil transformatif jangka panjang. Oleh karena itu, presidensi Indonesia mengusulkan untuk mendorong InfraTracker untuk memberikan wawasan yang lebih luas tentang strategi dan rencana infrastruktur jangka panjang.

Selain membahas terkait empat agenda utama, dalam pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, presidensi Indonesia juga berkomitmen untuk melanjutkan diskusi terkait agenda legacy infrastruktur dalam hal operasionalisasi indikator dari prinsip investasi infrastruktur berkualitas dan membangun tata kelola GI Hub di masa depan guna menjaga keberlanjutan keberadaan dan manfaat dari GI Hub.

Secara umum, para negara anggota G-20 dalam pertemuan tersebut, telah menyepakati bahwa infrastruktur yang berkelanjutan dan berkualitas merupakan hal yang kritis dan penting dalam pemulihan ekonomi serta menjadi instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan jangka menengah dan panjang, sehingga perlu adanya kerja sama untuk merevitalisasi infrastruktur. Sebagian besar negara menekankan perlunya tindakan nyata untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta guna meningkatkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Untuk menerapkan kebijakan yang dapat memobilisasi investasi infrastruktur inklusif yang dapat meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan antar daerah, diperlukan kerjasama dan pembelajaran antar negara anggota. Selain itu, hasil pertemuan tersebut juga menegaskan kembali komitmen untuk meningkatkan infrastruktur digital dan investasi teknologi dalam infrastruktur untuk mempersempit kesenjangan digital. Hal ini dianggap penting, karena infrastruktur digital mampu menjembatani kesenjangan penyediaan layanan yang signifikan, baik dalam hal pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan akses terhadap layanan keuangan.

Dalam pertemuan tersebut, disinggung pula harapan dari presidensi Indonesia terkait tata kelola GI Hub di masa depan dan penyelesaian operasionalisasi indikator QII. Mengingat keadaan setiap negara anggota berbeda-beda, maka diharapkan indikator QII ini dapat dijadikan referensi oleh negara anggota. Hal ini masih bersifat sukarela dan tidak mengikat. Hasil dari pertemuan ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih terperinci dalam pertemuan kelompok kerja infrastruktur atau Infrastructure Working Group (IWG) kedua pada bulan Maret mendatang.

Bagaimana G-20 Mempengaruhi Desain Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Terdapat beberapa poin dalam pertemuan FMCBG yang dapat menjadi input dalam desain kebijakan pembangunan infrastruktur Indonesie ke depan.

Peningkatan Peran Swasta

Partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur Indonesia masih menjadi agenda yang relevan khususnya terkait pembiayaan pembangunan infrastruktur ke depan meskipun telah berjalan selama sekitar 17 tahun sejak keluarnya kebijakan Kerjasama Pemerintah dengan Swasta (atau KPBU) melalui Perpres 67 Tahun 2005. RPJMN 2020-2024 pun sudah mengindikasikan bahwa terdapat 42% kebutuhan investasi infrastruktur yang dapat dibiayai oleh swasta halmana meningkat sebesar 5% dari indikasi yang tercantum dalam RPJMN periode sebelumnya (37%). Untuk meningkatkan peran swasta sebagaimana menjadi poin dalam FMCBG, Pemerintah dapat lebih memperkuat kebijakan yang telah ada, seperti kebijakan KPBU, antara lain dengan mengembangkan skema blended finance dimana skema KPBU sebagai backbone-nya. Dengan blended finance yang mengkombinasikan beberapa sumber pendanaan infrastruktur, partisipasi swasta diharapkan dapat dilakukan dalam beberapa bentuk struktur proyek yang lebih luas sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan partisipasi swasta tersebut.

Selain itu, Pemerintah juga dapat memprioritaskan penggunaan skema KPBU dalam proses perencanaan anggaran. Untuk itu, kementerian atau lembaga perlu dibekali dengan pemahaman dalam melakukan pemilihan (screening) proyek KPBU dari daftar proyek yang akan diusulkan dalam usulan pagu indikatif anggaran. Dengan demikian, APBN hanya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang kelayakan keuangannya marjinal atau yang tidak memenuhi kriteria proyek KPBU.

Pembangunan Infrastruktur yang Sustainable

Global Commission on the Economy and Climate 2016 mendefinisikan bahwa Infrastruktur yang berkelanjutan adalah infrastruktur yang berkelanjutan secara sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dengan memperhatikan definisi tersebut, kebijakan pembangunan infrastruktur Indonesia ke depan perlu memastikan bahwa proses perencanaan, penyiapan, pembangunan dan pengoperasian infrastruktur telah menerapkan aspek-aspek keberlanjutan yang terkait dengan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sehingga, untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan (sustainable), Pemerintah perlu memulai untuk membangun standar yang diperlukan seperti Environmental Social Governance (ESG) untuk kemudian digunakan oleh kementerian dan lembaga dalam proses perencanaan, penyiapan, pembangunan, dan pengoperasian infrastruktur.

Pembangunan Infrastruktur untuk Minimalisir Kesenjangan Antar Daerah

Salah satu instrumen Pemerintah untuk mengendalikan kesenjangan antar daerah adalah transfer daerah. Berdasarkan Undang-undang APBN tahun 2022, Pemerintah telah menetapkan alokasi transfer daerah sebesar Rp701,61 trilliun. Selain itu, untuk menghadapi dampak negatif COVID-19 terhadap daerah, Pemerintah juga telah mengeluarkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2020. Untuk lebih menekan kesenjangan antar daerah yang terjadi, Pemerintah dapat mendorong pembangunan infrastruktur di daerah sebagaimana menjadi salah satu poin dalam FMCBG dengan mengarahkan sebagian penggunaan dana transfer daerah ke arah pembangunan infrastruktur khususnya kepada daerah-daerah yang mengalami dampak COVID-19 secara signifikan. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat memperkuat kebijakan dukungan pemerintah kepada daerah untuk proyek-proyek yang dilaksanakan dengan skema KPBU atau untuk sektor tertentu. Saat ini, Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 26 Tahun 2021, telah menyediakan beberapa dukungan untuk pembangunan infrastruktur khusus sektor persampahan.

Infrastruktur Digital dan Infrastruktur Berteknologi

Sebagai bagian dari upaya transformasi pasca pandemi COVID-19, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menjadikan sektor Teknologi dan Informasi sebagai salah satu fokus sektor dalam pembangunan infrastruktur ke depan halmana sejalan dengan salah satu kesepakatan FMCBG. Selain itu, desain dan pembangunan infrastruktur perlu di arahkan untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasionalisasi infrastruktur. Dalam hal ini, Pemerintah perlu memastikan bahwa kajian studi kelayakan yang disusun pada tahap penyiapan proyek telah memastikan bagaimana penggunaan teknologi informasi dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam penyediaan layanan infrastruktur kepada masyarakat halmana juga merefleksikan dampak transformasi dari pembangunan infrastruktur pasca pandemi COVID-19.

Penutup

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian global baik dalam sektor kesehatan, sosial, maupun pembangunan infrastruktur. Salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi global pasca COVID-19 adalah dengan mendorong pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan berkualitas. Pembangunan infrastruktur yang berkualitas diharapkan dapat memenuhi target pembangunan dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, ketahanan, inklusi, dan tata kelola yang baik. Melalui forum G-20, presidensi Indonesia berkomitmen untuk mendorong peningkatan infrastruktur yang berkelanjutan, melalui peningkatan partisipasi sektor swasta dalam meningkatkan investasi infrastruktur yang dapat mengatasi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan penggunaan teknologi dalam infrastruktur untuk menjembatani kesenjangan digital. Komitmen tersebut dapat diwujudkan antara lain dengan menjadikannya sebagai input dalam perumusan desain kebijakan pembangunan infrastruktur Indonesia di tahun-tahun mendatang. Dengan demikian, percepatan pemulihan ekonomi global diharapkan dapat segera tercapai.

Referensi: